Berita

Ilustrasi/Net

Dahlan Iskan

Pertanda Resesi

RABU, 21 AGUSTUS 2019 | 05:06 WIB | OLEH: DAHLAN ISKAN

17 Agustus tahun ini. Tiga hari sebelumnya. Jam 6 pagi waktu New York.
 
Itulah hari pertama kurva terbalik: yield bond jangka panjang lebih rendah dari yield bond jangka pendek.
 

Itu belum pernah terjadi sejak 10 tahun lalu.
 
Ekonom waspada. Pasar gempar. Itulah pertanda-pertanda. Akan datangnya resesi ekonomi.
 
Pertanda-pertanda yang sama. Persis terjadi di masa lalu.
 
Di lima kali resesi ekonomi dunia. Selalu pertanda itulah yang datang. Sejak resesi ketika saya baru lahir di tahun 1950-an. Sampai resesi terakhir tahun 2008.
 
Lima kali resesi selalu seperti itu indikasinya.
 
Beginilah awalnya: Tidak semua pemilik uang mau menabung. Atau deposito. Atau bikin usaha. Atau membeli saham.
 
Tabungan dan deposito dianggap rendah bunganya.
 
Membeli saham pun takut. Harga saham bisa jatuh.
 
Membeli tanah terus-menerus? Takut kena pajak progresif. Atau takut sertifikatnya hilang. Harus pula menjaga tanahnya itu.
 
Pun bikin usaha. Ruwet. Harus kerja keras. Harus bersaing. Belum tentu sukses. Bahkan bisa stres. Apalagi kalau akhirnya dikhianati.
 
Tersedia jalan lain. Banyak yang memilih membeli bond. Surat utang.
 
Hasilnya (yield) memang rendah tapi pasti. Dan aman. Apalagi kalau surat utang itu bukan bond yang dikeluarkan perusahaan. Melainkan surat utang oleh suatu negara. Pasti tidak ada risiko. Pasti dibayar.
 
Lebih-lebih kalau pemerintahnya adalah Amerika Serikat. Siapa yang tidak percaya.
 
Biasanya yield untuk bond jangka panjang (10 tahun) lebih rendah dari yield bond jangka pendek (2 tahun).
 
Sepuluh tahun dianggap terlalu lama. Pemilik uang kadang memerlukan uangnya lebih cepat. Misalnya tiba-tiba ada peluang beli saham perdana. Dari sebuah IPO perusahaan yang fenomenal.
 
Maka lebih banyak yang membeli bond jangka 2 tahun. Meski yield-nya lebih rendah.
 
Itulah yang terjadi tanggal 14 Agustus lalu. Jam 6 pagi itu.
 
Biasanya yang membeli bond jangka panjang tidak sebanyak itu. Tiba-tiba pembeli bond 10 tahun lebih banyak dibanding yang 2 tahun.
 
Belum pernah dialami seperti itu selama 10 tahun terakhir. Orang cari aman.
 
Berarti bidang lain lagi tidak aman. Dalam empat tahun ke depan. Mereka memilih menghindar untuk empat tahun ke depan. Dengan cara memilih membeli bond 10 tahun.
 
Rumusnya: kian naik yang membeli bond, kian turun yield-nya.
 
Rumus berikutnya: kalau pembeli bond dengan jatuh tempo 10 tahun lebih banyak dibanding pembeli bond dengan jatuh tempo 2 tahun berarti akan terjadi resesi.
 
Maka kesimpulan umum pun diambil: jam 6 pagi itu adalah awal akan terjadinya resesi ekonomi.
 
Kapan terjadinya? Bukan besok pagi. Bukan bulan depan.
 
Para ahli pengin lebih aman: antara 6 sampai 14 bulan ke depan. Apakah artinya?
 
Para penguasa masih bisa ambil langkah menghindarinya.
 
Masih bisa membuat kebijakan baru. Atau meralat kebijakan lama.
 
