Berita

Mantan Sekjen Partai Rakyat Demokratik (PRD), Petrus Hari Hariyanto/Net

Politik

Aktivis 98: Kala Jokowi Melantik Prabowo, Saat Itulah Isu HAM Hanya Jadi Komoditas Politik

RABU, 20 MEI 2020 | 04:47 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Mantan Danjen Kopassus era kepemimpinan orde baru tahun 1998 telah masuk ke jajaran kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo periode kedua saat ini.

Namun bekas luka dari tragedi Mei 1998 di Jakarta masih terbesit dalam ingatan eks Sekjen Partai Rakyat Demokratik (PRD), Petrus Hari Hariyanto.

Dalam wawancaranya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Petrus menceritakan detik-detik penculikan yang diduga melibatkan Prabowo Subianto dengan Tim Mawarnya.


"Ketika kawan-kawan kami diculik, saya bersama Budiman Soetjatmiko sebagai pimpinan PRD berada di penjara. Saat itu satu demi satu, para pimpinan kolektif di luar penjara (KPP PRD) hilang diculik oleh orang tak dikenal," cerita Petrus, Selasa (19/5).

Puluhan aktivis saat itu dibungkam habis. Dengan cara diculik diam-diam dan diboyong ke penjara, suara kritis mereka pun sirna. Alhasil, pemimpin orde baru saat itu, H. M. Soeharto masih melengang duduk di singgasana kepresidenannya, meski tinggal sesaat.

Tak sedikit aktivis yang diculik saat itu. Petrus menyebutkan, dari PRD ada nama-nama Nezar Patria, Aan Rusdianto, Mugiyanto, Faisol Reza, Herman Hendrawan, Waluyo Jati, Bimo Petrus, Suyat, hingga Widji Thukul.

"Widji Thukul baru kita nyatakan diculik ketika tahun 2000, bulan April. Saat itu kami membentuk tim fakta dan menyimpulkan Thukul diculik. Saat itu aku sudah dibebaskan dari penjara," terang pria kelahiran Ambarawa 1969 ini.

Petrus juga menyebutkan, Andi Arief juga beberapa aktivis di luar PRD seperti Pius Lustrilanang, Desmon J Mahesa, Haruanto Taslam, serta beberapa kader dan simpatisan PDI dan PPP turut diculik.

"Aktivis PRD yang belum dikembalikan dan masih hilang yakni Herman Hendrawan, Bimo Petrus, Suyat, dan Widji Thukul. Sementara yang lain waktu itu dibebaskan seiring kejatuhan Soeharto," bebernya.

Tapi oleh Dewan Kehormatan Perwira dan Mahkamah Militer yang mengadili tim mawar saat itu, Petrus menyebutkan bahwa aksi penculikan aktivis dilakukan oleh Kopassus atas kendali Prabowo Subianto.

"Penculikan itu sendiri terjadi sebelum Sidang Umum MPR 1998 untuk memilih presiden," sebutnya.

Berdasarkan pengalamannya dan cerita kawan-kawan aktivis 98, Petrus membeberkan aksi keji aparat saat menculik. Rata-rata mereka mendapat siksaan berat.

"Selain pemukulan juga disetrum, tidur dibalok es. Bahkan Faisol Reza bercerita selama beberapa hari ia diletakan di ruangan tanpa suara dan cahaya. Sehingga ia kehilangan orientasi waktu," begitulah pria lulusan sastra Undip ini menceritakan.

Hampir di setiap kesempatan, Petrus bersama rekan-rekannya di organisasi Keluarga Besar Rakyat Demokratik (KBRD) Nasional menuntut kejahatan manusia ini.

"Kami selalu menuntut kasus pelanggaran HAM dituntaskan, termasuk kasus penculikan. Jika dalam kampanye Pilpres kita membuka keterlibatan Prabowo, saatnya kini kita menuntut Jokowi untuk menyelesaikannya," tegasnya.

Namun Petrus dan kawan-kawannya pesimis kasus HAM yang terjadi dimasa lalu, termasuk tragedi Mei 1998 dapat diusut tuntas oleh Kepala Negara yang kerap disapa Jokowi.

Pasalnya ia tidak melihat upaya baik pemerintahan untuk menegakkan HAM. Malah Petrus menyakini, sampai akhir pemerintahannya Jokowi tidak akan pernah menyelesaikan kasus pelanggaran HAM. Justru menurutnya, Jokowi menambah daftar panjang pelanggaran HAM di Indonesia, sebagai contohnya kasus Papua.

Khusus pelanggaran HAM 98, Petrus menilai pemerintah akan abai. Apalagi jika melihat masuknya Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan (Menhan). Belum lagi segelintir jenderal lain yang ikut masuk ke dalam kabinetnya.

"Kala Jokowi melantik Prabowo menjadi Menteri Pertahanan, saat itulah terlihat semakin jelas kalau isu HAM hanya menjadi komoditas politik," ungkapnya.

"Mana mungkin kasus penculikan dan pelanggaran HAM lain diselesaikan? Dan Jokowi banyak melibatkan jenderal militer orba dalam pemerintahannya," demikian Petrus Hari Hariyanto.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

UPDATE

Rumah Dinas Kajari Bekasi Disegel KPK, Dijaga Petugas

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:12

Purbaya Dipanggil Prabowo ke Istana, Bahas Apa?

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:10

Dualisme, PB IKA PMII Pimpinan Slamet Ariyadi Banding ke PTTUN

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:48

GREAT Institute: Perluasan Indeks Alfa Harus Jamin UMP 2026 Naik

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:29

Megawati Pastikan Dapur Baguna PDIP Bukan Alat Kampanye Politik

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:24

Relawan BNI Ikut Aksi BUMN Peduli Pulihkan Korban Terdampak Bencana Aceh

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:15

Kontroversi Bantuan Luar Negeri untuk Bencana Banjir Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:58

Uang Ratusan Juta Disita KPK saat OTT Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:52

Jarnas Prabowo-Gibran Dorong Gerakan Umat Bantu Korban Banjir Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:34

Gelora Siap Cetak Pengusaha Baru

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:33

Selengkapnya