Berita

Masjid Al-Aqsa di Yerusalem/Net

Muhammad Najib

Apa Arti Aneksasi Wilayah Tepi Barat Palestina Oleh Israel?

RABU, 10 JUNI 2020 | 11:58 WIB | OLEH: DR. MUHAMMAD NAJIB

"WHAT would Israel annexing the West Bank mean?", demikianlah judul tulisan yang dibuat seorang kolumnis bernama Oliver Holmes yang tinggal di Yerusalim di The Guardian sebuah harian yang terbit di Inggris.

Dalam tulisannya Oliver Holmes mempertanyakan motifasi sebenarnya dari Perdana Mentri Benjamin Netanyahu menganeksasi sekitar sepertiga wilayah Palestina di Tepi Barat.

Menurut Holmes secara de facto wilayah yang berada di sepanjang perbatasan Palestina dengan Kerajaan Jordania ditambah sejumlah pemukiman Yahudi ini sudah dikuasai dan dikendalikan Israel.


Karena itu, bukan mustahil apa yang dilakukan Bibi panggilan akrab Netanyahu sebagai bagian dari kampanye untuk mendukung Donald Trump yang akan maju kembali sebagai calon Presiden Amerika, dalam pemilu yang akan diselenggarakan pada akhir tahun ini. Jadi isu aneksasi yang dilakukan Bibi tidak lain sebagai bentuk balas budi kepada Trump yang mendukungnya dalam pemilu lalu di Israel.

Kemungkinan lainnya adalah apa yang dilakukan Bibi kali ini, sebagai cara untuk memenuhi janji-janji politiknya saat kampanye untuk mendapat dukungan dari kelompok-kelompok politik Kanan Yahudi garis keras.

Netanyahu tentu menyadari kalau pada akhirnya ternyata rencana ini tidak bisa direalisasikan. Akan tetapi ia bisa berargumen bahwa tidak terealisasikannya rencana tersebut bukan karena ia memgingkari janji politiknya, akan tetapi karena mendapat tantangan besar baik dari luar negri maupun dari dalam negrinya sendiri.

Oliver Thomas berpendapat jika Netanyahu serius, maka rencananya ini justru membahayakan masa depan Israel sendiri. Karena menganeksasi wilayah Palestina tentu juga termasuk penduduk yang berada di dalamnya.

Kebijakan Israel di wilayah Tepi Barat selama ini, memberikan kewarganegaraan kepada penduduk yang beragama Yahudi, dan tidak memberikannya kepada mereka yang beragama Islam dan Nasrani.

Dengan kata lain, aneksasi bisa menjadi deklarasi dipraktikannya kebijakan apharteid di negara berbendera Bintang David ini. Padahal isu apartheid merupakan isu diskriminatif yang sangat sensitif dan ditentang oleh masyarakat global.

Lain yang difikirkan warga Yahudi Israel, lain pula yang difikirkan para pemimpin negara-negara Arab yang besar dan kuat. Untuk kepentingan jangka pendek terkait persoalan mempertahankan kekuasaan dalam pertarungan politik domestik, mereka bermain mata dan memberikan jalan kepada Israel dan Amerika demi mendapat dukungan politik dari keduanya.

Hal ini terlihat bukan saja tidak ada pembelaan dan tidak ada langkah nyata membantu Palestina yang dibiarkan bejuang sendirian menghadapi tekanan politik gabungan Tel Aviv -Washington yang mengancam masa depannya.

Para pemimpin Arab ini seakan tidak tahu atau lupa ketika tokoh Zionis Theodore Hetzel mencanangkan negara Israel yang diimpikannya terbentang mulai sungai Nil di Mesir sampai Sungai Eufrat di Irak, yang dalam Bahasa Ibrani disebut antara Yudea dan Samaria.

Hal ini terlihat dari bendera Israel yang bergambar bintang David sebagai simbol negara Israel, yang diapit dua garis lurus di bagian atas dan bawahnya sebagai simbol batas negara Israel yang dicita-citakan. Bendera ini diputuskan dalam Kongres tokoh-tokoh Yahudi internasional ke-2 yang diselenggarakan pada 1898 di Swiss.

Hal ini diperkuat oleh deklarasi yang dilakukan oleh Rabbi Fischmann dalam kapasitasnya sebagai anggota agen Yahudi untuk Palestina, saat memberi testimoni di PBB pada 9 Juli 1947.

Dalam bukunya, A Place Among The Nations, Benjamin Netanyahu menulis bahwa hak Yahudi atas sebuah negara membentang keluar tanah historis Palestina, yang ia sebut Israel. Netanyahu mengungkapkan  keyakinannya bahwa Israel Raya (Greater Israel) mencakup banyak wilayah Arab dengan mengatakan: "Yordania, contohnya, adalah bagian dari tanah-tanah Israel Raya".

Jadi wilayah yang diinginkan Israel bukan saja seluruh wilayah Palestina, akan tetapi wilayah luas yang membentang dari bagian Timur Mesir sampai bagian Barat Irak, yang meliputi wilayah Suriah, Lebanon, dan Yordania, serta Saudi Arabia bagian Utara dan Turki bagian Selatan.

Karena itu, apa yang dilakukan sejumlah pemimpin negara-negara Arab pada hakekatnya membantu Israel menelan negara-negara mereka secara bertahap dan sistematis dalam jangka panjang. Wallahua'lam.

Penulis adalah pengamat politik Islam dan demokrasi.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya