Berita

Para aktivis pro demokrasi Hong Kong yang membawa spanduk "Bebaskan Hong Kong, Revolusi Zaman Kita" saat aksi protes/Net

Dunia

Bawa Spanduk 'Bebaskan Hong Kong', Pria Ini Jadi Korban Pertama UU Keamanan Nasional Yang Diberlakukan China

JUMAT, 03 JULI 2020 | 17:41 WIB | LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN

Seorang pria Hong Kong dituduh telah menghasut aksi separatisme dan terorisme karena membawa spanduk slogan bertuliskan "Bebaskan Hong Kong, Revolusi Zaman Kita".

Pria tersebut menjadi disebut-sebut menjadi korban pertama dari pemberlakuan UU keamanan nasional Hong Kong oleh China.

Melansir Reuters, polisi mengatakan pria berusia 23 tahun tersebut didakwa karena menabrak beberapa petugas menggunakan motor dalam protes pada Rabu (1/7). Di mana ia juga membawa spanduk dengan slogan tersebut.


Dari video yang beredar, pria tersebut terlihat menabrakan motornya kepada petugas di jalanan yang sempit sebelum akhirnya jatuh dan ditangkap.

Namun, dalam dokumen pengadilan yang dirilis pada Jumat (3/7), pria tersebut mendapatkan dakwaan separatisme dan terorisme sesuai dengan UU keamanan nasional yang baru diberlakukan pada Selasa malam (30/6).

Sehari sebelumnya, Kamis (2/7), pemerintah juga telah mengklasifikasikan slogan "Bebaskan Hong Kong, Revolusi Zaman Kita" sebagai konotasi dari separatisme dan subversi.

Protes pada Rabu sendiri merupakan peringatan 23 tahun kembalinya Hong Kong ke China. Dalam protes tersebut, polisi menangkap setidaknya 370 orang, dengan 10 di antaranya terlibat dalam pelanggaran UU baru.

Tidak ada protes pada Kamis dan Jumat. Demosisto, kelompok pro-demokrasi yang dipimpin oleh aktivis Hong Kong, Joshua Wong, bubar beberapa jam setelah UU disahkan. Sementara anggota kelompok terkemuka lainnya, Nathan Law meninggalkan Hong Kong.

Berdasarkan UU keamanan nasional, China akan menindak kejahatan nasional seperti subversi, separatisme, terorisme, dan campur tangan asing. UU tersebut dianggap akan memicu penindasan kebebasan berekspresi warga.

Amerika Serikat, Inggris, Australia, dan beberapa pihak lainnya juga telah mengecam UU tersebut yang juga diyakini mengikis kebijakan "satu negara, dua sistem".

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Investigasi Kecelakaan Jeju Air Mandek, Keluarga Korban Geram ? ?

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:52

Legislator Nasdem Dukung Pengembalian Dana Korupsi untuk Kesejahteraan Rakyat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:43

Ledakan Masjid di Suriah Tuai Kecaman PBB

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:32

Presiden Partai Buruh: Tidak Mungkin Biaya Hidup Jakarta Lebih Rendah dari Karawang

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:13

Dunia Usaha Diharapkan Terapkan Upah Sesuai Produktivitas

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:26

Rehabilitasi Hutan: Strategi Mitigasi Bencana di Sumatera dan Wilayah Lain

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:07

Pergub dan Perda APBD DKI 2026 Disahkan, Ini Alokasinya

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:52

Gebrakan Sony-Honda: Ciptakan Mobil untuk Main PlayStation

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:24

Kebijakan Purbaya Tak Jauh Beda dengan Sri Mulyani, Reshuffle Menkeu Hanya Ganti Figur

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:07

PAN Dorong Perlindungan dan Kesejahteraan Tenaga Administratif Sekolah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 13:41

Selengkapnya