Berita

Kapal Induk Liaoning/Net

Pertahanan

China Berpotensi Gerus Dominasi AS Di Lautan Pasifik

KAMIS, 29 AGUSTUS 2019 | 21:47 WIB | LAPORAN: A KARYANTO KARSONO

Di antara negara-negara di kawasan Asia Pasifik yang dalam satu dekade terakhir kelihatan jelas mengembangkan kekuatan maritimnya, China yang paling signifikan.

Negeri Tirai Bambu itu tak sekedar mengembangkan kekuatan maritim berkategori kemampuan “blue water”. Tapi juga membentuk kekuatan sehingga mampu mendominasi kawasan maritim secara luas (broad maritime dominance).

Ambisi China jelas dan sudah banyak yang tahu. Selain penguasaan gugus pulau-pulau karang di Laut China Selatan seperti Spratly dan Paracel, juga mengklaim atas sejumlah wilayah yang masuk teritorial Jepang. Belum lagi soal Taiwan (Pulau Formosa) yang dianggap China sebagai provinsi yang “membangkang”.

Di luar itu, sebagai negeri dengan volume perdagangan yang masuk 20 besar dunia, China berkepentingan mengamankan jalur maritimnya. Ini memang memerlukan “otot maritim” yang kuat dan kredibel.

Tak begitu banyak diketahui, China sudah mengawali langkah menuju kekuatan “blue water navy” sejak jauh hari. Salah satu tonggak terpenting adalah ketika China membeli kapal induk bekas pakai AL Australia pada tahun 1985 yaitu HMAS Melbourne.

Setelah terpaut jeda waktu cukup lama, capaian berikut adalah keberhasilan China merestorasi kapal induk eks Uni Soviet dari kelas Kuznetsov yaitu Varyag. Kapal induk yang terbengkalai di Ukraina pasca bubarnya Uni Soviet tersebut dibeli China tahun 1998. Setelah makan waktu lama direstorasi habis-habisan. Pada September 2012, kapal ini masuk dalam jajaran AL (PLAN/People’s Liberation Army Navy) China berlabel Liaoning.

Sebelum Liaoning berdinas aktif, China sudah mengembangkan armada kapal-kapal perang berjangkauan jauh. Kapal perusak (destroyer) dan kapal penjelajah (cruiser). Semuanya dilengkapi perangkat elektronik serta rudal buatan dalam negeri. Juga hasil pengembangan panjang yang sudah dimulai sejak tahun 1970-an, dengan meniru-kembangkan (reverse engineering) perangkat elektronik maupun senjata-senjata serupa yang pernah dibeli dari Uni Soviet.

Liaoning menjadi batu pijakan utama untuk pembelajaran produksi kapal-kapal perang berukuran super besar alias “fleet capital warship”. Mulai dari kapal pendarat dok amfibi, kapal serbu amfibi (amphibious assault ship) hingga kapal induk (carrier).

Saat ini, China tengah membangun dua kapal induk berukuran lebih besar dari Liaoning. Sudah tentu kapasitas angkut pesawat tempur dan helikopternya akan lebih banyak.

Urusan kapal serbu amfibi pun sama. China diketahui sedang dalam tahap akhir pembangunan kapal serbu amfibi kelas baru, berkisaran bobot 30 ribu ton. Dengan bobot demikian, bisa ditebak bahwa ukurannya takkan jauh beda dengan kapal serbu amfibi Amerika dari kelas Wasp yang bobotnya sekitar 40 ribu ton.

USS Wasp dan tujuh kapal sejenis lainnya bisa difungsikan sebagai kapal induk pembawa jet tempur karena memiliki dek penerbangan (flight deck) dan lift khusus pesawat. Pantas diduga kalau kapal serbu amfibi China itu kelak akan memiliki kemampuan serupa.

Sementara itu, untuk kapal-kapal tempur permukaan maupun kapal selam, China pun masih menambah jumlahnya. Bahkan kesatuan penjaga pantai (Coast Guard) China diketahui sudah memiliki dua kapal patroli penjaga pantai (istilahnya: cutter) terbesar di dunia dengan bobot sekitar 12 ribu ton! Sebagai gambaran, kapal penjelajah AL AS kelas Ticonderoga yang besar itu bobotnya “hanya” 9.800 ton.

Pengembangan kekuatan “blue water navy” China ini dijalankan paralel dengan program pengembangan sejumlah tipe pesawat tempur khusus AL China seperti J-15 (derivat dari Su-33 Sea Flanker) dan J-31. Jet-jet tempur ini tak hanya untuk dioperasikan dari atas kapal-kapal induk China (yang menargetkan bisa memiliki sekitar tujuh kapal induk!). Sejumlah pangkalan udara AL China di pesisir Pasifik negeri itu juga sudah disiapkan sejak lama.

Menilik peta pengembangan kekuatan maritim China berikut daya cakupannya, China sangat berpotensi menggerus dominasi maritim AS di Pasifik.

Populer

Fenomena Seragam Militer di Ormas

Minggu, 16 Februari 2025 | 04:50

Asian Paints Hengkang dari Indonesia dengan Kerugian Rp158 Miliar

Sabtu, 15 Februari 2025 | 09:54

Bos Sinarmas Indra Widjaja Mangkir

Kamis, 13 Februari 2025 | 07:44

Temuan Gemah: Pengembang PIK 2 Beli Tanah Warga Jauh di Atas NJOP

Jumat, 14 Februari 2025 | 21:40

PT Lumbung Kencana Sakti Diduga Tunggangi Demo Warga Kapuk Muara

Selasa, 18 Februari 2025 | 03:39

Pengiriman 13 Tabung Raksasa dari Semarang ke Banjarnegara Bikin Heboh Pengendara

Senin, 17 Februari 2025 | 06:32

Dugaan Tunggangi Aksi Warga Kapuk Muara, Mabes Polri Diminta Periksa PT Lumbung Kencana Sakti

Selasa, 18 Februari 2025 | 17:59

UPDATE

PDIP Minta Seluruh Kader Banteng Tenang

Kamis, 20 Februari 2025 | 23:23

Megawati Instruksikan Kepala Daerah dari PDIP Tunda Retret ke Magelang

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:43

Wujudkan Pertanian Berkelanjutan dan Ketahanan Pangan, Pemerintah Luncurkan FAST Programme

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:27

Trump Gak Ada Obat, IHSG Terseret Merah

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:26

Uchok: Erick Thohir Akali Prabowo soal Danantara

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:24

Hasto Ditahan, Megawati Tidak Menunjuk Plt Sekjen PDIP

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:21

Resmi Pimpin Banten, Andra Soni-Dimyati Diingatkan Jangan Korupsi

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:18

KPK Tahan Hasto, PDIP: Operasi Politik Mengawut-awut Partai

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:17

Hasto Ditahan, PDIP: KPK Dikendalikan dari Luar Melalui AKBP Rossa

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:16

Adityawarman Adil Apresiasi BSF CGM 2025: Gambaran Kekayaan Budaya Kota Bogor

Kamis, 20 Februari 2025 | 21:56

Selengkapnya