Berita

Gedung MPR/DPR RI/Net

Publika

Yuk Kembali Ke UUD 1945

KAMIS, 26 DESEMBER 2019 | 15:27 WIB

KONDISI perpolitikan kini seperti kehilangan arah. Presiden dengan status dipilih langsung oleh rakyat seperti mendapat mandat besar untuk menentukan arah politik bangsa.

Ia bebas memilih pembantunya baik Menteri maupun Wantimpres hingga sejumlah Asisten atau Staf Khusus. Pun merancang program pemerintahan, memilih kerja sama ekonomi dengan negara yang diinginkannya. Termasuk menyediakan lahan milik negara.

Sementara kontrol DPR menjadi terbatas. Karena DPR adalah representasi Partai Politik yang sebagian besarnya adalah pendukung Presiden itu sendiri. Presiden menjadi lembaga (ter)kuat sebagai konsekuensi dari hasil empat kali amandemen UUD 1945.


Amandemen ketiga dan keempat telah memerosotkan kedudukan MPR dari lembaga tertinggi menjadi lembaga tinggi biasa. Padahal MPR lah yang semestinya membuat arah berbangsa dan bernegara dengan penetapan GBHN nya.

MPR yang menjadi lembaga di mana Presiden bertanggungjawab, karena MPR adalah "penjelmaan dari kedaulatan rakyat" (vertrattungorgan des willens des staatvolkes).

Kini, secara tidak langsung kedaulatan rakyat telah bergeser menjadi kedaulatan Presiden meski "diawasi" oleh DPR.

Penyimpangan menjadi terbuka ketika Presiden dan DPR secara institusional adalah "itu itu juga". Suara anggota bisa dimatikan oleh kepentingan Partai melalui Fraksi. Amandemen telah menempatkan Konstitusi kehilangan kesakralan dan kewibawaan.

MPR yang diisi oleh DPR dan DPD hasil Pemilu dapat tercemar oleh politik pragmatik yang bernuansa kapitalistik. Presiden menjadi "neben" dengan MPR. Ini adalah kesalahan fatal karena amandemen telah mengubah visi atau  pandangan "the founding fathers" dalam berbangsa dan bernegara. Nilai dan norma fundamental UUD 1945 telah dirusak dan dicabik-cabik.

Di samping Preambule yang tidak bisa diubah, semestinya kedudukan MPR itu pun tidak bisa diubah. Ini disebabkan sistem pemerintahan asasi yang dikehendaki sejak awal adalah asas kedaulatan rakyat dalam permusyawaratan/perwakilan. Penjelmaannya ada pada MPR. MPR adalah lembaga tertinggi negara (die gesamte Staatgewalt liegt allein bei der Majelis).

Isi amandemen pertama dan kedua serta ketiga dan keempat selalu berkaitan dengan MPR, kecuali perubahan prinsip Pasal 6 ayat (1) yang secara sembrono mengubah "orang Indonesia asli", merupakan penambahan pasal atau ayat-ayat.

Itu bukan "fundamental norm" melainkan "instrumental norm" yang penempatannya bisa di dalam Ketetapan MPR atau UU organik maupun perundang-undangan lain.

Maknanya adalah kita keliru melakukan amandemen atas UUD 1945 hingga batang tubuh menjadi berantakan seperti sekarang ini. Kita harus kembali kepada UUD 1945 yang otentik.

Penyempurnaan bukan dengan mengubah. Penuangan bisa ditempat perundangan lain apakah Ketetapan MPR atau Undang Undang. MPR harus kembali menjadi lembaga tertinggi negara dan Presiden "untergeordnet" pada MPR. Memosisikan "neben" adalah kekeliruan dan penyimpangan hukum.

Janganlah terus menerus melakukan amandemen yang menyebabkan bias hukum, apakah ini amandemen atau pembentukan UUD baru? Demikian juga dengan seringnya dilakukan amandemen justru menghancurkan semangat dan visi ideal berbangsa dan bernegara dari para pendiri negara. Kita mengkhianati.

Ayo kita kembali ke UUD 1945. "Political renewable" adalah dengan purifikasi, memurnikan konstitusi dan dinamisasi membawa Konstitusi murni ke dalam dinamika kehidupan politik kini dan yang akan datang. UUD 1945 membuka jalan untuk itu.

Majulah bersama UUD 1945. Mari bung rebut kembali.

M Rizal Fadillah

Pemerhati Politik

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

UPDATE

DAMRI dan Mantan Jaksa KPK Berhasil Selamatkan Piutang dari BUMD Bekasi

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:12

Oggy Kosasih Tersangka Baru Korupsi Aluminium Alloy Inalum

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:09

Gotong Royong Penting untuk Bangkitkan Wilayah Terdampak Bencana

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:08

Wamenkum: Restorative Justice Bisa Diterapkan Sejak Penyelidikan hingga Penuntutan

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:04

BNI Siapkan Rp19,51 Triliun Tunai Hadapi Libur Nataru

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:58

Gus Dur Pernah Menangis Melihat Kerusakan Moral PBNU

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:57

Sinergi Lintas Institusi Perkuat Ekosistem Koperasi

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:38

Wamenkum: Pengaturan SKCK dalam KUHP dan KUHAP Baru Tak Halangi Eks Napi Kembali ke Masyarakat

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:33

Baret ICMI Serahkan Starlink ke TNI di Bener Meriah Setelah 15 Jam Tempuh Medan Ekstrim

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:33

Pemerintah Siapkan Paket Diskon Transportasi Nataru

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:31

Selengkapnya