Menelan ludah sendiri memang tidak terhormat. Tapi lebih tidak terhormat lagi diludahi orang ramai-ramai.
 
Memang yang terbaca di tanggal 14 Agustus itu hanya angka. Belum tentu benar akan terjadi. Kesakitan satu angka tidak sama di kurun yang berbeda. Angka 02 sakti di tahun 2014. Tapi hilang kesaktiannya di tahun ini.
 
Jadi, tenang saja.
 
Apalagi kurva yang terbalik itu hanya terjadi sesaat. Setelah itu balik lagi. Terutama ketika Presiden Donald Trump tiba-tiba menelan sendiri sebagian ludahnya.
 
Ia membuat sebagian tempe itu jadi kedelai lagi. Ia meralat beberapa bagian keputusannya tentang bea masuk barang Tiongkok.
 
Apalagi bagi yang tidak punya uang. Lebih mudah lagi. Tidak harus bingung akan membeli saham atau bond.
 
Bahwa kurva itu membaik lagi Alhamdulillah. Tapi pertanda-pertanda itu harus terus dibaca. Dengan hati terbuka.
 
Apalagi ada indikator lain yang datang lebih dulu: harga emas naik terus. Sejak lebih dua bulan lalu.
 
Emas dan bond ada kemiripan. Keduanya dianggap investasi jangka panjang yang aman.
 
Kesimpulannya: apa yang harus kita lakukan?
 
Tidak harus melakukan apa-apa. Ikuti sunatullah. Pertahankan hidup. Terus bekerja. Kalau bisa, sedikit lebih keras.
 
Yang terpenting lagi sebenarnya lebih sederhana. Dan semua orang bisa melakukannya: menjadi orang baik.

Populer

KPK Ancam Pidana Dokter RSUD Sidoarjo Barat kalau Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Jumat, 19 April 2024 | 19:58

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Sekda Jabar akan Tindak Pelaku Pungli di Masjid Raya Al Jabbar

Rabu, 17 April 2024 | 03:41

Megawati Bermanuver Menipu Rakyat soal Amicus Curiae

Kamis, 18 April 2024 | 05:35

Diungkap Pj Gubernur, Persoalan di Masjid Al Jabbar Bukan cuma Pungli

Jumat, 19 April 2024 | 05:01

Bey Machmudin: Prioritas Penjabat Adalah Kepentingan Rakyat

Sabtu, 20 April 2024 | 19:53

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

UPDATE

Tidak Balas Dendam, Maroko Sambut Hangat Tim USM Alger di Oujda

Sabtu, 27 April 2024 | 21:50

Move On Pilpres, PDIP Siap Hadapi Pilkada 2024

Sabtu, 27 April 2024 | 21:50

Absen di Acara Halal Bihalal PKS, Pengamat: Sinyal Prabowo Menolak

Sabtu, 27 April 2024 | 21:20

22 Pesawat Tempur dan Drone China Kepung Taiwan Selama Tiga Jam

Sabtu, 27 April 2024 | 21:14

Rusia Kembali Hantam Fasilitas Energi Ukraina

Sabtu, 27 April 2024 | 21:08

TETO Kecam China Usai Ubah Perubahan Rute Penerbangan Sepihak

Sabtu, 27 April 2024 | 20:24

EV Journey Experience Jakarta-Mandalika Melaju Tanpa Hambatan

Sabtu, 27 April 2024 | 20:18

Hubungan PKS dan Prabowo-Gibran, Ini Kata Surya Paloh

Sabtu, 27 April 2024 | 20:18

Gebyar Budaya Bolone Mase Tegal Raya, Wujud Syukur Kemenangan Prabowo-Gibran

Sabtu, 27 April 2024 | 19:28

Menuju Pilkada 2024, Sekjen PDIP Minta Kader Waspadai Pengkhianat

Sabtu, 27 April 2024 | 19:11

Selengkapnya