Berita

Heri Gunawan/Net

Politik

Hati-hati, Perppu Covid-19 Bisa Dimanfaatkan Penumpang Gelap Dan Menjerumuskan BI

KAMIS, 02 APRIL 2020 | 11:25 WIB | LAPORAN: RUSLAN TAMBAK

Pemerintah diingatkan untuk berhati-hati dalam melaksanakan Perppu 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Selain bisa dimanfaatkan penumpang gelap, regulasi ini juga bisa membahayakan posisi Bank Indonesia (BI).

Demikian disampaikan Anggota Komisi XI DPR RI, Heri Gunawan merespons lahirnya Perppu 1/2020 yang lahir di tengah pandemik virus Corona (Covid-19) tersebut.


"Perppu ini perlu diwaspadai karena pada Pasal 27 ayat 1, 2, dan 3 bisa dimanfaatkan oleh penumpang gelap untuk membobol uang negara tanpa bisa dijerat oleh hukum," kata ketua DPP Partai Gerindra ini, Rabu (2/4).

Heri Gunawan menjelaskan bahwa pada Pasal 27 Ayat 1 Perppu ini dijelaskan bahwa segala uang yang dikeluarkan adalah biaya ekonomi bukan kerugian negara. Kemudian Ayat 2 menyatakan semua pejabat keuangan memiliki kekebalan hukum. Sementara Ayat 3 menyebut semua kebijakan keuangan yang dikeluarkan bukan merupakan obyek gugatan di PTUN.

Perppu ini juga menyiapkan stimulus mencapai Rp. 405,1 triliun. Dari angka itu, Rp. 75 triliun untuk bidang kesehatan, Rp. 110 triliun untuk social safety net, Rp. 70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus KUR, serta Rp. 150 triliun dialokasikan untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional.

Program stimulus pemerintah akan memanfaatkan dana dari Saldo Anggaran Lebih (SAL), dana abadi, dana Badan Layanan Umum (BLU), hingga dana yang berasal dari pengurangan penyertaan modal negara (PMN) pada BUMN.

"Berdasarkan catatan terakhir, SAL yang dimiliki pemerintah mencapai Rp. 160 triliun. Sementara sumber-sumber lain sedang dihitung oleh pemerintah," jelas Wakil Ketua Fraksi Gerindra DPR ini.

Kemudian, tambah legislator kelahiran Sukabumi ini, yang perlu dicermati adalah adanya sumber pendanaan lain yang akan dimanfaatkan pemerintah, yakni meminta BI untuk membeli SBN (Surat Berharga Negara) di pasar perdana. Sejatinya, ketentuan tersebut dilarang oleh UU BI. Namun Berdasarkan Perppu hal tersebut diperbolehkan.

"Aturan yang membolehkan BI bisa membeli SBN di Pasar Primer sejatinya sangat membahayakan. Selama ini BI hanya diperbolehkan membeli SBN di Pasar Sekunder," jelas Wakil Sekretaris Fraksi MPR RI ini.

Heri Gunawan menyebutkan, bisa saja Perppu Covid-19 ini disalahgunakan sebagaimana kasus BLBI saat krisis ekonomi 1997/1998. Saat itu uang BI dikuras untuk menyehatkan perbankan yang katanya mengalami rush tetapi kenyataannya cuma modus dari para pemilik bank untuk mendapatkan dana segar guna menyelamatkan grup usahanya.

Saat ini pun bisa saja modus serupa terulang kembali melalui pembiayaan defisit fiskal dan pembelian obligasi bank-bank swasta atau pemerintah. Oleh karena itu diperlukan aturan yang jelas dan tegas tentang masa berlakunya Perppu tersebut dan tentang status Perppu ini apakah bersifat permanen ataukah untuk darurat Covid-19 saja.

"BI yang selama ini menurut UU BI hanya boleh memberi surat utang di pasar sekunder, ke depan BI akan bisa membeli surat utang pemerintah di pasar primer. Kalau ini diatur Perrpu harus jelas batasannya, karena secara tidak langsung ini telah merubah UU Bi itu sendiri," terang Heri Gunawan.

Dia menambahkan, berdasarkan UU 3/199 tentang Bank Indonesia, Pasal 55 ayat (4) disebutkan bahwa BI dilarang membeli untuk diri sendiri surat-surat utang negara, kecuali di pasar sekunder. Kemudian pada Pasal 55 ayat (5) disebutkan, perbuatan hukum BI membeli surat utang negara untuk diri sendiri tidak di pasar sekunder, dinyatakan batal demi hukum.

"Tentunya batasan dan aturan mainnya harus tegas dan jelas, karena secara tidak langsung Perrpu ini telah merubah UU BI itu sendiri. Apakah ini termasuk dalam kriteria Omnibus Law model baru?" tandas Heri Gunawan.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

UPDATE

Tiga Jaksa di Banten Diberhentikan Usai jadi Tersangka Dugaan Pemerasan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:59

Bakamla Kukuhkan Pengawak HSC 32-05 Tingkatkan Keamanan Maritim

Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:45

Ketum HAPPI: Tata Kelola Sempadan Harus Pantai Kuat dan Berkeadilan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:05

11 Pejabat Baru Pemprov DKI Dituntut Bekerja Cepat

Sabtu, 20 Desember 2025 | 04:51

Koperasi dan Sistem Ekonomi Alternatif

Sabtu, 20 Desember 2025 | 04:24

KN Pulau Dana-323 Bawa 92,2 Ton Bantuan ke Sumatera

Sabtu, 20 Desember 2025 | 03:50

Mutu Pangan SPPG Wongkaditi Barat Jawab Keraguan Publik

Sabtu, 20 Desember 2025 | 03:25

Korban Bencana yang Ogah Tinggal di Huntara Bakal Dikasih Duit Segini

Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:59

Relawan Pertamina Jemput Bola

Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:42

Pramono dan Bang Doel Doakan Persija Kembali Juara

Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:25

Selengkapnya