Berita

DPR terima draft RUU Omnibus Law/RMOL

Politik

Banyak Pasal Hilang Di RUU Ciptaker, WALHI: Ini Hal Paling Konyol

JUMAT, 14 FEBRUARI 2020 | 17:41 WIB | LAPORAN: FAISAL ARISTAMA

Ditekennya draft Rancangan Undang Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja melalui Surat Presiden (Surpres) menjadi kritikan tersendiri bagi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia. Beberapa pasal yang menyangkut perlindungan keselamatan masyarakat dan lingkungan hidup pun dihapus.

Manajer Kajian Kebijakan Eksekutif Nasional WALHI, Boy Even Sembiring mencatat, setidaknya ada dua poin krusial yang ditiadakan dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja.

Pertama, direduksinya norma pertanggungjawaban hukum korporasi. Antara lain dengan menghapus unsur 'tidak diperlukannya asas pembuktian kesalahan'.

"Belum lagi ketentuan Pasal 49 UU Kehutanan diubah total," kata Boy Even Sembiring dalam keterangan tertulisnya yang diterima redaksi, Jumat (14/2).

Boy Even mengurai, dalam Pasal 49 UU Kehutan itu disebutkan, tidak ada kewajiban tanggung jawab terhadap kebakaran di areal konsesi. Justru dalam RUU tersebut diubah menjadi sekadar bertanggung jawab untuk melakukan upaya pencegahan dan pengendalian kebakaran.

Padahal, kata Boy Even, sebelumnya pernah ada judicial review yang diajukan dua asosiasi perusahan atau korporasi sekitar tahun 2017 yang meminta penghapusan Pasal 99 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Pasal tersebut bersama Pasal 98 UU PPLH sebetulnya bisa menjerat korporasi pembakar hutan dan lahan.

"Di RUU Cipta Kerja, tidak sekadar Pasal 99 yang dilemahkan, termasuk Pasal 98. Bahkan, ketentuan pidana sangat sulit dioperasikan kepada korporasi karena tidak ada sanksi denda," sesalnya.

Boy Even meneruskan, poin krusial kedua yang tidak kalah penting yakni soal partisipasi publik terkait lingkungan hidup yang dihapuskan.

"Ini adalah hal yang paling konyol," sambungnya.

Atas dasar itu, WALHI menyatakan sikap tegas untuk menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja karena dinilai mengancam lingkungan hidup dan tidak memberikan perlindungan terhadap masyarakat luas.

"Persoalan mendasarnya bukan hanya karena ketiadaan partisipasi publik dan keterbukaan informasi. RUU ini secara substansi dan sejak awal memang untuk melayani kepentingan investasi," pungkasnya.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Bentuk Unit Khusus Pidana Ketenagakerjaan, Lemkapi sebut Kapolri Visioner

Kamis, 02 Mei 2024 | 22:05

KPK Sita Bakal Pabrik Sawit Diduga Milik Bupati Labuhanbatu

Kamis, 02 Mei 2024 | 21:24

Rakor POM TNI-Polri

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:57

Semarak Hari Kartini, Srikandi BUMN Gelar Edukasi Investasi Properti

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:50

KPK Sita Kantor Nasdem Imbas Kasus Bupati Labuhanbatu

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:46

Sesuai UU Otsus, OAP adalah Pribumi Pemilik Pulau Papua

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:33

Danone Indonesia Raih 3 Penghargaan pada Global CSR dan ESG Summit 2024

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:21

Pabrik Narkoba di Bogor Terungkap, Polisi Tetapkan 5 Tersangka

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:15

Ahmed Zaki Harap Bisa Bermitra dengan PKB di Pilgub Jakarta

Kamis, 02 Mei 2024 | 19:50

PP Pemuda Muhammadiyah Gelar Tasyakuran Milad Songsong Indonesia Emas

Kamis, 02 Mei 2024 | 19:36

Selengkapnya