Kebijakan New Normal, menurut Bambang Istianto, harus diikuti dengan penjelasan yang paripurna agar tidak ada salah pengertian di masyarakat/Net
Kebijakan New Normal atau Adaptasi Keadaan Baru (AKB) berpotensi mengalami kegagalan dan memicu lonjakan kasus virus corona baru (Covid-19) jika tak disertai upaya sungguh-sunguh untuk segera meningkatkan kedisiplinan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan di tempat-tempat umum. Mengingat tingkat kesadaran masyarakat saat ini masih sangat rendah.
Demikian diungkapkan Direktur Eksekutif Center of Public Policy Studies (CPPS), Bambang Istianto, kepada Kantor Berita RMOLJabar, Sabtu (30/5).
“Wajar jika sejumlah elemen masyarakat mengingatkan pemerintah agar menerapkan kebijakan program
New Normal dipersiapkan dengan matang. Karena banyak kalangan menilai selama penerapan PSBB, ketaatan dan kedisiplinan masyarakat terhadap protokol kesehatan seperti menggunakan masker,
social distancing, physical distancing, serta penggunaan hand sanitazier tergolong rendah,†katanya.
“Jangan sampai hanya mengejar target memperbaiki kondisi ekonomi. Saat ini belum memungkinkan diterapkan
New Normal, jika dipaksakan akan kontra produktif," lanjutnya.
Menurut Bambang,
New Normal adalah konsep baru sehingga perlu komunikasi publik yang paripurna untuk membuatnya dipahami dan tidak disalahartikan masyarakat.
“Kami meminta pemerintah ikut manfaatkan public speaker yang andal, misal para tokoh berpengaruh dan ulama di semua lapisan masyarakat, supaya tidak terjadi mispersepsi tentang
New Normal," tuturnya.
Jika tidak, lanjut Bambang, alih-alih terwujudnya tatanan kehidupan baru, kebijakan tersebut malah bisa jadi malapetaka baru dan memicu kekisruhan di masyarakat.
“Pemerintah harus mempersiapkan secara mantang seluruh elemen dan variabel yang mendukung keberhasilan
New Normal sesuai target yang ingin dicapai yaitu terjaminnya kesehatan masyarakat dan bangkitnya ekonomi nasional,†demikian Bambang Istianto.