Gedung DPR RI di kawasan Senayan, Jakarta/Net
RUU Haluan Ideologi Pancasila yang diinisiasi DPR RI sangat kontroversial dan sarat muatan penyelundupan ideologi selain Pancasila. Rakyat dan bangsa Indonesia harus waspada. Demikian juga dengan umat Islam.
Penyelundupan ringan dan halus adalah munculnya semangat membangkitkan Pancasila 1 Juni 1945 dengan pemerasan Pancasila dari lima (Pancasila) menjadi tiga (Trisila) dan akhirnya hanya satu (Ekasila) yaitu Gotong Royong. Ini adalah kemunduran ideologis.
Jika ini diangkat kembali, maka umat Islam harus dan akan berjuang lagi untuk menegakkan Pancasila 22 Juni 1945 yakni Pancasila yang pada sila pertama berbunyi "Ketuhanan dengan Kewajiban Menjalankan Syari'at Islam bagi Pemeluk Pemeluknya". Ini merupakan konsekuesi pertarungan Ideologi Pancasila 1 Juni 1945 melawan 22 Juni 1945.
Umat Islam akan sangat siap untuk bertarung mati-matian.
Kompromi dahulu rumusan Pancasila 18 Agustus 1945 akan atau telah dikhianati.
Penyelundupan berat adalah dihapus atau tidak dimasukkannya dalam konsiderans Tap MPRS No XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI), Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunisme/Marxisme Leninisme.
Semangat membuang Tap ini merupakan suatu keanehan nyata sekaligus menimbulkan tanda tanya besar ada indikasi apa?
Tiga substansi yang dikandung dalam Ketetapan tersebut adalah PKI dibubarkan, PKI partai terlarang, dan ajaran Komunisme/Marxisme Leninisme dilarang untuk disebar atau dikembangkan. Bagi bangsa dan rakyat Indonesia ini adalah harga mati.
Mencoba menggugat dipastikan akan berhadapan dengan perlawanan rakyat semesta. Jarum jam sejarah pahit tak boleh diputar atau dibalikkan kembali.
Kini saat pembahasan mendasar soal "Haluan Ideologi Pancasila" sebagai RUU inisiatif DPR RI, dihangatkan dengan adanya upaya nyata penghapusan Tap XXV/1966 tersebut dalam konsiderans RUU.
Sebagai "argumentum a contrario" dari semangat ini adalah PKI tidak dibubarkan, PKI tidak terlarang, dan ajaran Komunis, Marxis Leninis boleh disebar dan dikembangkan.
Hingga tahapan Panitia Kerja (Panja) yang diketuai oleh Rieke Diah Pitaloka, misi ini dinilai sukses.
Sulit untuk membantah akan keberadaan kekuatan ideologis di DPR RI yang berbahaya. Diduga ada keinginan untuk merehabilitasi bahkan mungkin melegalisasi PKI. Jika tak ada kekuatan ideologis ini sebenarnya dengan mudah untuk menerima dan memasukkan Tap MPRS No XXV/MPRS/1966 untuk mengunci agar Pancasila tidak disalaharahkan.
Dikhawatirkan ada keinginan kuat agar PKI itu dinyatakan tidak sebagai organisasi terlarang. Dan yang luar biasa adalah agar ajaran komunisme/marxisme Leninisme boleh dan bebas untuk disebarkan dan dikembangkan.
Sinyalemen akan keberadaan komponen, elemen, eksponen atau sekurang kurangnya idealisme perjuangan PKI ada di DPR RI cukup kuat. Anggota DPR yang anti ideologi PKI harus berjuang keras menggagalkan RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang potensial disimpangkan arah untuk memperalat Pancasila demi kepentingan ideologi musuh Pancasila.
Jika kekuatan politik anti ideologi PKI di DPR lemah atau tidak cukup memadai, maka kekuatan ekstra parlementer mesti bersiap siap untuk memperkuat daya tekan. Andai RUU ini pun lolos begitu saja menjadi UU maka rakyat, bangsa, dan umat Islam layak melakukan perlawanan. Diawali dengan Judicial Review.
Di tengah kekalutan rakyat oleh wabah corona, kemerosotan ekonomi, serta oligarkhi dan otoritarian politik, nampaknya ada "invisible hand" berbulu domba yang mencoba memanfaatkan situasi untuk menancapkan kuku-kuku jahatnya.
Kuku naga raksasa - giant dragon's nails.
M. Rizal FadillahPemerhati politik dan kebangsaan.