Berita

Ilustrasi rapid test/RMOLBanten

Politik

Kemenkes Patok Tarif Tertinggi Rapid Test, Alvin Lie: Apa Sanksi Bagi Pelanggar?

SELASA, 07 JULI 2020 | 17:47 WIB | LAPORAN: AGUS DWI

Dugaan rapid test telah menjadi lahan bisnis sejumlah pihak sepertinya makin menguat. Hal ini terlihat dari Surat Edaran Kementerian Kesehatan untuk terkait batas tarif tertinggi bagi masyarakat yang ingin melakukan rapid test secara mandiri.

Berdasarkan Surat Edaran Kementerian Kesehatan RI nomor HK.02.02/I/2875/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Rapid Test Antibodi, batasan tarif tertinggi yang dipatok adalah Rp 150 ribu.

Surat Edaran bertanggal 6 Juli 2020 itu ditandatangani Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes, Bambang Wibowo.

Kebijakan terbaru Kemenkes soal tarif tertinggi rapid test tersebut kontan dikritisi anggota Ombudsman RI, Alvien Lie.

Bagi, Alvin Lie, patokan tarif tertinggi dari Kemenkes tetap terlalu mahal. Pasalnya, selama ini penyedia layanan rapid test telah mengambil laba atau keuntungan yang terlalu besar.

Selain itu, Alvin Lie juga mempertanyakan sanksi yang akan diberikan kepada pihak yang melanggar batas tarif tersebut. Sebab, dalam Surat Edaran Kemenkes tersebut sama sekali tidak disinggung sanksi bagi pihak-pihak yang melanggar.

Sehingga, potensi pelanggaran tarif yang dilakukan pihak penyedia jasa rapid test ini masih cukup besar. Terlebih, tarif ini diberlakukan bagi masyarakat yang ingin melakukan rapid test secara mandiri.

Pengamat penerbangan ini juga meminta penghapusan tes Covid-19 sebagai syarat untuk bepergian menggunakan moda transportasi umum jarak jauh.

"Saya terus mendorong agar uji Covid dihapus dari syarat bepergian naik pesawat, kereta api, atau kapal. Karena rapid test hanya mengukur antibodi. Sama sekali tidak ada gunanya untuk mengungkap apakah seseorang terinfeksi Covid-19 atau tidak," tegas Alvin Lie, Selasa (7/7).

Sejak moda transportasi umum jarak jauh kembali dibuka, para calon penumpang memang disyaratkan harus memiliki surat bebas Covid-19. Hal inilah yang kemudian dijadikan lahan bisnis bagi sejumlah pihak dengan memanfaatkan demand yang tinggi di masyarakat untuk bisa bepergian ke luar daerah.

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Telkom Buka Suara Soal Tagihan ‘Telepon Tidur’ Rp9 Triliun Pertahun

Kamis, 25 April 2024 | 21:18

UPDATE

Misi Dagang ke Maroko Catatkan Transaksi Potensial Rp276 Miliar

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:51

Zita Anjani Bagi-bagi #KopiuntukPalestina di CFD Jakarta

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:41

Bapanas: Perlu Mental Berdikari agar Produk Dalam Negeri Dapat Ditingkatkan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:33

Sadiq Khan dari Partai Buruh Terpilih Kembali Jadi Walikota London

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:22

Studi Privat Dua Hari di Taipei, Perdalam Teknologi Kecantikan Terbaru

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:14

Kekuasaan Terlalu Besar Cenderung Disalahgunakan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:09

Demi Demokrasi Sehat, PKS Jangan Gabung Prabowo-Gibran

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:04

Demonstran Pro-Palestina Lakukan Protes di Acara Wisuda Universitas Michigan

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:57

Presidential Club Patut Diapresiasi

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:37

PKS Tertarik Bedah Ide Prabowo Bentuk Klub Presiden

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:11

Selengkapnya