Berita

Presiden Jokowi di Natuna/Net

Politik

Ada Framing China Takut Jokowi, Analis Pertahanan: Sekalian Saja Bikin Kementerian Boneka Jokowi

SABTU, 18 JANUARI 2020 | 05:54 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Presiden Joko Widodo dinilai terlalu berlebihan menyikapi pelanggaran yang dilakukan kapal nelayan China di Laut Natuna Utara.

"Kenapa dalam kasus Natuna saya sempat bilang bahwa Jokowi over acting? Karena dia mesti ke Natuna. Ini cuma urusan kapal nelayan dan dikawal coast guard demi kepentingan nasionalnya China," ucap analis pertahanan dan militer, Connie Rahakundini Bakrie saat diskusi publik bertema Tantangan Geopolitik Indonesia Dalam Perspektif Global dan Kawasan di Kantor DPP Perkumpulan Gerakan Kebangsaan, Pancoran, Jakarta Selatan, Jumat (17/1).

Padahal, kata Connie, kejadian yang sama juga pernah terjadi di Laut China Timur. Namun, Presiden Jepang saat itu tak turun langsung layaknya Jokowi.


"Waktu di Laut China Timur Presiden Jepang enggak turun tuh. Maksud saya, buat apa? (Jokowi ke Natuna)" katanya.

Bahkan belakangan, kehadiran Jokowi ke Natuna digunakan pihak tertentu untuk menggiring opini seakan-akan pemerintah China takut dengan Presiden Jokowi.

"Apalagi media yang mengangkat Jokowi ke sana (seakan menyebut) China kabur. Kalau memang bisa begitu, saya tuntut Kementerian Pertahanan. Kita bikin kementerian boneka Jokowi, berikan gambar Jokowi dan taruh di semua kapal, takut kan China," tegasnya.

"Jadi menurut saya itu ada yang salah dari cara kita melihatnya," sambungnya.

Baginya, persoalan di Natuna Utara terjadi akibat beberapa hal. Salah satunya karena Indonesia bingung cara menyelesaikan persoalan tersebut.

"Ada tiga aspek. Satu, klaim sejarah, dua UNCLOS 1982, dan okupansi dan hak tradisional. Jadi ini (istilahnya) ada yang ngomongin kacamata, ada yang ngomongin buku, ada yang ngomongin pulpen," terangnya.

Selain itu, Connie berharap pemerintah harus berfikir menggunakan pendekatan lain lantaran Indonesia berpatokan pada UNCLOS 1982, sedangkan China berlandaskan history claim.

"Kenapa kita enggak mikir menggunakan elemen historical untuk mempererat komunikasi, kolaborasi, dan juga interaksi antarsesama negara kawasan," jelasnya.

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya