Berita

Jaya Suprana/Net

Jaya Suprana

Homo Roboticus Plus Homo Homini Lupus

RABU, 02 OKTOBER 2019 | 08:41 WIB | OLEH: JAYA SUPRANA

BBC Indonesia memberitakan bahwa tindakan aparat keamanan terhadap para pengunjuk rasa 24 September 2019 memperoleh sorotan dari para pegiat hak asasi manusia.

Kontras


Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) meminta aparat keamanan untuk menghentikan pendekatan dengan cara kekerasan terhadap pengunjuk rasa.
"Hentikan cara-cara lama yang arogan dan kekerasan terhadap mahasiswa. Itu hanya mengundang kemarahan mahasiswa dan masyarakat. Bebaskan segera yang ditangkap, jangan halangi akses bantuan hukum kepada mereka. Polisi yang terbukti melakukan kekerasan harus dihukum," ujar Koordinator Kontras, Yati Andriyani, dalam keterangan tertulisnya kepada BBC Indonesia, Rabu (25/09).

"Hentikan cara-cara lama yang arogan dan kekerasan terhadap mahasiswa. Itu hanya mengundang kemarahan mahasiswa dan masyarakat. Bebaskan segera yang ditangkap, jangan halangi akses bantuan hukum kepada mereka. Polisi yang terbukti melakukan kekerasan harus dihukum," ujar Koordinator Kontras, Yati Andriyani, dalam keterangan tertulisnya kepada BBC Indonesia, Rabu (25/09).

Kontras, lanjutnya, akan membuka Posko Pengaduan bersama dengan jaringan masyarakat sipil lainnya guna memfasilitasi korban kekerasan.
 
Unjuk Rasa

Dalam unjuk rasa menentang pengesahan sejumlah rancangan undang-undang, termasuk revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), seorang mahasiswa dilaporkan mengalami luka parah.

Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) mengonfirmasi salah satu mahasiswanya menjadi korban saat berdemo di kawasan gedung DPR/MPR. "Bahwa saat ini Faisal Amir sedang dalam kondisi stabil setelah mendapatkan penanganan medis secara maksimal di RS Pelni," kata Rektor UAI dalam keterangan pers, Rabu (25/09).

Mahasiswa angkatan 2016 itu diketahui ditemukan terkapar di kawasan DPR dengan luka kepala yang cukup serius. Bukan hanya Faisal, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mencatat empat jurnalis mengalami luka dan trauma pasca unjuk rasa di kawasan DPR/MPR. Namun di sisi lain terberitakan pula bahwa beberapa aparat keamanan mengalami cedera akibat kekerasan yang dilakukan masyarakat sipil.

Distress


Sebagai pembelajar kemanusiaan, saya tidak dapat membenarkan kekerasan dilakukan sesama manusia terhadap sesama manusia. Namun saya mencoba mehamami latar belakang manusia melakukan kekerasan.

Manusia rawan melakukan kekerasan apabila dalam kondisi distress yaitu tekanan kejiwaan berlebih ketika menghadapi suatu masalah atau peristiwa yang berada di luar kendali diri sendiri. Dalam kondisi tekanan, manusia bisa melakukan apa saja termasuk sebenarnya tidak ingin mereka lakukan. 

Setelah mengawal penggusuran Bukit Duri 28 September 2016, beberapa aparat keamanan makan siang di warung sekeliling kawasan yang sudah menjadi puing-puing sambil menangis sebab menyesali penggusuran yang dilakukan padahal sebenarnya mereka iba terhadap nasib rakyat yang digusur. Pada saat berhadapan dengan saya yang berusaha menghalangi penggusuran, pimpinan penggusuran mengaku sebenarnya tidak tega menggusur rakyat miskin namun terpaksa menggusur agar tidak terkena sanksi indipliner bahkan kehilangan sumber nafkah akibat dipecat dari jabatan.

Mengerti

Maka meski tidak membenarkan namun saya dapat mengerti kenapa aparat keamanan tega melakukan kekerasan terhadap pengunjuk rasa. Dapat diyakini tidak ada polisi ingin sengaja melakukan kekerasan terhadap para mahasiswa yang notabene sesama warga Indonesia dengan para polisi. Namun tekanan batin akibat paksaan tugas dalam suasana tegang secara berkelanjutan potensial menyebabkan para petugas keamanan mengabaikan suara hati nurani kemanusiaan masing-masing demi disiplin menunaikan tugas.

Dalam disiplin menunaikan tugas manusia rawan melakukan kekerasan terhadap sesama manusia akibat berubah dari homo sapiens menjadi bukan homo dues tetapi homo roboticus plus homo homini lupus.

Penulis adalah pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan.

 

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12

UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Begini Respon Pengusaha

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05

Pemerintah Imbau Warga Pantau Peringatan BMKG Selama Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56

PMI Jaksel Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54

Trump Selipkan Sindiran untuk Oposisi dalam Pesan Natal

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48

Pemerintah Kejar Pembangunan Huntara dan Huntap bagi Korban Bencana di Aceh

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15

Akhir Pelarian Tigran Denre, Suami Selebgram Donna Fabiola yang Terjerat Kasus Narkoba

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00

Puan Serukan Natal dan Tahun Baru Penuh Empati bagi Korban Bencana

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49

Emas Antam Naik, Buyback Nyaris Tembus Rp2,5 Juta per Gram

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35

Sekolah di Sumut dan Sumbar Pulih 90 Persen, Aceh Menyusul

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30

Selengkapnya