Berita

Jokowi dan Prabowo/Net

Publika

Rekonsiliasi Jokowi-Prabowo, Berkumpulnya Kaum Oligarki

SABTU, 13 JULI 2019 | 16:11 WIB

JIKA kita membaca situasi politik nasional dalam proses rekonsiliasi Jokowi-Prabowo, situasi ini merupakan kegagalan demokrasi di Indonesia.

"Democracy is dead", inilah keadaan di Indonesia hari ini. Demokrasi dalam konteks keputusan-keputusan publik mengarah menjadi keputusan kaum oligarki.

Keputusan publik dalam sebuah tatanan politik demokrasi, substansinya adalah sebuah keputusan yang tidak terpisahkan dari keputusan rakyat banyak.


Rekonsiliasi menjadi aneh, ketika Jokowi dianggap gagal dalam mendapatkan legitimasi, lalu Prabowo justru memberikan legitimasi yang sebenarnya adalah milik rakyat.

Dalam sidang terbuka Mahkamah Konstitusi, rakyat sudah dipertontonkan tontonan vulgar dari kecurangan pilpres yang dibongkar tim pembela hukum beserta para saksi dan ahli dari BPN.

Bukan itu saja, dalam proses pilpres-nya pun kecurangan Jokowi disaksikan oleh mata telanjang jutaan rakyat Indonesia.

Meskipun pada akhirnya proses penghitungan dan gugatan Pilpres 2019 diputuskan dalam legalitas kelembagaan minus legitimasi riil, namun Prabowo justru melegitimasi sepihak jika dirinya memilih untuk rekonsiliasi.

Apa artinya hak rakyat, kedaulatan rakyat dan legitimasi rakyat dalam sistem demokrasi, jika Prabowo mau dijadikan pendamping seperti dalam proses tender yang dikondisikan.

Apakah Prabowo sadar atau memang sengaja bersandiwara, sehingga rakyat kembali dijadikan alas kaki untuk pesta kaum oligarki. Ini pertanyaan yang harus dijawab oleh Prabowo sendiri.

Karena jadi atau tidaknya rekonsiliasi, rakyat hari ini telah sadar bahwa apa yang dikorbankan dari jiwa, raga, harta hingga nyawa merupakan harga mahal yang harus dibayar rakyat untuk demokrasi imitasi di Indonesia saat ini. Tentu situasi ini berpotensi menghasilkan gejolak besar terus menerus, jika Prabowo membuat keputusan yang salah.

Karena Prabowo dapat dicap sebagai provokator yang tidak bertanggung jawab, ketika membakar rakyat melalui pidato penolakan hasil penghitungan KPU. Pada saat itu sama artinya Prabowo ingin menegakkan kebenaran tapi kemudian membiarkan kesesatan.

Sudarsono Hadisiswoyo
Pengamat kebijakan publik.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

Wakil Wali Kota Bandung Erwin Ajukan Praperadilan

Kamis, 18 Desember 2025 | 04:05

Prabowo Diminta Ambil Alih Perpol 10/2025

Kamis, 18 Desember 2025 | 04:00

BNPB Kebut Penanganan Bencana di Pedalaman Aceh

Kamis, 18 Desember 2025 | 03:32

Tren Mantan Pejabat Digugat Cerai

Kamis, 18 Desember 2025 | 03:09

KPID DKI Dituntut Kontrol Mental dan Akhlak Penonton Televisi

Kamis, 18 Desember 2025 | 03:01

Periksa Pohon Rawan Tumbang

Kamis, 18 Desember 2025 | 02:40

Dua Oknum Polisi Pengeroyok Mata Elang Dipecat, Empat Demosi

Kamis, 18 Desember 2025 | 02:13

Andi Azwan Cs Diusir dalam Gelar Perkara Khusus Ijazah Jokowi

Kamis, 18 Desember 2025 | 02:01

Walikota Jakbar Iin Mutmainnah Pernah Jadi SPG

Kamis, 18 Desember 2025 | 01:31

Ini Tanggapan Direktur PT SRM soal 15 WN China Serang Prajurit TNI

Kamis, 18 Desember 2025 | 01:09

Selengkapnya