Berita

Rocky Gerung/Net

Publika

Rocky Gerung Dan 'Puber Pancasila'

MINGGU, 08 DESEMBER 2019 | 14:15 WIB

TERUS terang saya prihatin dengan ancaman kriminalisasi terhadap Saudara Rocky Gerung hanya gara-gara kritik kepada Presiden yang disampaikannya di forum ILC (Indonesia Lawyers Club) kemarin. Ancaman itu menunjukkan rendahnya mutu peradaban politik kita.

Kritik terhadap Presiden adalah sesuatu yang biasa dan harus diterima di tengah iklim demokrasi. Begitu juga dengan adu argumentasi, adalah sesuatu yang biasa dalam forum diskusi. Buruk sekali jika setiap perbedaan pendapat di forum diskusi harus dihakimi oleh polisi dan pengadilan.

Pernyataan Rocky di acara ILC, di mana saya turut hadir sebagai salah satu narasumber, berisi kritik, bukan penghinaan. Ketika dia menyatakan ‘Presiden tidak paham Pancasila’, semua orang yang punya kemampuan literasi pastinya paham jika dia sedang beretorika.

Retorika adalah bunga bahasa, seni berbicara. Oleh karenanya sia-sia menghubungkan retorika dengan kamus bahasa, apalagi dengan kitab undang-undang pidana sebagaimana yang hendak dilakukan oleh beberapa orang berpikiran cekak.

Retorika sebenarnya ada untuk meredam konflik. Dan ruang publik politik memang sangat membutuhkan retorika. Bisa dibayangkan bagaimana seandainya semua orang harus berbicara terus terang untuk membela kepentingan dan pikirannya di ruang publik? Mungkin ruang publik kita isinya hanya makian dan sumpah serapah saja.

Tapi, untunglah ada retorika. Ini adalah sejenis peredam untuk memperkecil potensi benturan. Itu sebabnya setiap upaya untuk menyeret retorika ke hadapan pengadilan harus dikecam.

Menganggap Presiden sebagai “simbol negara”, sehingga mengkritiknya dianggap sebagai bentuk penghinaan, jelas anggapan salah kaprah. Konstitusi dan undang-undang kita tak pernah menyebut Presiden sebagai “simbol negara”.

Dalam BAB XV UUD 1945, terutama dalam Pasal 35 hingga 36B, jelas disebutkan yang dimaksud sebagai simbol negara adalah bendera, bahasa, lambang negara, serta lagu kebangsaaan. Soal simbol negara ini diatur lebih lanjut dalam UU No. 24/2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaaan.

Kalau kita baca UU No. 24/2009, di dalam pertimbangannya dinyatakan bahwa bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia merupakan sarana pemersatu, identitas, dan wujud eksistensi bangsa yang menjadi simbol kedaulatan dan kehormatan negara. Karena merupakan simbol negara, maka pidana yang diterapkannya adalah delik biasa, bukan delik aduan. Artinya, aparat bisa langsung menindak penyalahgunaan simbol-simbol negara tadi.

Jadi, sekali lagi, Presiden bukanlah simbol negara. Bagaimana Presiden bisa dianggap simbol negara, jika tiap lima tahun sekali harus diganti?

Pernyataan Rocky mengenai Pancasila juga tak pantas diadukan. Ia memang keliru ketika menyatakan yang tidak bisa diubah hanya bentuk negara, sementara Pancasila bisa diubah melalui amandemen. Padahal, ada dua hal yang tidak bisa diubah melalui amandemen konstitusi, yaitu (1) Pembukaan (Preambule) dan (2) bentuk negara. Sila-sila Pancasila itu adanya di Pembukaan, sehingga kedudukannya tidak bisa diamandemen.

Tapi, apa karena kekeliruan itu Rocky telah menghina Pancasila? Saya kira hanya mereka yang pikirannya sempit, atau baru “puber Pancasila” saja yang mengira demikian. Mereka ini biasanya merasa dirinya paling Pancasilais dibandingkan warga negara yang lain.

Bagi saya, orang-orang yang baru “puber Pancasila” ini jauh lebih pantas dikhawatirkan ketimbang Rocky Gerung. Pancasila adalah alat pemersatu, bukan alat pemecah-belah. Namun, di tangan orang-orang yang baru “puber Pancasila” ini, Pancasila kerap digunakan sebagai senjata untuk menyerang orang-orang atau kelompok yang berbeda pandangan. Ini sebenarnya adalah iklan yang buruk untuk Pancasila.

Ironisnya, selain Rocky, yang biasanya dijadikan obyek serangan adalah kelompok Islam. Saya sebut ironis, karena kalau kita baca lagi sejarah, secara politik Pancasila adalah hadiah terbesar umat Islam bagi bangsa Indonesia. Dari sisi nilai, tidak pernah ada kontradiksi antara ajaran Islam dengan Pancasila. Sehingga, membentur-benturkan Pancasila dengan kelompok keagamaan adalah upaya kontra terhadap persatuan.

Di tengah realitas kebangsaan kita yang pluri dan heterogen, tiap perbedaan mestinya didialogkan, bukan diancam untuk dipidanakan. Dan Pancasila adalah perangkat untuk membangun dialog tadi. Keliru sekali jika perangkat dialog kemudian justru digunakan sebagai senjata untuk menyerang.

Dr. Fadli Zon, M.Sc.
Anggota DPR RI, Jurubicara Rakyat

Populer

KPK Ancam Pidana Dokter RSUD Sidoarjo Barat kalau Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Jumat, 19 April 2024 | 19:58

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Sekda Jabar akan Tindak Pelaku Pungli di Masjid Raya Al Jabbar

Rabu, 17 April 2024 | 03:41

Megawati Bermanuver Menipu Rakyat soal Amicus Curiae

Kamis, 18 April 2024 | 05:35

Diungkap Pj Gubernur, Persoalan di Masjid Al Jabbar Bukan cuma Pungli

Jumat, 19 April 2024 | 05:01

Bey Machmudin: Prioritas Penjabat Adalah Kepentingan Rakyat

Sabtu, 20 April 2024 | 19:53

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

UPDATE

Tidak Balas Dendam, Maroko Sambut Hangat Tim USM Alger di Oujda

Sabtu, 27 April 2024 | 21:50

Move On Pilpres, PDIP Siap Hadapi Pilkada 2024

Sabtu, 27 April 2024 | 21:50

Absen di Acara Halal Bihalal PKS, Pengamat: Sinyal Prabowo Menolak

Sabtu, 27 April 2024 | 21:20

22 Pesawat Tempur dan Drone China Kepung Taiwan Selama Tiga Jam

Sabtu, 27 April 2024 | 21:14

Rusia Kembali Hantam Fasilitas Energi Ukraina

Sabtu, 27 April 2024 | 21:08

TETO Kecam China Usai Ubah Perubahan Rute Penerbangan Sepihak

Sabtu, 27 April 2024 | 20:24

EV Journey Experience Jakarta-Mandalika Melaju Tanpa Hambatan

Sabtu, 27 April 2024 | 20:18

Hubungan PKS dan Prabowo-Gibran, Ini Kata Surya Paloh

Sabtu, 27 April 2024 | 20:18

Gebyar Budaya Bolone Mase Tegal Raya, Wujud Syukur Kemenangan Prabowo-Gibran

Sabtu, 27 April 2024 | 19:28

Menuju Pilkada 2024, Sekjen PDIP Minta Kader Waspadai Pengkhianat

Sabtu, 27 April 2024 | 19:11

Selengkapnya