Berita

Pakar hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar/Net

Politik

Pakar: Vonis Ringan Pada Saeful Bahri Jadi Indikator Semangat Pemberantasan Korupsi Melemah

JUMAT, 29 MEI 2020 | 12:16 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Kader PDIP, Saeful Bahri telah divonis 1 tahun 8 bulan dan denda Rp 150 juta subsider 4 bulan penjara setelah dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindakan pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut.

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan bahwa Saeful terbukti secara hukum memberikan suap kepada pejabat negara, yakni kepada Wahyu Setiawan selaku Komisioner KPU RI.

Melihat putusan tersebut, pakar hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai vonis itu sebuah indikator melemahnya semangat dalam pemberantasan tipikor di Indonesia.

"Vonis ini menjadi indikator akan melemahnya semangat dan komitnen pemberantasan korupsi secara sistemik dimulai dengan perubahan UU KPK menjadi UU 19/2019, ternyata tidak hanya diderita oleh KPK secara institusional, tapi juga menular seperti wabah Covid-19 ke dunia peradilannya," ucap Abdul Fickar Hadjar kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (29/5).

Abdul Fickar pun heran atas peradilan pidana Indonesia yang dinilai kadang-kadang tidak rasional karena menghukum hanya berdasarkan hakim semata. yang dikaitkan dengan UU.

"Artinya hakim hanya menerapkan teks dan hanya menjadi corong UU, sehingga hukuman yang dijatuhkan pada kriminal politik sangat-sangat ringan, padahal pada locus delicti korupsi politik inilah yang menyebabkan korupsi terus berkembang, beregenerasi dan tidak akan pernah selesai sampai kapanpun," terang Abdul Fickar.

Seharusnya, kata Abdul Fickar, hakim dalam menjatuhkan hukuman kepada perbuatan tipikor politik dilandasi pada kesadaran dan komitmen terhadap pemberantasan korupsi. Sehingga tidak sekadar menerapkan teks, tapi juga konteks sosiologis dan akibat kriminal yang meluas, akibat penghinaan kekuasaan.

“Karena itu tidak mengherankan tetap terpeliharanya nilai, modus dan "budaya" ketika seseorg menginginkan kekuasaan sekalipun secara legal tetap akan menghalalkan segala cara dan ini menjadi sumber korupsi," pungkas Abdul Fickar.

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Telkom Buka Suara Soal Tagihan ‘Telepon Tidur’ Rp9 Triliun Pertahun

Kamis, 25 April 2024 | 21:18

UPDATE

Misi Dagang ke Maroko Catatkan Transaksi Potensial Rp276 Miliar

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:51

Zita Anjani Bagi-bagi #KopiuntukPalestina di CFD Jakarta

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:41

Bapanas: Perlu Mental Berdikari agar Produk Dalam Negeri Dapat Ditingkatkan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:33

Sadiq Khan dari Partai Buruh Terpilih Kembali Jadi Walikota London

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:22

Studi Privat Dua Hari di Taipei, Perdalam Teknologi Kecantikan Terbaru

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:14

Kekuasaan Terlalu Besar Cenderung Disalahgunakan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:09

Demi Demokrasi Sehat, PKS Jangan Gabung Prabowo-Gibran

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:04

Demonstran Pro-Palestina Lakukan Protes di Acara Wisuda Universitas Michigan

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:57

Presidential Club Patut Diapresiasi

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:37

PKS Tertarik Bedah Ide Prabowo Bentuk Klub Presiden

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:11

Selengkapnya