Berita

Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Anton Tabah Digdoyo/Net

Politik

Anton Tabah: Umat Islam Tuntut Ahok Bukan SARA, Intoleran Radikal, Apalagi Anti-Pancasila

MINGGU, 01 MARET 2020 | 21:41 WIB | LAPORAN: DIKI TRIANTO

Pernyataan Kabareskrim Polri yang menyebut Pilkada 2020 rentan disusupi kelompok antipancasila hingga konflik isu sara disayangkan Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Anton Tabah Digdoyo.

Terlebih pernyataan tersebut banyak yang mengaitkan dengan Pilkada 2017 yang memunculkan aksi 411 dan 212 yang meminta Gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok diadili dalam kasus penistaan agama.

"Siapapun yang menuduh rakyat SARA, intoletans radikal, tidak bhinneka ketika nuntut Ahok diadili dan dipidana dalam kasus penodaan agama adalah ngawur, asal ngomong," kata Anton Tabah saat dihubungi redaksi, Minggu (1/3).

Menurutnya, anggapan tersebut sama saja tak paham dengan hukum yang diterapkan kepada Ahok. Ahok, kata Anton Tabah, jelas-jelas terbukti menodai agama dengan diterapkannya Pasal 156a KUHP.

Hal lain yang mendasari tudingan intoleransi dalam kasus Ahok, menurut Anton Tabah, yakni pihak-pihak tersebut tak paham dengan agama.

"Hina Allah, Alquran atau Nabi itu kejahatan sangat serius, kalau kita diam, divonis kafir sama Allah. Hal itu juga sama saja membela rezim secara membabi buta sehingga abaikan hukum, UU, dan agama,"tegasnya.

Mengenai aksi 411 dan 212, ia berpandangan aksi yang diikuti jutaan umat Islam itu murni sebagai respons publik mengenai hukum yang dijalankan kepada Ahok.

Dijelaskan, aksi 212 terjadi karena Ahok sudah ditetapkan sebagai tersangka namun tak kunjung ditahan dan tak dinonaktifkan dari jabatannya.

"Lalu sidang divonis ringan, cuma dua tahun. Padahal fatwa MA untuk pelaku penodaan agama dengan klasifikasi berat harus dihukum maksimal dari ancaman hukumannya," lnjut Anton Tabah.

"Lihat Ahok. Sudah dihukum ringan tidak dipenjara di lapas cuma disamakan status tahanan, yaitu di Rutan Brimob konon dengan fasilitas khusus?" tanyanya.

Aksi tersebut juga disaksikan dunia lantaran diikuti jutaan massa namun berlangsung dengan tertib.

"Demo massa terbesar dalam sejarah manusia tetapi tetap rapi, tertib, indah dan bersih. Mereka masuk Islam. Semoga fakta-fakta ini jadi wawasan pejabat-pejabat Indonesia sehingga tidak menuduh umat Islam radikal, SARA, dan intoleran," pungkas mantan petinggi Polri tersebut.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

UPDATE

Hadiri Halal Bihalal Ansor, Kapolda Jateng Tegaskan Punya Darah NU

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:19

Bursa Bacalon Wali Kota Palembang Diramaikan Pengusaha Cantik

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:04

KPU Medan Tunda Penetapan Calon Terpilih Pileg 2024

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:50

Pensiunan PNS di Lubuklinggau Bingung Statusnya Berubah jadi Warga Negara Malaysia

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:35

Partai KIM di Kota Bogor Kembali Rapatkan Barisan Jelang Pilkada

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:17

PAN Jaring 17 Kandidat Bakal Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bengkulu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:58

Benny Raharjo Tegaskan Golkar Utamakan Kader untuk Pilkada Lamsel

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:41

Pria di Aceh Nekat Langsir 300 Kg Ganja Demi Upah Rp50 Ribu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:21

Alasan Gerindra Pagar Alam Tak Buka Pendaftaran Bacawako

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:57

KPU Tubaba Tegaskan Caleg Terpilih Tidak Dilantik Tanpa Serahkan LHKPN

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:26

Selengkapnya