Berita

Foto: Net

Politik

Kekayaan Oligarki Taipan Itu Hasil Menjarah Uang Bangsa Indonesia

SENIN, 17 JUNI 2019 | 10:51 WIB | OLEH: SALAMUDDIN DAENG

OLIGARKI taipan Indonesia digambarkan sebagai mahluk paling kaya penghuni bumi Indonesia.

Mereka menguasai tanah, menguasai kekayaan alam, menguasai keuangan, menguasai perdagangan. Lebih jauh lagi posisi oligarki Taipan adalah sebagai penyangga sistem Reformasi.

Mereka mengatur dan menentukan siapa menjabat apa dalam seluruh jabatan terpenting di Republik Indonesia. Mereka menguasai media, mengatur semua isue, opini dan pikiran publik. Semua menggunakan uang!


Lalu darimana uang mereka sehingga mereka begitu kaya? Tidak lain adalah karena kepiawaian mereka menjarah keuangan negara, terutama jika negara dalam keadaan kacau dan pemimpinnya lemah. Selanjutnya mereka akan menempatkan boneka senagai pemimpin untuk menyempurnakan penjarahan uang negara tersebut.

Penjarahan paling besar oligarki taipan terhadap bangsa Indonesia adalah melalui skandal keuangan yang terjadi pada puncak krisis ekonomi Indonesia 1997/1998 adalah penjarahan keuangan negara yang paling besar yang pernah terjadi dalam sejarah moderen.

Nilai penjarahan keuangan negara dalam puncak krisis setara dengan 75 persen GDP negara Indonesia. Tidak tanggung tanggung nilai penjarahan uang yang dilakukan oligarki taipan mencapai dua puluh kali (20 kali) Nilai APBN Indonesia.

Skandal itu terjadi di Indonesia melalui apa yang disebut dengan kebijakan penyehatan perbankan. Total obligasi senilai Rp 648 triliun diterbitkan oleh pemerintah untuk rekapitalisasi bank.

Dari jumlah ini sekitar Rp 430 triliun adalah dalam bentuk obligasi rekapitalisasi. Tambahan Rp 218 triliun dikeluarkan untuk BI sebagai penyelesaian biaya kepada BI atas dukungan likuiditas BLBI untuk bank-bank pada puncak krisis.

BLBI adalah skandal yang terkait dengan bantuan likuiditas darurat yang ditawarkan oleh Bank Indonesia pada puncak krisis, yang dikenal sebagai Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Bantuan ini dimaksudkan untuk alasan meringankan krisis likuiditas parah yang dihadapi bank-bank setelah krisis keuangan, dan untuk menghentikan penularan krisis. Faktanya yang terjadi akhirnya BLBI membiayai pelarian uang oleh pemilik bank-bank yng memborong dolar dan melarikan uang mereka kabur ke luar negeri.

Meskipun ada suntikan sekitar Rp164,5 triliun selama dua tahun dalam puncak krisis, pemerintah malah harus menutup sekitar 48 bank.

BPK, badan audit nasional tertinggi, memprakarsai peninjauan skema BLBI dalam temuannya mendapati Rp 144,5 triliun dicairkan ke sekitar 48 bank swasta, audit menemukan bahwa 96 persen hilang atau tidak dapat dipulihkan, 59 persen disalahgunakan, memberikan pinjaman tanpa agunan yang cukup, dan hanya Rp 35 triliun dapat dipertanggungjawabkan dan hanya sekitar Rp12 triliun dapat diamankan.

Ini benar benar penjarahan uang rakyat.

Penyalahgunaan kekuasaan Bank Indonesia (BI) yang paling mengerikan adalah dalam pencairan pinjaman kepada bank-bank dengan masalah arus kas pada akhir 1997 dan awal 1998. Pinjaman-pinjaman ini telah menimbulkan skandal keuangan yang sangat buruk.

Auditor negara (BPK) menemukan bahwa dari 144,5 triliun rupiah (saat ini 15 miliar dolar AS) dalam pinjaman, lebih dari 90 persen tidak dapat dipertanggungjawabkan dengan baik dan lebih dari setengahnya telah disalahgunakan.

Empat bank yakni, Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Bank Central Asia (BCA), Bank Danamon dan Bank Umum Nasional (BUN), menyumbang dua pertiga dari total dana BLBI. Bank-bank ini mendominasi basis aset perbankkan.

Seluruh skema penyehatan perbankan dan keuangan dalam periode krisis telah menjadikan oligarki taipan kaya raya, sementara negara menanggung beban utang mereka dan mensubsidi bunga pinjaman mereka sampai hari ini.

Jadi kekayaan oligarki taipan yang berlipat ganda, baik yang disimpan di luar negeri yang saat ini mencapai Rp 11 ribu triliun dan yang dibawa masuk ke Indonesia digunakan untuk menguasai kembali Indonesia, menguasai tanah, mengusai bank, menguasai perdagangan, menguasai infrastruktur, dan lain sebagainya pasca krisis 1998, semuanya adalah uang hasil penjarahan.

Sekarang uang mereka terancam disita internasional karena pihak yang memegang uang haram itu sendiri ketakutan setelah beberapa rekan rekannya di Amerika, Eropa, Amerika Latin, masuk bui karena skandal keuangan transnasional.

Sebentar lagi badai pembersihan yang kotor akan melanda Asia. Silakan elite Indonesia kalau mau melindungi? Kalau mau masuk bui bersama mereka semua. Monggo mas ...


Peneliti dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)


Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Slank Siuman dari Jokowi

Selasa, 30 Desember 2025 | 06:02

Setengah Juta Wisatawan Serbu Surabaya

Selasa, 30 Desember 2025 | 05:30

Pilkada Mau Ditarik, Rakyat Mau Diparkir

Selasa, 30 Desember 2025 | 05:19

Bukan Jokowi Jika Tak Playing Victim dalam Kasus Ijazah

Selasa, 30 Desember 2025 | 05:00

Sekolah di Aceh Kembali Aktif 5 Januari

Selasa, 30 Desember 2025 | 04:50

Buruh Menjerit Minta Gaji Rp6 Juta

Selasa, 30 Desember 2025 | 04:07

Gegara Minta Duit Tak Diberi, Kekasih Bunuh Remaja Putri

Selasa, 30 Desember 2025 | 04:01

Jokowi-Gibran Harusnya Malu Dikritik Slank

Selasa, 30 Desember 2025 | 03:45

Pemprov DKI Hibahkan 14 Mobil Pemadam ke Bekasi hingga Karo

Selasa, 30 Desember 2025 | 03:05

Rakyat Tak Boleh Terpecah Sikapi Pilkada Lewat DPRD

Selasa, 30 Desember 2025 | 03:02

Selengkapnya