Berita

Ketua Setara Institute Hendardi/Net

Hukum

Hendardi: Rancangan Perpres Pelibatan TNI Atasi Aksi Terorisme Merusak Integritas Hukum

SENIN, 11 MEI 2020 | 12:58 WIB | LAPORAN: IDHAM ANHARI

Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) tentang tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme dinilai dapat merusak integritas hukum sekaligus mengancam kebebasan sipil.

Ketua Setara Institute Hendardi menjelaskan bahwa draf RPerpres yang dikirim oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly ke DPR RI, untuk memperoleh persetujuan DPR merupakan mandat pasal 431 ayat 1, 2, dan 3 UU 5/2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

“Pada intinya menyebutkan bahwa tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme merupakan bagian dari operasi militer selain perang, yang detailnya kemudian didelegasikan untuk diatur dalam Perpres,” jelasnya.

Oleh sebab itu, menurut Hendardi sebagai regulasi turunan dari pasal 431, RPerpres tidak boleh melampaui ketentuan yang secara tegas diatur dalam Pasal 431 yang merupakan dasar hukum RPerpres.

Ia menguraikan, jika mengacu kepada pasal 431 UU 5/2018, maka seharusnya disusun oleh pemerintah dalam menerjemahkan mandat delegasi dari norma tersebut adalah menyusun kriteria dan skala ancaman, jenis-jenis terorisme, teritori tindak pidana terorisme, prosedur-prosedur pelibatan, termasuk mekanisme perbantuan terhadap Polri, dan akuntabilitas pelibatan TNI dalam penanganan aksi terorisme.

“Dari draf yang beredar, RPrespres yang disusun pemerintah justru keluar jalur dan melampaui substansi norma pada pasal 431 tersebut,” kata Hendardi.

Dalam RPerpres yang disusun itu, kata Hendardi, pemerintah justru mengukuhkan peran TNI secara permanen dengan memberi tugas TNI memberantas terorisme secara berkelanjutan, dari hulu ke hilir, di luar kerangka criminal justice system, dengan pendekatan operasi teritorial.

“Draf Perpres juga mengikis kewenangan konsultatif DPR dan kewenangan Presiden untuk mengeluarkan Keputusan Presiden terkait pelibatan TNI dalam operasi militer selain perang,” ungkapnya.

Hendardi menyayangkan, cara penyelundupan hukum yang diadopsi dalam RPerpres bisa mengancam supremasi konstitusi, mengikis integritas hukum nasional dan mengancam kebebasan sipil warga.

Di sisi lain, RPerpres juga berpotensi men-sabotase tugas-tugas yang selama ini dijalankan oleh Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) yang merupakan leading sector dalam pencegahan dan pemulihan atau deradikalisasi dan merusak pemberantasan terorisme dalam kerangka sistem peradilan pidana yang selama ini dijalankan oleh Polri.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Ukraina Lancarkan Serangan Drone di Beberapa Wilayah Rusia

Rabu, 01 Mei 2024 | 16:03

Bonus Olimpiade Ditahan, Polisi Prancis Ancam Ganggu Prosesi Estafet Obor

Rabu, 01 Mei 2024 | 16:02

Antisipasi Main Judi Online, HP Prajurit Marinir Disidak Staf Intelijen

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:37

Ikut Aturan Pemerintah, Alibaba akan Dirikan Pusat Data di Vietnam

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:29

KI DKI Ajak Pekerja Manfaatkan Hak Akses Informasi Publik

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:27

Negara Pro Rakyat Harus Hapus Sistem Kontrak dan Outsourcing

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:17

Bandara Solo Berpeluang Kembali Berstatus Internasional

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:09

Polisi New York Terobos Barikade Mahasiswa Pro-Palestina di Universitas Columbia

Rabu, 01 Mei 2024 | 15:02

Taruna Lintas Instansi Ikuti Latsitardarnus 2024 dengan KRI BAC-593

Rabu, 01 Mei 2024 | 14:55

Peta Koalisi Pilpres Diramalkan Tak Awet hingga Pilkada 2024

Rabu, 01 Mei 2024 | 14:50

Selengkapnya