Berita

Indriyanto Seno Adji/Net

Politik

Pasal Penghinaan Presiden Tidak Bertentangan Dengan Prinsip Demokratis Dan HAM

SABTU, 31 AGUSTUS 2019 | 10:17 WIB

Munculnya rumusan pasal penghinaan kepada presiden pada RUU KUHP tidak perlu dikhawatirkan. Pasalnya, format pasal penghinaan ini sangat moderat dan masih dalam batas dan dinamika prinsip hukum pidana.

Demikian disampaikan pakar hukum pidana UI yang juga Wakil Ketua Pansel Capim KPK, Indriyanto Seno Adji kepada wartawan, Sabtu (31/8).

Indriyanto mengatakan, bahkan pada negara-negara demokrasi liberal, baik sistem hukum pidana bercorak common law maupun civil law, selalu dicantumkan "guarding law for protection of state", yaitu ketentuan tentang perlindungan terhadap simbol-simbol kenegaraan, termasuk kepala negara.


"Hanya saja yang berbeda adalah tentang tata pola penempatan padap bab keamanan negara (security of state) atau pada bab ketertiban umum (public order)," ucapnya.

Menurut Indriyanto, pemerintah sudah menjalankan amanat putusan MK, yaitu memperbaiki redaksional delik sehingga jauh dari makna haatzaai artikelen atau pasal penabur kebencian yang tidak demokratis sifatnya.

Dan secara hukum pidana, tim RUU KUHP sudah benar merumuskan delik dengan tidak mencantumkan unsur ridicule (cemooh), hatred (kebencian) dan contempt (penghinaan) yang mengandung di dalamnya sebagai rumusan unsur yang tidak demokratis sifatnya.

"Sehingga pernyataan-pernyataan yang dilakukan dengan cara keras tapi obyektif, zakelijk dan konstruktif adalah tidak dijadikan dasar pemidanaan," terang Indriyanto.

Karena itu, rumusan tim terhadap ketentuan menyerang kehormatan, martabat dan harkat Presiden tetap berbasis delik yang demokratis dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip perlindungan HAM, bahkan dirumuskan pula sebagai delik aduan sehingga bisa terhindar dari politisasi hukum.

"Rumusan pasal tim sudah tepat dan tidak bertentangan dengan prinsip demokratis dan HAM, sehingga tetap menjaga hak-hak warga negara dalam menyampaikan pendapatnya secara bebas, walaupun dipahami juga bahwa tidak ada suatu legitimasi adanya kebebasan absolut sec universal," demikian Indriyanto.

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12

UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Begini Respon Pengusaha

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05

Pemerintah Imbau Warga Pantau Peringatan BMKG Selama Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56

PMI Jaksel Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54

Trump Selipkan Sindiran untuk Oposisi dalam Pesan Natal

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48

Pemerintah Kejar Pembangunan Huntara dan Huntap bagi Korban Bencana di Aceh

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15

Akhir Pelarian Tigran Denre, Suami Selebgram Donna Fabiola yang Terjerat Kasus Narkoba

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00

Puan Serukan Natal dan Tahun Baru Penuh Empati bagi Korban Bencana

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49

Emas Antam Naik, Buyback Nyaris Tembus Rp2,5 Juta per Gram

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35

Sekolah di Sumut dan Sumbar Pulih 90 Persen, Aceh Menyusul

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30

Selengkapnya