Berita

Pemakaman Arief Budiman/Repro

Publika

In Memoriam Arief Budiman: Islam dan Berhala Kapitalisme

SABTU, 25 APRIL 2020 | 15:15 WIB

APA esensi Islam? Ramah dan rahmah. Kedua inti ajaran Islam inilah fondasi dari perdamaian dan kesejahteraan. Keduanya merupakan refleksi aktual dari keadilan.

Islam, kata Arief Budiman, adalah agama keadilan. Dan keadilan, menurut Arief, tak akan bisa tercapai di masyarakat kapitalisme.

Bagi Arief, monotheisme harus ditafsirkan dalam konteks sosialisme. Ketika Muhammad menghancurkan berhala-berhala di Ka'bah, ujar sosiolog Harvard ini, hakikatnya sang Rasul tengah menghancurkan kapitalisme. Berhala adalah simbol kapitalisme. Dan itu harus dihancurkan.


Saat Muhamad lahir, Mekah adalah kota kapitalisme. Ekonomi dan sumberdaya Mekah dikuasai kelompok borjuis Abu Jahal, Abu Sufyan, dan networknya. Kehadiran Muhammad yang hendak membela kaum proletar dan melenyapkan kapitalisme, dihajar habis kroni-kroni kapitalis Quraisy.

Muhammad pun tersingkir dari Makkah. Lalu hijrah ke Madinah. Arief Budiman menafsirkan hijrah sebagai keberpihakan Muhammad kepada kaum proletar yang ditindas kelompok borjuis.

Menurut Arief, sepanjang hidupnya, Muhammad berjuang menerapkan sosialisme. Karena, hanya melalui sosialisme keadilan bisa ditegakkan.

Sayangnya, keluh Arief, sepeninggal Muhammad, Islam kembali menjadi agama kapitalis. Fikih transaksional yang berwatak kapitalis menguasai literasi Islam. Segala bentuk ibadah dalam fikih transaksional diukur dengan ancaman dosa dan iming-iming pahala. Dalam bahasa kapitalis, segala aktivitas umat dilandasi -- stick and carrot.

Orang yang salat sunah dan kemudian salat subuh berjamaah, misalnya, dilukiskan dalam fikih kapitalis mendapat pahala seluruh isi dunia. Di sorga dalam lukisan fikih kapitalis, manusia akan mendapat 70 bidadari cantik dengan rumah mewah dan perabotan emas.

Gambaran-gambaran itulah yang membawa Islam makin menjauh dari sosialisme. Selama ribuan tahun berkuasanya kekhalifahan despot Bani Umayah dan Bani Abasiyah, Islam tumbuh menjadi "agama kapitalis yang otoriter". Hampir semua hukum fikih yang berkembang sekarang, misalnya, berbasis kapitalisme dan despotisme, warisan kekhalifahan despot tersebut.

Akibatnya, Islam tak pernah tumbuh menjadi agama sosialis yang berbasis keadilan. Padahal keadilan adalah fondasi Islam. Arief Budiman dalam sebuah wawancara, mengeluh, wacana Islam kini dipenuhi hukum fikih yang transaksional dan kapitalis. Islam telah kehilangan elan vital sosialisme yang berkeadilan seperti pernah diterapkan Muhammad.

Fikih semacam ini, ungkap guru besar sosiologi di Melbourne University Australia ini, hanya mengukuhkan eksistensi kapitalisme. Quran dan sunah Rasul, misalnya, dimanipulasi untuk kepentingan kaum borju yang punya vested interest.

Celakanya, kaum borju inilah yang kini mengeksploitasi Islam. Islam dijadikan agama yang tidak ramah dan rahmah. Islam dijadikan intrumen despot serakah dan haus kuasa. Semuanya untuk memfasilitasi vested interestnya.

Arief Budiman meski seorang Tionghoa mualaf, tapi pandangan keislamannya sangat perspektif dan mencerahkan. Terutama untuk orang-orang yang peduli pada kaum miskin dan tertindas. Keberpihakannya kepada sosialisme berkeadilan, ia tunjukkan dalam kehidupan sehari-hari bersama Bunda Leila, muslimah asal Sumbar. Sederhana, helpful, ramah, antikapitalisme dan antiotoritarianisme.

Semua aktivis prodemokrasi dan antikapitalisme menjadikan Arief sebagai idola. Sepanjang hidupnya Arief menjadi episentrum pemikiran dan gerakan perubahan sosial di Indonesia. Untuk mewujudkan NKRI yang sosialis, adil, dan demokratis.

Selamat jalan Arief Budiman. Allah telah menyiapkan sorga terindah untukmu. Bukan bersama 70 bidadari cantik di sorga kaum kapitalis. Tapi bersama rakyat sederhana, jujur, dan cinta manusia di sorga kaum sosialis.

Syaefudin Simon

Freelance Columnist

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya