Berita

Sebuah bomber B-1 lepas landas dari Pangkalan Angkatan Udara Dyess, Texas, pada 30 April 2020 untuk ditempatkan di Pangkalan Angkatan Udara Andersen, Guam/CNN

Dunia

Bikin Bingung Musuh, AS Kirim Balik Pesawat Pembom Ke Pasifik

MINGGU, 03 MEI 2020 | 14:02 WIB | LAPORAN: AMELIA FITRIANI

Beberapa pekan lalu, publik dikejutkan oleh langkah Amerika Serikat yang menarik semua bomber alias pesawat pembom dari wilayahnya di Pasifik, Guam. Langkah tersebut adalah kali pertama dalam 16 tahun terakhir di mana tidak ada pesawat pembom Amerika Serikat di Pasifik.

Namun awal Mei ini, Amerika Serikat mengirim balik pesawat pembom jenis B-1 kembali ke Guam.

Pasukan Udara Pasifik Amerika Serikat (PACAF) akhir pekan ini mengumumkan bahwa bahwa empat dari pesawat pembom B-1, yang mampu membawa muatan senjata terbesar di armada Amerika Serikat, telah tiba di Pangkalan Angkatan Udara Andersen di Guam untuk melakukan pelatihan dan misi pencegahan strategis di Wilayah Indo-Pasifik.

Lebih lanjut, pernyataan yang sama menyebut bahwa pesawat-pesawat pembom itu dikirim dari Pangkalan Angkatan Udara Dyess di Texas.

Pengiriman pesawat pembom itu merupakan bagian dari apa yang disebut oleh pihak Angkatan Udara Amerika Serikat sebut sebagai gugus tugas pembomnya. Ini adalah sebuah rencana yang dirancang untuk memindahkan pesawat-pesawat tempur besar ke tempat-tempat di seluruh dunia untuk menunjukkan ketidakpastian operasional.

Rencana ini dirancang untuk membuat musuh Amerika Serikat menebak-nebak tentang di mana dan kapan senjata-senjata Amerika Serikat berada.

Tidak dijelaskan lebih lanjut soal berapa lama pesawat pembom Amerika Serikat akan berada di Guam.

Analis menilai bahwa taktik semacam ini membuat Amerika Serikat semakin sulit ditargetkan.

"Konsistensi dan prediktabilitas penyebaran (Guam) meningkatkan kerentanan operasional yang serius. Seorang perencana di militer China dapat dengan mudah merencanakan cara-cara menghancurkan pembom karena kehadiran mereka yang terkenal," kata peneliti senior pertahanan internasional dengan RAND Corp think tank di Washington, Timothy Heath, seperti dimuat CNN (Minggu, 3/5).

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

UPDATE

Hadiri Halal Bihalal Ansor, Kapolda Jateng Tegaskan Punya Darah NU

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:19

Bursa Bacalon Wali Kota Palembang Diramaikan Pengusaha Cantik

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:04

KPU Medan Tunda Penetapan Calon Terpilih Pileg 2024

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:50

Pensiunan PNS di Lubuklinggau Bingung Statusnya Berubah jadi Warga Negara Malaysia

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:35

Partai KIM di Kota Bogor Kembali Rapatkan Barisan Jelang Pilkada

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:17

PAN Jaring 17 Kandidat Bakal Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bengkulu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:58

Benny Raharjo Tegaskan Golkar Utamakan Kader untuk Pilkada Lamsel

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:41

Pria di Aceh Nekat Langsir 300 Kg Ganja Demi Upah Rp50 Ribu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:21

Alasan Gerindra Pagar Alam Tak Buka Pendaftaran Bacawako

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:57

KPU Tubaba Tegaskan Caleg Terpilih Tidak Dilantik Tanpa Serahkan LHKPN

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:26

Selengkapnya