Berita

Bonus demografi juga bisa jadi bencana jika gagal dimanfaatkan dengan maksimal/Istimewa

Politik

Bonus Demografi Bisa Menjadi Beban, Jika Gagal Ciptakan Generasi Berkualitas

MINGGU, 16 FEBRUARI 2020 | 00:13 WIB | LAPORAN: AGUS DWI

Bonus demografi tak hanya akan memberi keuntungan, tapi juga sekaligus bisa jadi bencana. Karena itu, pemerintah dituntut untuk bisa memaksimalkan bonus demografi ini menjadi sebuah 'mesin' yang mampu membangkitkan ekonomi bangsa.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE Indonesia), Muhammad Faisal, mengatakan puncak bonus demografi akan terjadi pada 2030-2035. Pada saat itu jumlah kolompok usia produktif (15-64 tahun) jauh melebihi kolompok usia tidak produktif (di bawah 15 tahun dan 65 tahun ke atas).

Dengan demikian, menurut Faisal, kelompok usia paling muda kian sedikit. Begitu pula dengan kolompok usia paling tua.


"Bonus demografi tercermin dari angka rasio ketergantungan (dependency ratio), yaitu rasio antara kolompok usia yang tidak produktif dengan yang produktif. Pada 2030, rasio ketergantungan Indonesia akan mencapai angka 44 persen," ucap Faisal saat berbicara dalam diskusi bertajuk "Peran Pemuda Sebagai Tulang Punggung Pemanfatan Bonus Demografi, Tantangan dan Peluang Ekonomi dalam Menyongsong Indonesia Emas Pada 2045" di kantor PGK, Jakarta Selatan, Sabtu (15/2).

"Artinya rasio kolompok usia produktif vs tidak produktif mencapai lebih dari 2 kali, yaitu 100 orang usia produktif menanggung 44 orang yang tidak produktif," imbuh Faisal.

Menurut Faisal, kolompok usia produktif merupakan mesin pendorong pertumbuhan ekonomi. Artinya, peluang paling besar untuk mencapai pertumbuhan ekonomi paling tinggi ada pada masa bonus demografi.

"Negara-negara maju seperti Jepang, Kanada, atau negara-negara Skandanavia tak lagi produkti karena kolompok usia produktif terus menyusut," terang dia.

Karena itu, Faisal berharap Indonesia harus memanfaatkan kesempatan emas demografi 2030-2035 ini. Sebab, semakin kecil angka dependency ratio semakin besar proporsi usia produktif dan semakin tinggi produktivitas ekonomi.

"Bonus demografi periode ini lebih berkualitas karena lebih banyak tenaga terlatih dengan asumsi tingkat pendidikan harus lebih tinggi," lanjut Faisal.

Disebutkan Faisal, bonus demografi dapat dijadikan upaya menuju negara berpenghasilan tinggi di tengah pertumbuhan ekonomi yang tertahan relatif stagnan dalam 17 tahun terakhir ini. Terutama pada angka 5 persen dalam lima tahun terakhir dan peningkatan PDB per kapita yang sangat lamban.

"Lalu siapa kolompok usia produktif yang akan paling berperan pada saat puncak bonus demografi di tahun 2030-2035? Mereka adalah anak-anak yang saat ini berumur belasan tahun dan generasi milenial muda," kata Faisal.

Menurut Faisal, kalau saat ini berusia 15 tahun, maka pada saat puncak bonus demografi terjadi usia mereka sekitar 30 tahun. Mereka sedang aktif-aktifnya bekerja dan berkarya untuk bangsa.

"Anak-anak neo milenial harus dipersiapkan sebaik mungkin agar saat waktunya tiba di tahun 2030-2035 mereka telah menjadi manusia-manusia yang benar-benar berkualitas dan secara maksimal mendorong pertumbuhan ekonomi," harapnya.

"Jika gagal menciptakan generasi berkualitas pada saat puncak bonus demografi, maka bonus demografi bisa menjadi beban. Bukan lagi mesin pendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi," tegas dia.

Adapun, Staf Khusus Presiden Jokowi, Arif Budimanta mengatakan, "Pada 2030, presentase penduduk usia produktif total mencapai lebih dari 68 persen dari total populasi. Angka ini akan jauh lebih besar seperti China dan India. Bahkan dengan negara-negara berpendapatan tinggi sekalipun."

Arif menambahkan, peran penduduk usia produktif dalam perekonomian nasional nantinya sebagai pendorong produktivitas, penyumbang terbesar pajak, dan kontributor konsumsi terbesar

"Indonesia harus bisa memanfaatkan momentum demografi. Gagal mengkapitalisasi "momentum" yang ada, maka bonus demografi hanya akan menjadi bencana," tandas Arif.

Untuk diketahui, peserta diskusi ini adalah aktivis pergerakan, aktivis mahasiswa, BEM, dan pimpinan organisasi kepemudaan. Hadir juga Presiden Pemuda Asia-Afrika, Beni Pramula.  

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Pidato Prabowo buat Roy Suryo: Jangan Lihat ke Belakang

Senin, 08 Desember 2025 | 12:15

UPDATE

BNN-BNPP Awasi Ketat Jalur Tikus Narkoba di Perbatasan

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:09

Perkuat Keharmonisan di Jakarta Lewat Pesona Bhinneka Tunggal Ika

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:01

Ahmad Doli Kurnia Ditunjuk Jadi Plt Ketua Golkar Sumut

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:47

Ibas: Anak Muda Jangan Gengsi Jadi Petani

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:26

Apel Besar Nelayan Cetak Rekor MURI

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:19

KPK Akui OTT di Kalsel, Enam Orang Dicokok

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:12

Pemerintah Didorong Akhiri Politik Upah Murah

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:00

OTT Jaksa oleh KPK, Kejagung: Masih Koordinasi

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:53

Tak Puas Gelar Perkara Khusus, Polisi Tantang Roy Suryo Cs Tempuh Praperadilan

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Menkeu Purbaya Bantah Bantuan Bencana Luar Negeri Dikenakan Pajak

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Selengkapnya