Berita

Sureq Galigo/Net

Jaya Suprana

Sureq Galigo

SENIN, 17 JUNI 2019 | 08:15 WIB | OLEH: JAYA SUPRANA

SEBAGAI warga Indonesia dan pembelajar kebudayaan, saya mengagumi kebudayaan Bugis.

Satu di antara pesona mahakarya kebudayaan Bugis adalah Sureq Galigo sebagai mahakarya seni sastra yang dalam harkat-martabat layak berdiri-sama-tinggi-duduk-sama-rendah dengan Mahabharata, Ramayana, Sam Kok, Kojiki, Nihon Shoki, mahakarya-mahakarya Shakespeare, Goethe, Dickens, Hugo, Tolstoi, Melville  dan lain-lain.

Sureq Galigo

Sureq Galigo atau kini populer disebut “I La Galigo” merupakan sebuah mahakarya wiracarita asal-muasal peradaban Bugis di Sulawesi Selatan yang ditulis di antara abad XIII dan XV dalam bentuk puisi bahasa Bugis kuno dengan aksara  Lontara Bugis.

Mahapuisi Bugis ini terdiri dari sajak bersuku lima dan selain menceritakan kisah asal usul manusia, juga berfungsi sebagai almanak praktis kehidupan sehari-hari.

Epik ini dalam masyarakat Bugis berkembang sebagian besar melalui tradisi lisan dan masih dinyanyikan pada upacara-upacaratradisional Bugis penting.

Versi tertulis hikayat Sureq Galigo paling awal diawetkan pada abad ke-18, di mana versi-versi yang sebelumnya telah hilang akibat dirusak serangga, iklim mau pun vandalisme oleh manusia.

Maka tidak ada versi Sureq Galigo yang pasti atau lengkap, namun bagian-bagian yang telah diawetkan berjumlah 6.000 halaman atau 300.000 baris teks, membuatnya menjadi satu di antara  mahakarya  sastra terakbar di planet bumi ini.

Sendratari

Maka saya sangat menghargai karsa direktur Ciputra Artpreneur, Rina Ciputra mempergelar mahakarya sendratari kontemporer “I La Galigo” garapan sutradara Robert Wilson berhias tata-musik Rahayu Supanggah pada tanggal 3, 5, 6 dan 7 Juli 2019 di   panggung Ciputra Artpreneur Theater, Jakarta.

Para pemeran bertutur lewat tari dan gerak tubuh didukung Soundscape serta penataan musik gubahan maestro musik Rahayu Supanggah yang  menggunakan 70 instrumen musik tradisional dari Sulawesi, Jawa, dan Bali.

Perpaduan peralatan musik Nusantara semarak dimainkan oleh 12 musisi pada pergelaran spektakular “I La Galigo” yang terlebih dahulu telah melanglang buana di panggung mancanegara.

Rhoda Grauer

Sebaiknya kita jangan melupakan jasa seorang tokoh yang telah ikut memungkinkan pelestarian bahkan pengembangan mahakaraya wiracarita Sureg Galigo  menjadi sebuah mahakarya seni panggung abad XXI.

Saya pribadi beruntung pada belahan awal abad XXI sempat berjumpa dan berdiskusi tentang upaya pengembangan seni tradisional Nusantara ke kawasan panggung mancanegara dengan beliau.

Tokoh ini bernama  Rhoda Grauer yang telah menjadi produser seni, sutradara dan penulis teater, televisi dan radio selama lebih dari 40 tahun. Rhoda mengembangkan program-program kreasinya sendiri serta menghasilkan mahakarya yang melibatkan seniman internasional termasuk: Mikhail Baryshnikov, Savion Glover, Gregory Hines, Jerome Robbins, Malavika Sarukkai, Twyla Tharp, Bando Tomasburo.

Program televisi termasuk Dancing, serial delapan jam tentang tari dunia; Baryshnikov oleh Tharp dengan American Ballet Theatre, Koreografi oleh Jerome Robbins dengan New York City Ballet dan Gregory Hines: Tap Dance. Dancing, dan buku pendampingnya, telah menjadi dasar dari banyak program studi perguruan tinggi tentang kebudayaan dunia.

Karya Rhoda Grauer telah mendapat dukungan dari Endowment Nasional untuk Seni, Endowmen Nasional Kemanusiaan, Lila Wallace Readers Digest Fund, Ford, Rockefeller, Freeman, Jepang dan Yayasan Hoso Bunka, Perusahaan untuk Sistem Penyiaran Publik, Radio Publik Internasional , Dewan Kebudayaan Asia dan telah memperoleh penghargaan Emmy dan Golden Globe.

Indonesia

Rhoda Grauer yang sangat cinta kebudayaan Nusantara ikut mendirikan Yayasan Kelola, sebuah organisasi layanan nasional Indonesia untuk seni dan budaya.

Rhoda Grauer juga menyutradarai film-film dokumenter tentang para tetua seni tradisional Nusantara dan melakukan penelitian ekstensif untuk Ford Foundation serta bergabung ke Purnati Indonesia yang memproduksi mahakarya sendratari  “I La Galigo”.

Penulis adalah pendiri Jaya Suprana School of Performing Arts dan Sanggar Pembelajaran Kebudayaan Dunia

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

UPDATE

Hadiri Halal Bihalal Ansor, Kapolda Jateng Tegaskan Punya Darah NU

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:19

Bursa Bacalon Wali Kota Palembang Diramaikan Pengusaha Cantik

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:04

KPU Medan Tunda Penetapan Calon Terpilih Pileg 2024

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:50

Pensiunan PNS di Lubuklinggau Bingung Statusnya Berubah jadi Warga Negara Malaysia

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:35

Partai KIM di Kota Bogor Kembali Rapatkan Barisan Jelang Pilkada

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:17

PAN Jaring 17 Kandidat Bakal Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bengkulu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:58

Benny Raharjo Tegaskan Golkar Utamakan Kader untuk Pilkada Lamsel

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:41

Pria di Aceh Nekat Langsir 300 Kg Ganja Demi Upah Rp50 Ribu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:21

Alasan Gerindra Pagar Alam Tak Buka Pendaftaran Bacawako

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:57

KPU Tubaba Tegaskan Caleg Terpilih Tidak Dilantik Tanpa Serahkan LHKPN

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:26

Selengkapnya