Berita

Presiden Jokowi/Net

Politik

KAMMI: Pasal Penghinaan Presiden Warisan Belanda, Itu Kemunduran!

JUMAT, 13 SEPTEMBER 2019 | 08:40 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Pasal penghinaan Presiden yang dihidupkan kembali dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dinilai akan mematikan demokrasi dan memandulkan kebebasan politik masyarakat.

Hal itu disampaikan Ketua Bidang Hukum Keluarga Alumni Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Slamet Hasan. Menurut Slamet, makna sebenarnya RUU KUHP ialah fase di tengah terpuruknya penegakkan hukum saat ini yang merupakan warisan Hindia Belanda.

"KUHP sebagai pedoman norma bagi masyarakat harus memiliki perspektif memberikan perlindungan bagi masyarakat dari berbagai gangguan keamanan dan kejahatan serta terjaminnya hak kebebasan berpendapat dan berekspresi secara ekonomi, budaya, sosial dan politik yang lebih demokratia," ucap Slamet Hasan kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (13/9).

Namun kata Slamet, harapan masyarakat pupus setelah klausul RUU KUHP terselip pasal yang telah dinatalkan oleh Mahkamah Konstitusi dalam putusannya Nomor 013-022/PUU-IV/2006.

"Misalnya dalam Pasal 218 ayat 1 RUU KUHP yang menyebutkan setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV. Ini adalah kemunduran," jelasnya.

"Pasal-pasal yang semisal dengan klausul tersebut misalnya terdapat  dalam Pasal 134 dan 137 ayat (1) KUHP tentang penghinaan presiden yang merupakan warisan kolonial Belanda, yang pada awalnya digunakan untuk memproteksi martabat dari raja atau ratu di Belanda," tambahnya.

Dengan demikian, Slamet heran dengan presiden maupun DPR yang kembali menghidupkan pasal-pasal yang sudah dibatalkan oleh MK di dalam RUU KUHP.

"Karena dikhawatirkan pasal-pasal itu akan digunakan sebagai alat negara untuk mengebiri ekspresi masyarat yang memberikan kritik terhadap presiden dan wakilnya. Menjadi pasal-pasal haatzaai artikelen yang akan mematikan demokrasi dan mandulkan kebebasan politik masyarakat," pungkasnya.

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Telkom Buka Suara Soal Tagihan ‘Telepon Tidur’ Rp9 Triliun Pertahun

Kamis, 25 April 2024 | 21:18

UPDATE

Misi Dagang ke Maroko Catatkan Transaksi Potensial Rp276 Miliar

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:51

Zita Anjani Bagi-bagi #KopiuntukPalestina di CFD Jakarta

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:41

Bapanas: Perlu Mental Berdikari agar Produk Dalam Negeri Dapat Ditingkatkan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:33

Sadiq Khan dari Partai Buruh Terpilih Kembali Jadi Walikota London

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:22

Studi Privat Dua Hari di Taipei, Perdalam Teknologi Kecantikan Terbaru

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:14

Kekuasaan Terlalu Besar Cenderung Disalahgunakan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:09

Demi Demokrasi Sehat, PKS Jangan Gabung Prabowo-Gibran

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:04

Demonstran Pro-Palestina Lakukan Protes di Acara Wisuda Universitas Michigan

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:57

Presidential Club Patut Diapresiasi

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:37

PKS Tertarik Bedah Ide Prabowo Bentuk Klub Presiden

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:11

Selengkapnya