Check point PSBB di Kalimalang, perbatasan Jakarta dan Bekasi/RMOL
Fakta serta data perkembangan kasus positif virus corona baru atau Covid-19 menunjukan hal yang bertolak belakang dari sikap pemerintah yang mulai melonggarkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Berdasarkan data per Kamis (21/5) kemarin, kasus terkonfirmasi positif Covid-19 bertambah 973 orang, atau nyaris tembus ke angka seribu orang.
Data ini menegasikan sejumlah kebijakan yang telah dan akan dikeluarkan pemerintah terkait pelonggaran PSBB.
Misalnya, membuka akses transportasi publik, mengizinkan masyarakat umur 45 tahun ke bawah beraktivitas di luar rumah, serta skenario pelonggaran PSBB yang rencananya akan dimulai pada bulan depan.
Lantas dari fakta dan data tersebut, apakah pemerintah khususnya Presiden Joko Widodo masih punya hati untuk menjaga keselamatan masyarakat dari bahaya Covid-19?Menurut pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin, apa yang sudah dikerjakan Jokowi terkait penanganan corona masih jauh dari harapan masyarakat.
"Dari awal kebijakannya maju mundur, saling bertabrakan, tumpah tindih dan ujungnya membuat rakyat bingung. Dan bisa membuat rakyat tak percaya lagi pada pemerintah," ucap Ujang saat dihubungi
Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (22/5).
Jika melihat perkembangan data corona yang hampir mencapai seribu orang terinfeksi dalam sehari, Ujang menilai penanganan corona belum tuntas. Hal itu sekaligus mengindikasikan bahwa pemerintah belum bisa menangani virus asal Wuhan, China itu.
"Pemerintah membuat aturan yang aneh-aneh, maka tak heran jika akan semakin banyak lagi rakyat yang tertular," tutur Ujang.
Untuk itu, Ujang berpendapat bahwa PSBB tidak seharusnya dilonggarkan. Karena menurutnya, pelonggaran PSBB tanpa persiapan dan fatkta yang mendukung bakal merugikan masyarakat.
"Pelonggaran PSBB ini kan pemerintah ingin rakyat mengurus dirinya sendiri. Rakyat disuruh berdamai dengan Corona. Jika rakyatnya tak disiplin? Apa masih peduli?" demikian Ujang Komarudin.