Berita

Gadung MK/Net

Publika

Masa Sidang MK Tidak Ideal Untuk Memeriksa Sengketa Pilpres

RABU, 29 MEI 2019 | 10:44 WIB | OLEH: SAID SALAHUDIN

WAKTU 14 hari kerja yang dimiliki Mahkamah Konstuitusi (MK) tidak ideal untuk memeriksa, mengadili dan memutus permohonan sengketa Pilpres 2019 yang diajukan oleh pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Berdasarkan ketentuan Pasal 475 ayat (3) UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum, MK diberikan waktu 14 hari untuk menuntaskan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden.

Sekalipun ketentuan hari itu tidak merujuk pada hari kalender karena telah dimaknai oleh MK sebagai hari kerja, tetapi menurut penalaran yang wajar waktu tersebut tampaknya tidak akan cukup memadai.


Perlu diingat, di dalam waktu 14 hari itu persidangan nantinya akan dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu pemeriksaan pendahuluan, pembuktian dan pembacaan putusan.

Nah, yang paling penting dari tiga jenis persidangan itu tentu saja adalah sidang pembuktian. Sebab pada sidang itulah para pihak berkesempatan untuk saling menunjukan bukti serta beradu argumentasi hukum guna membuktikan benar-tidaknya Pilpres 2019 berlangsung dengan curang.

Kalau pemeriksaan pendahuluan itu kan hanya sidang untuk memeriksa kelengkapan dan kejelasan Permohonan serta pengesahan alat bukti saja. Sementara pada sidang pembacaan putusan para pihak hanya bisa duduk manis mendengarkan sikap Hakim.   

Persoalannya, jangan dibayangkan dalam 14 hari itu MK nantinya akan menggelar sidang pembuktian sebanyak 14 kali. Jumlahnya pasti akan kurang dari itu. Pada PHPU Pilpres 2014 saja, misalnya, MK hanya menggelar tujuh kali sidang pembuktian dari total sembilan kali persidangan.

Padahal, pada saat itu MK hanya fokus pada sidang PHPU Pilpres, tidak dipusingkan dengan sidang PHPU Pileg seperti sekarang. Kalau sekarang, selain mengadili PHPU Pilpres, MK juga harus menyidangkan ratusan perkara PHPU Pileg. Sebab di tahap awal saja MK sudah menerima permohonan perselisihan dari hampir seribu daerah pemilihan.

Dengan kondisi itu dapat kita bayangkan betapa tidak mudahnya bagi MK untuk mengatur jadwal dan mengoptimalkan persidangan. Teknis sidang dengan menggunakan sistem panel yang direncakanan Mahkamah pun saya kira masih belum memadai untuk mengejar efektifitas sidang.

Efektifitas yang saya maksudkan terkait dengan kualitas persidangan. Kalau asal bersidang saja sih gampang. Tetapi yang kita harapkan nanti kan MK tidak sekedar menggelar sidang, tetapi bagaimana persidangan dapat betul-betul mengungkap berbagai permasalahan yang muncul didalam penyelenggaraan Pemilu.

Lebih dari itu, pendeknya masa persidangan PHPU Pilpres saya kira juga jauh dari ideal untuk memeriksa dugaan pelanggaran yang bersifat Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM), sebagaimana didalilkan oleh Paslon 02.

Kalau argumentasinya TSM, itu artinya MK diminta untuk memeriksa kembali semua proses pemilu sejak tahapan awal. Sebab, ketika disebut pelanggaran sistematis, misalnya, itu terkait dengan dugaan adanya rencana yang telah disusun atau dirancang jauh-jauh hari untuk memenangkan paslon tertentu dengan cara-cara yang melanggar aturan.

Belum lagi pembuktian terkait pelanggaran yang bersifat terstruktur. Di situ harus dibuktikan siapa saja aparat struktural, baik aparat pemerintah dan/atau penyelenggara pemilu yang secara kolektif atau bersama-sama diduga telah memberikan keuntungan atau merugikan paslon tertentu.

Nah, kalau untuk mengungkap semua hal itu MK hanya menggelar sidang pembuktian sebanyak tujuh kali seperti pada PHPU Pilpres 2014, atau bahkan mungkin kurang dari itu, misalnya, bagaimana mungkin waktu yang sempit itu bisa digunakan secara optimal oleh pemohon, termohon, pihak terkait, Bawaslu serta pihak lainnya untuk meyakinkan Mahkamah?

Sekali lagi, disini saya hendak menekankan pada aspek substansial dan kualitas persidangan, bukan hanya terkait dengan digelarnya sidang yang bersifat reguler-prosedural.

Oleh sebab itu, menurut saya ada baiknya jika waktu 14 hari yang dimiliki MK dalam menuntaskan perkara PHPU Pilpres, dipertimbangkan untuk diperpanjang. Sebab, secara logis waktu tersebut memang tidak ideal untuk memeriksa begitu banyak bukti dokumen, saksi, ahli, dan sebagainya yang diajukan oleh para pihak.

Agar masa persidangan PHPU Pilpres dapat diperpanjang sehingga sidang pembuktian dapat digelar dengan frekuensi yang lebih ideal, maka satu-satunya cara yang dapat dilakukan adalah dengan menguji konstitusionalitas Pasal 475 ayat (3) UU 7/2017 melalui acara pemeriksaan cepat di Mahkamah Konstitusi.

Sebagai pihak yang memiliki kepentingan langsung atas permohonan PHPU Pilpres, maka jika dipandang perlu kubu Prabowo Subianto saya kira bisa mengajukan diri sebagai pihak pemohon atas pengujian norma undang-undang dimaksud.

Pemerhati pemilu, politik dan kenegaraan, Direktur Sinergi masyarakat untuk demokrasi Indonesia (Sigma).

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Kades Diminta Tetap Tenang Sikapi Penyesuaian Dana Desa

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:10

Demokrat Bongkar Operasi Fitnah SBY Tentang Isu Ijazah Palsu Jokowi

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:08

KPK Dalami Dugaan Pemerasan dan Penyalahgunaan Anggaran Mantan Kajari HSU

Rabu, 31 Desember 2025 | 12:01

INDEF: MBG sebuah Revolusi Haluan Ekonomi dari Infrastruktur ke Manusia

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:48

Pesan Tahun Baru Kanselir Friedrich Merz: Jerman Siap Bangkit Hadapi Perang dan Krisis Global

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:40

Prabowo Dijadwalkan Kunjungi Aceh Tamiang 1 Januari 2026

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:38

Emas Antam Mandek di Akhir Tahun, Termurah Rp1,3 Juta

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:26

Harga Minyak Datar saat Tensi Timteng Naik

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:21

Keuangan Solid, Rukun Raharja (RAJA) Putuskan Bagi Dividen Rp105,68 Miliar

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:16

Wacana Pilkada Lewat DPRD Salah Sasaran dan Ancam Hak Rakyat

Rabu, 31 Desember 2025 | 11:02

Selengkapnya