Berita

Jaya Suprana/Net

Jaya Suprana

Memahami Makna

SABTU, 19 OKTOBER 2019 | 07:31 WIB | OLEH: JAYA SUPRANA

KETUA Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof. Dr. Din Syamsuddin menjelaskan bahwa umat Islam sudah kenyang distigmasasi sebagai tertuduh saat ada isu terorisme. Terlebih akhir-akhir ini isu radikalisme dihembuskan lalu dikaitkan dengan politik identitas berdasarkan diskriminasi SARA terhadap umat Islam.

"Pernyataan tentang adanya kelompok teroris beririsan dengan isu tentang radikalisme yang dihembuskan sementara kalangan". Lebih lanjut, Ketua Dewan Pertimbangan MUI menilai pendekatan politik dengan stigmasisasi radikalisme rawan memecah belah bangsa.

Penanggulangan Terorisme

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Komjen Pol. Suhardi Alius dalam berbagai kesempatan tidak jemu berulang kali menegaskan bahwa dalam perjuangan bersama membasmi terorisme, sebaiknya kita menghindari penggunaan istilah radikal yang terlanjur memiliki konotasi negatif.

Isu radikalisme dikuatirkan mengaburkan fokus sasaran penanggulangan terorisme.

Seharusnya kita bukan saling menuding sesama warga negara sendiri namun bersatupadu dalam fokus membasmi habis terorisme. Terorisme memang harus dibasmi habis tanpa kompromi maka fokus pembasmiannya jangan dikaburkan dengan sebutan SARA.

Yang harus dibasmi adalah terorisme, sama sekali bukan agama tertentu apalagi masih diperparah dengan istilah radikal Yang melakukan terorisme memang ada yang umat agama tertentu namun sama sekali bukan berarti bahwa yang melakukan terorisme hanya umat agama tertentu tersebut apalagi berembel-embel predikat radikal.

Fakta membuktikan bahwa para pelaku terorisme di Christchurch, Selandia Baru maupun penembakan massal terhadap anak-anak sekolah di Oslo, Norwegia dan beberapa kota Amerika Serikat bukan Muslim. Kemelut terorisme yang pernah memporak-porandakan Irlandia Utara sama sekali tiada hubungan dengan Islam.

Makna

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengulas makna kata radikal sebagai berikut:  1. Secara mendasar (sampai kepada hal yang prinsip); 2. Amat keras menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan); 3. Maju dalam berpikir atau bertindak.

Berdasar tiga pemaknaan KBBI terhadap kata radikal dapat disimpulkan bahwa sebenarnya makna asli istilah radikal sama sekali tidak negatif seperti yang telah terlanjur dimaknakan oleh para pembenci radikalisme.

Di dunia pelayanan kesehatan, apa yang disebut sebagai radical treatment atau penanganan radikal justru merupakan bentuk terapi paling paripurna sebab secara radikal berupaya menyembuhkan penyakit bukan sekadar pada gejalanya namun tuntas sampai ke akar-akarnya.

Di dalam dunia iptek hadir penelitian radikal yang berarti riset yang dilakukan secara intensif dan ekstensif meluas, meninggi, mendalam, menyamping, melebar, menyempit terhadap suatu obyek penelitian. Mbah Google mempromosikan produk terbarunya sebagai kreatifitas inovasi radikal terhadap produk lamanya.

Pemecah-Belahan

Mereka yang tidak menghendaki perubahan sebab sudah merasa nyaman pada kondisi status quo memang cenderung menolak makna sikap dan perilaku secara mendasar amat keras serta maju dalam berpikir atau bertindak menuntut perubahan.

Dapat dibenarkan, kekuatiran Prof. Din Syamsuddin tentang pemecah-belahan bangsa. Kaum penjajah divide et empera menggunakan sebutan radikal bagi kaum terjajah demi memecah-belah kaum terjajah sehingga lebih mudah dikuasai.

Maka kaum penjajah menyebut para pejuang kemerdekaan Indonesia seperti Bung Karno, Bung Hatta, Bung Syahrir, Ki Hadjar, Pak Dirman sebagai kaum radikal.

Para pejuang melawan penjajahan seperti Mahatma Gandhi, Sun Yat Sen, Moshe Dayan, Yaseer Arafat, Jose Rizal, Nelson Mandela dan lain-lainnya bersikap dan berperilaku radikal dalam berpikir dan bertindak demi melawan angkara murka penjajahan.

Kolonialis Inggris sempat menangkap Moshe Dayan atas tuduhan bergabung ke kelompok gerakan radikal melawan kaum penjajah tanah Israel. Kerajaan Belanda mencatat nama Pangeran Diponegoro dalam lembaran sejarah Belanda sebagai pemberontak radikal terhadap upaya VOC menguasai Indonesia yang pada masa itu masih mereka sebut sebagai Hindia-Belanda.

Penulis adalah pendiri Pusat Studi Kelirumologi.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

UPDATE

Hadiri Halal Bihalal Ansor, Kapolda Jateng Tegaskan Punya Darah NU

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:19

Bursa Bacalon Wali Kota Palembang Diramaikan Pengusaha Cantik

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:04

KPU Medan Tunda Penetapan Calon Terpilih Pileg 2024

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:50

Pensiunan PNS di Lubuklinggau Bingung Statusnya Berubah jadi Warga Negara Malaysia

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:35

Partai KIM di Kota Bogor Kembali Rapatkan Barisan Jelang Pilkada

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:17

PAN Jaring 17 Kandidat Bakal Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bengkulu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:58

Benny Raharjo Tegaskan Golkar Utamakan Kader untuk Pilkada Lamsel

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:41

Pria di Aceh Nekat Langsir 300 Kg Ganja Demi Upah Rp50 Ribu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:21

Alasan Gerindra Pagar Alam Tak Buka Pendaftaran Bacawako

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:57

KPU Tubaba Tegaskan Caleg Terpilih Tidak Dilantik Tanpa Serahkan LHKPN

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:26

Selengkapnya