PERADABAN, dimanapun dan dalam kurun waktu tertentu menghadapi beberapa problem utama atas keberlangsungannya yaitu : bencana alam katastropik, bencana epidemi wabah penyakit, perubahan iklim dan perang.
Para ahli Biologi menyebut telah terjadi lima kali kepunahan massal. Terakhir disebut saat meteroid menghantam bumi, memusnahkan populasi hewan. Tidak eksplisit disebut makhluk lain selain hewan.
Istilah yang dipilih adalah kepunahan massal, bukan punahnya peradaban. Karena Peradaban menggambarkan interaksi dan kemajuan manusia.
Dalam perkembangan kemudian, letusan Toba 70 ribu tahun lalu dianggap sebagai peristiwa katastropik yang menimbulkan kemusnahan peradaban. Mulai ada pengakuan bahwa sudah ada makhluk berakal dan bertuhan sebelum Toba meletus.
Pertanyaannya kemudian, berapa populasi manusia yang pernah ada hingga sekarang? Menurut perkiraan World Population Growth History, sampai saat ini, sebanyak 110 milyar manusia pernah lahir dan hidup di muka bumi. Dari jumlah itu sekitar 7 milyar penduduk dunia adalah kita yang masih hidup saat ini.
Salah satu metode menghitung populasi adalah sensus penduduk. Adalah Negara Inggris pertama kali sensus tahun 1086, USA tahun 1790, Belanda tahun 1795, India tahun 1860, Mesir tahun 1882, Jerman tahun 1895, China tahun 1913.
Sebagai sebuah Negara, Indonesia pertama kali melakukan sensus di tahun 1961. Jumlah penduduknya mencapai 90 juta. Namun, di tahun 1815 pernah ada Sensus Penduduk pertama di Jawa di era Thomas Stamford Raffles. Kemudian Sensus Penduduk yang diadakan tahun 1920 (terbatas di pulau Jawa), dan tahun 1930 (seluruh Hindia Belanda).
Tahun 1930 total penduduk 60,7jt. Sementara khusus di Jawa, populasinya tahun 1905 sebanyak 30,098,008. Tahun 1900 berjumlah 28,746,688; tahun 1890 berjumlah 23,912,564; dan tahun 1880 populasinya 19,794,505. Sementara populasi di Sumatera tahun 1900 berjumlah 3,168,312 jiwa.
Berdasarkan populasi di atas, muncul dua pertanyaan penting: pertama, ada kenaikan jumlah penduduk yang besar, terutama di Jawa awal abad 19 sampai Indonesia Merdeka tahun 1945.
Kedua, dari jumlah penduduk tersebut menimbulkan pertanyaan besar, apakah benar ada kerajaan maha besar seperti Majapahit (Abad 13) dan Sriwijaya (Abad ke 7) ? Karena, andai dihitung ke belakang, maka pada awal kebangkitan Majapahit, jumlah populasinya mungkin kurang dari 5 ribu orang, apalagi kalau masuk era Sriwijaya.
Kalau mengikuti garis perkembangan sejarah linier dan Teori Evolusi, maka bisa jadi manusia yang hidup berburu, di goa-goa, tidak kenal peradaban justru terjadi di Abad 14 M dan 15 M. Apalagi di Sumatera, Abad 17 dipastikan tidak ada peradaban jika dengan alur linier.
Itulah mengapa muncul hipotesa, bahwa tidak menutup kemungkinan ada peristiwa alam hebat yang belum teridentifikasi sebelum masuknya kolonialisme ke Indonesia. Baik yang sifatnya katastropik lokal ataupun global dalam bentuk bencana, penyakit.
Meski bisa saja penghancuran peradaban melalui perang, bisa menjadi hipotesa berikutnya. Letusan Tambora yang mempengaruhi Eropa patut dicurigai juga penyebab terpukulnya peradaban, tetapi hipotesa itu batal, karena Borobudur dan Trowulan ditemukan tak lama setelah Rafles datang ke Indonesia yang hampir bersamaan dengan peristiwa letusan Tambora.
Cerita megathrust Siberut, Mentawai dan kemungkinan letusan Krakatau sebelum 1883 sebagai lokal atau bahkan global katastropik serta sumber-sumber bencana lainnya, masih terus diteliti untuk pembuktian. Menyusun periodeisasi bencana dan merangkai peradaban adalah dua hal yang tak bisa saling meninggalkan.
Penulis: Andi Arief
Staf Khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Bidang Bantuan Sosial dan Bencana