Berita

Pakar hukum pidana, Abdul Fickar Hadjar/Net

Hukum

Saeful Bahri Dituntut Ringan, Pakar Hukum: Sangat Ironis Hukum Kita

JUMAT, 08 MEI 2020 | 16:54 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Tuntutan yang ditujukan kepada terdakwa perkara dugaan suap terkait pergantian anggota DPR RI terpilih 2019-2024, Saeful Bahri dinilai terlalu ringan.

Diketahui, Saeful Bahri dituntut 2,6 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 6 bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Tuntutan yang tidak maksimal dalam konteks perkara suap KPU ini justru menggambarkan sesuatu yang ironis. Korupsi yang terjadi di pusat locus korupsi politik dalam hal ini locus rejruitmen politik, justru (hukumannya) tidak maksimal," kata pakar hukum pidana, Abdul Fickar Hadjar kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (8/5).


Tuntutan tersebut juga dinilai menggambarkan upaya pemberantasan korupsi di ranah politik tidak maksimal. Di sisi lain, koordinasi antarpenegak hukum juga sama sekali tidak terlihat baik dalam kasus ini.

Selain itu, kata Abdul Fickar, tuntutan ringan terhadap Saeful Bahri tersebut juga menunjukkan bahwa tidak adanya koordinasi yang baik antara aparat penegak hukum korupsi.

Sebab, sektor penuntut umum seharusnya memberikan hukuman yang maksimal bila semangat pemberantasan korupsi benar-benar dicanangkan seluruh penegak hukum.

Hal ini juga sekaligus menjadi kritikan bahwa selama ini penegak hukum di Indonesia tidak memiliki standar dan visi yang jelas dalam membuat jera para koruptor.

"Jangankan membuat jera koruptor, yang terjadi bahkan berpengaruh terhadap keberanian orang untuk terus melakukan korupsi karena akhirnya korupsi bisa diproyeksi secara matematis berapa anggaran yang bisa dikeruk untuk korupsi, berapa anggaran yang harus dikeluarkan untuk pos-pos dalam proses hukum, sampai dengan menjalani hukuman," tandasnya.


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya