Berita

WIranto saat dirawat di RSUD Pandeglang usai ditusuk/Ist

Publika

Soal Pak Wiranto, Kita Mesti Gimana?

SENIN, 14 OKTOBER 2019 | 04:10 WIB

"Remember that everything you post online is permanent"

BEGITU mendengar Pak Wiranto ditusuk, atau peristiwa teror lainnya, di antara kita terbiasa langsung menuduh lewat medsos, bahwa ini ulah kelompok radikal dari agama tertentu. Ada juga yang menuduh ini rekayasa, settingan.

Langsung menuduh, bisa jadi karena si penuduh punya ketidaksukaan, kebencian, bahkan phobia pada seseorang, suku, agama, ras, golongan tertentu. Bisa jadi sekadar spekulasi agar terlihat beda, hebat, pakar, dan lainnya.

Kita berharap jangan terjadi, namun jika pelaku teror kembali berulah, bagaimana sikap kita sebagai pengguna media sosial?

Pertama, tunda menyampaikan kesimpulan di medsos, apalagi langsung menuduh ini ulah kelompok radikal dari suku, agama, ras, golongan tertentu, ini settingan, rekayasa, dan tuduhan lain. Sebab tuduhan langsung tanpa mikir panjang itu melahirkan ketersinggungan, membuat antar kita, antar agama, antar suku, antar golongan, antar ormas saling tersudut dan tidak percaya.

Kedua, bebaskan diri dari berbagai kepentingan lain, fokus pada kepentingan bersama (national interest). Jika anda intelektual, pengamat, tolak siapapun yang mendorong anda untuk berkomentar sesuai pesanan mereka.

Ketiga, hindari penggunaan emoticon, emoji, gif dalam merespons peristiwa teror, bencana alam, kematian dan musibah lainnya. Perkuat empati digital.

Keempat, jangan mensyukuri kematian seseorang lewat medsos. Karena boleh jadi anda tidak suka banget dengan orang tersebut. Namun Anda tetap harus menjaga perasaan kedua orangtuanya, saudara kandungnya dan keluarga besarnya.

Kelima, jangan memproduksi konten yang bisa memanaskan situasi, dan jangan menyebarkan konten tak bertuan.

Keenam, jangan menyebarkan konten, sebelum konten tersebut diberitakan oleh media arus utama yang memiliki verifikasi ketat, atau berkonsultasilah dengan tiga orang yang memiliki verifikasi ketat sebelum menyebar konten.

“Gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan konten”

Hariqo Wibawa Satria

Penulis adalah Direktur Eksekutif Komunikonten


Populer

Seluruh Fraksi di DPR Kompak Serang Kejagung soal Tom Lembong

Rabu, 13 November 2024 | 18:01

Kapolri Mutasi 55 Pati dan Pamen, Ada 3 Kapolda Baru

Selasa, 12 November 2024 | 23:52

Berkinerja Buruk, Kadis Parekraf Layak Diganti

Rabu, 13 November 2024 | 00:20

"Geng Judol" di Komdigi Jadi Gunjingan sejak Bapak itu Jabat Menteri

Rabu, 06 November 2024 | 07:53

Dedi Prasetyo Dapat Bintang Tiga jadi Irwasum, Ahmad Dofiri Wakapolri

Selasa, 12 November 2024 | 22:50

Tak Terima Dikabarkan Meninggal, Joncik Laporkan Akun Facebook "Lintang Empat Lawang" ke Polisi

Kamis, 07 November 2024 | 06:07

Musa Rajekshah Dorong Pemetaan Potensi dan Keunggulan Desa

Kamis, 07 November 2024 | 21:43

UPDATE

Pria Gagal Nyaleg Sampai Nekat Bunuh Diri Depan MA Brasil

Jumat, 15 November 2024 | 14:03

Ijazah Pesantren Harus Diakui Negara Tanpa Syarat

Jumat, 15 November 2024 | 13:55

Rumah Tokoh Asal Riau Dilelang Bank Gara-gara Debiturnya Ngemplang Kedit

Jumat, 15 November 2024 | 13:54

Indonesia Dorong Pengoptimalan Pemanfaatan IK-CEPA untuk Tingkatkan Kinerja Perdagangan

Jumat, 15 November 2024 | 13:45

Pemprov DKI Pastikan Program Bansos Tak Berkaitan dengan Dukungan Pilkada

Jumat, 15 November 2024 | 13:36

Dipimpin Puan, Rapat Persiapan Uji Kelayakan Capim KPK Tertutup

Jumat, 15 November 2024 | 13:36

Dialog Kebangsaan Hari Pahlawan: Jejak Sejarah Lagu Indonesia Raya dan Inspirasi Membangun Nasionalisme

Jumat, 15 November 2024 | 13:31

Regulasi IPS Biang Kerok Kemurkaan Peternak Sapi Perah

Jumat, 15 November 2024 | 13:19

Permintaan Baterai Naik, Komatsu Jepang Tingkatkan Investasi di AS

Jumat, 15 November 2024 | 13:01

Citra Kejaksaan Bisa Terpuruk Jika Tidak Koreksi Diri

Jumat, 15 November 2024 | 12:59

Selengkapnya