Berita

Ilustrasi pemanasan global di dunia/Net

Publika

Penyangkalan Terhadap Perubahan Suhu dan Iklim Global Berbahaya

SENIN, 19 AGUSTUS 2019 | 10:12 WIB

JULI-Agustus adalah bulan terpanas dalam sejarah. Menurut Organisasi Meteorologi dunia (world meteorological organization), Juli-Agustus 2019 adalah rekor tertinggi global setelah sebelumnya titik panas tertinggi secara global terjadi pada juli 2016. Sampai akhir tahun 2019 ini, bumi akan menjadi daratan terpanas yang pernah dilihat dan dirasakan oleh peradaban manusia.

Perubahan iklim adalah masalah global yang seharusnya menjadi masalah dunia oleh para pemimpin dunia. Namun semua bukti-bukti ilmiah oleh para ilmuan mulai dari data naiknya permukaan laut, siklus badai meningkat, prediksi gelombang panas dan kekeringan diabaikan begitu saja oleh para pemimpin dunia. Elit tersebut hanya memikirkan kepentingan nasionalnya yang sempit.

Banyak pemimpin di antaranya Presiden AS, Pemimpin Uni Eropa, Pemimpin Asia termasuk China menganggap isu perubahan iklim adalah perselisihan partisan kebijakan bukan berjuang untuk kelangsungan hidup manusia di bumi ini.

Amerika dan Negara Maju di Uni Eropa dan Asia dengan segala kemewahannya untuk memberikan kepemimpinan global telah gagal mengambil tindakan yang serius untuk memitigasi perubahan iklim global.

Para ilmuwan telah lama menganalisis penyebab perubahan iklim tersebut, namun para pengambilan keputusan global mengabaikannya dan secara kompak seolah sepakat menuduh para ilmuwan iklim tersebut telah melakukan permainan self-delusi untuk mendapatkan dana penelitian lebih besar.

Ilmuwan mengatakan bahwa salah satu penyebab perubahan iklim tersebut adalah karbon dioksida dan efek gas rumah kaca yang menyebabkan panas dari matahari terjebak di atmosfer dan diteruskan ke permukaan bumi sehingga menyebabkan suhu bumi naik.

Karbon dioksida merupakan unsur stabil selama ratusan tahun berdasarkan sampel inti es kuno di kutub utara tetapi sejak era modern industrialisasi naik drastis seiring dengan makin hebatnya pembakaran bahan bakar fosil.

Apa yang terjadi dengan bumi selanjutnya adalah berlombanya setiap tahun rekor tertinggi rata-rata suhu global, masifnya pencairan kutub es, kenaikan permukaan laut dan destabilisasi dari pola cuaca.

Informasi logis tersebut sudah kita dengar selama beberapa dekade terakhir bahkan terkonfirmasi oleh data ilmiah namun kita tidak menemukan solusi serius secara global dalam mengurangi pembakaran bahan bakar fosil dan pelepasan karbon dioksida tersebut.

Presiden AS Donald Trump sering menyerang dari mimbar kepresidenannya bahwa isu kenaikan suhu bumi adalah isu elit NASA dan elit ilmuwan yang melakukan permainan self-delusionary untuk kepentingannya sendiri. Pemimpin lain pun bertindak sama meski tidak menyerang publik namun abai dan tidak berbuat apa-apa yang signifikan dari kepemimpinannya. Padahal perubahan iklim adalah ancaman nyata terhadap kelangsungan manusia dan makhluk diatasnya.

Kenaikan suhu bumi adalah tidak fiksi, beberapa riset terakhir menunjukan kemarau akan terjadi lebih hebat dan lebih panjang dalam kurun 3-4 tahun (2019-2022) kedepan mencapai level tertinggi yang belum pernah terjadi pada peradaban manusia.

Petteri Taalas, Sekretaris Jenderal Organisasi Meteorologi dunia, memperingatkan dalam sebuah pernyataan. "Kita kehabisan waktu karena suhu bumi meningkat drastis dan bahaya tersebut sudah kita rasakan pada penurunan ekonomi, gagal panen dan kelangkaan air bersih.

Dunia membutuhkan kepemimpinan baru untuk mengambil langkah besar secara global untuk memitigasi perubahan iklim dan kenaikan suhu bumi tersebut. Kepemimpinan dunia yang gagal karena terlalu mementingkan kepentingan nasionalnya sendiri dan telah terbukti mengatasi isu tersebut secara tidak memadai.

Kita butuh kepemimpinan baru yang model pembangunannya berdasarkan energi natural terbaharukan yang tidak lagi berdasarkan pada eksploitasi bahan bakar minyak yang begitu destruktif terhadap lingkungan.

Pemimpin dunia bersatulah atau ras manusia akan punah dalam waktu dekat. 

Hidayat Matnoer MPP

Pengamat Kebijakan Publik

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

2.700 Calon Jemaah Haji Jember Mulai Berangkat 20 Mei 2024

Sabtu, 04 Mei 2024 | 13:49

Bertahun Tertunda, Starliner Boeing Akhirnya Siap Untuk Misi Awak Pertama

Sabtu, 04 Mei 2024 | 13:39

Pidato di OECD, Airlangga: Indonesia Punya Leadership di ASEAN dan G20

Sabtu, 04 Mei 2024 | 13:27

Jokowi: Pabrik Baterai Listrik Pertama di RI akan Beroperasi Bulan Depan

Sabtu, 04 Mei 2024 | 13:09

Keputusan PDIP Koalisi atau Oposisi Tergantung Megawati

Sabtu, 04 Mei 2024 | 12:49

Sri Mulyani Jamin Sistem Keuangan Indonesia Tetap Stabil di Tengah Konflik Geopolitik Global

Sabtu, 04 Mei 2024 | 12:40

PKB Lagi Proses Masuk Koalisi Prabowo-Gibran

Sabtu, 04 Mei 2024 | 12:26

Menko Airlangga Bahas 3 Isu saat Wakili Indonesia Bicara di OECD

Sabtu, 04 Mei 2024 | 12:11

LPS: Orang yang Punya Tabungan di Atas Rp5 Miliar Meningkat 9,14 Persen pada Maret 2024

Sabtu, 04 Mei 2024 | 11:58

PKS Sulit Gabung Prabowo-Gibran kalau Ngarep Kursi Menteri

Sabtu, 04 Mei 2024 | 11:51

Selengkapnya