Berita

Ilustrasi/Net

Publika

Membodohi Rakyat

RABU, 26 FEBRUARI 2020 | 13:43 WIB

KATANYA rakyat berdaulat dan menjadi penentu kebijakan negara. Maklum negara demokrasi. Akan tetapi praktIknya justru sering bertolak belakang.

Rakyat tidak dihormati, dijerat, bahkan selalu dibohongi. Dianggap bodoh dan tidak tahu apa-apa. Kasus-kasus politik atau hukum sering menjadi sarana pembodohan tersebut. Hal ini terindikasi dari keanehan-keanehan yang terjadi.

Pertama, BLBI dan Century yang buram. Sementara para perampok uang negara masih bisa melambai-lambaikan tangan mengejek aparat, pejabat, dan rakyat.


Kedua, kasus sebelum, saat, dan setelah pemilu di mana ratusan orang tewas tanpa pengusutan dan kejelasan. Baik sebab dan tindakan, apalagi sanksi hukum.

Ketiga, kasus berkepanjangan dan puncaknya penangkapan dua polisi aktif penyiram air keras ke muka Novel Baswedan. Sudah berapa waktu tak jelas tahapan proses hukumnya. Ruang pengadilan masih kosong.

Keempat, sangat mencolok pelaku penusukan Menko Polhukam saat itu, Wiranto. Pelaku pasangan "celana cingkrang" dan "cadar" yang tertangkap tangan, kini hilang tak diketahui rimbanya.

Kelima, politikus PDIP Harun Masiku yang bukan orang "asing" ternyata bisa sembunyi, disembunyikan, atau dihilangkan di depan jutaan mata yang memperhatikan. Masiku yang hebat atau kita yang dibodohi.

Kasus-kasus di atas sekadar contoh saja bahwa daulat rakyat dan daulat hukum masih menjadi fatamorgana. Daulat penentu politik jauh lebih nyata dan berkuasa. Sangat mampu merekayasa.

Perekayasa hebatnya bermantel Pancasila. Rakyat yang dibodohi diberi predikat radikal dan sejenisnya. Dimusuhi dan dianggap tidak faham akan ideologi negara. Harus segera dibuat proyek pembinaan dengan segala metode dari penataran hingga permainan, termasuk nyanyi dan tari ber-TikTok.

Ketika rakyat yang ingin kaya disarankan "cari racun kalajengking", ketika Menteri berujar saat harga beras naik "jangan banyak makan dan diet". Ketika pula ditemukan cacing dalam ikan makarel, Menkes bilang "cacing aman mengandung protein", atau ketika harga cabai meroket rakyat disuruh menanam cabai sendiri "tak usah beli di pasar". Maka apakah ketika rakyat merasa dibodohi atas berbagai peristiwa yang terjadi maka harus dinyatakan kepadanya "ya jangan mau jadi rakyat" ?

Memang rakyat itu gudangnya salah. Yang pintar dan selalu benar adalah yang "bukan rakyat".

Bapak pejabat, anda super sekali.
M Rizal Fadillah

Pemerhati Politik

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

UPDATE

Laksdya Erwin Tinjau Distribusi Bantuan di Aceh Tamiang

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:55

Jembatan Merah Putih

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:40

Kongres Perempuan 1928 Landasan Spirit Menuju Keadilan Gender

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:13

Menko AHY Lepas Bantuan Kemanusiaan Lewat KRI Semarang-594

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:55

Membeli Damai dan Menjual Perang

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:32

Komdigi Gandeng TNI Pulihkan Infrastruktur Komunikasi di Aceh

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:08

Rocky Gerung: Kita Minta Presiden Prabowo Menjadi Leader, Bukan Dealer

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:45

DPRD Minta Pemkot Bogor Komitmen Tingkatkan Mutu Pendidikan

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:27

Kebijakan Mualem Pakai Hati Nurani Banjir Pujian Warganet

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:09

Pemilihan Kepala Daerah Lewat DPRD Bikin Pemerintahan Stabil

Selasa, 23 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya