Berita

Male, Ibukota Maladewa/Net

Dunia

Negara Dengan 100 Persen Penduduknya Muslim, Siapa Yang Bawa Islam Ke Maladewa?

JUMAT, 24 MEI 2019 | 01:03 WIB | LAPORAN:

Maladewa adalah negara yang identik dengan pantai yang memesona dan pengalaman menyelam yang menakjubkan. Tapi, banyak orang di dunia yang melewatkan sejarah negara kepulauan ini, yang 100 persen penduduknya adalah Muslim.

Dalam konstitusi Maladewa disebutkan, Islam adalah agama wajib bagi seluruh warganegaranya. Dengan itu, tidak ditemukan satupun warganegara Maladewa non-Muslim di ratusan pulau kecil yang ditemukan oleh pelaut dan pedagang Arab pada abad ke-12 tersebut.

Sementara di Ibukota Maladewa, Male, terdapat makam Abu al-Barakat Yusuf al-Barbari. Laman Aljazeera.net menyebutkan, dari namanya, Abu al-Barakat diduga adalah seorang Dai asal Amazigh Maroko yang mengakhiri perjalanan dakwahnya di salah satu pulau yang ada di Maladewa.


Ketika itu, Sultan Maladewa masuk Islam di hadapan Abu Barakat, yang kemudian diikuti oleh seluruh penduduknya yang beragama Budha. Sultan kemudian membangun masjid dan madrasah sebagai sarana untuk mengajarkan agama yang baru dipeluk masyarakat itu.

Islam dan Maladewa

Sebelum Islam, penduduk Maladewa memiliki satu ritual yang cukup memberatkan, yaitu mengorbankan gadis untuk sosok yang mereka sebut sebagai 'Iblis Lautan'. Setiap bulan, suku-suku di Maladewa akan memilih seorang gadis akan dikorbankan untuk memedamkan kemarahan 'Rannamari'.

Penjelajah Muslim asal Maroko, Ibnu Batutah, juga menggambarkan adat dan kebiasaan penduduk Maladewa saat ia mengunjungi kawasan ini pada abad ke-14 lalu.

Dalam dokumentasinya, Ibnu Batutah mengisahkan Abu Barakat yang seorang penghafal Al-Quran singgah di rumah seorang tua di Maladewa. Orang tua tersebut menangis sampai kehabisan air mata. Usut punya usut, ternyata kediaman si orang tua diharuskan untuk berkorban sebagaimana adat dan kebiasaan, sementara orang tua itu hanya memiliki seorang anak gadis.

Mendengar itu, Abu Barakat lalu menawarkan diri kepada orang tua untuk menjadi pengganti bagi anak gadisnya, yang artinya ia harus dibunuh oleh jin. Pada malam hari, Abu Barakat menyelinap ke dalam bangunan berhala dan berdiam diri di sana dalam keadaan berwudlu.

Pagi harinya, si orang tua dan seluruh penduduk datang ke bangunan itu dengan maksud membawa keluar gadis yang telah dikurbankan untuk dibakar, sesuai adat mereka. Namun mereka terkejut. Pasalnya, mereka justru mendapati Abu Barakat sedang melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran, dan tidak terbunuh.

"Warga kemudian membawa Abu Barakat kepada raja mereka. Mereka lalu menceritakan fakta yang baru saja terjadi. Raja pun terkejut. Ketika ditanya, Abu Barakat menjelaskan tentang Islam kepada sang Raja. Lalu, Raja berkata 'bulan depan, lakukan lagi (berdiam di bangunan berhala untuk dibunuh jin), jika kamu selamat maka aku masuk Islam," tutur Ibnu Batutah mengisahkan perjalanan Abu Barakat.

Pada bulan selanjutnya, Abu Barakat melaksanakan permintaan dari sang Raja. Lagi-lagi ia dapat lolos dari jin kepercayaan warga di pulau itu.

Ibnu Batutah melanjutkan kisahnya, "Lalu Raja dan seluruh penduduk pulau itu masuk Islam. Abu Barakat mendapat tempat yang sangat mulia di sisi penduduk. Penduduk juga bermazhab dengan Mazhab Imam Malik, sesuai yang dianut Abu Barakat. Bahkan, penduduk juga membangun masjid dan diberi nama Abu Barakat."

Memang, Islam tergolong akhir masuk ke Maladewa, yaitu abad ke-12. Namun begitu, banyak sejarawan dan pengamat menilai fakta sejarah tersebut sebagai titik tolak yang sangat penting bagi Maladewa.

Setelah masuk Islam, Raja Maladewa yang sebelumnya beragama Budha itu kemudian mengubah namanya menjadi Sultan Mohamad al-Adel. Sejak itu, Kesultanan Islam di Maladewa berlangsung hingga tahun 1965 ketika negara itu mengadopsi pemilihan umum dalam sistem pergantian pemerintahannya.

Gelar resmi Sultan Maladewa hingga tahun 1965 adalah 'Yang Mulia Sultan Bumi dan Laut, Penguasa Dua Belas Ribu Pulau dan Sultan Maladewa'.

Secara historis, bahasa Arab juga menjadi bahasa resmi yang digunakan oleh Kesultanan. Padahal, negara-negara Islam di kawasan itu lebih banyak menggunakan bahasa Persia dan Urdu. Madrasah Fiqih Maliki juga menjadi sekolah resmi di kepulauan tersebut hingga abad ke-17.

Populer

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Polres Tangsel Diduga Gelapkan Barbuk Sabu 20 Kg

Minggu, 21 Desember 2025 | 02:07

Pemberhentian Ijeck Demi Amankan Bobby Nasution

Minggu, 21 Desember 2025 | 01:42

Indonesia, Negeri Dalam Nalar Korupsi

Minggu, 21 Desember 2025 | 01:05

GAMKI Dukung Toba Pulp Lestari Ditutup

Minggu, 21 Desember 2025 | 01:00

Bergelantungan Demi Listrik Nyala

Minggu, 21 Desember 2025 | 00:45

Komisi Percepatan Reformasi Polri Usul Polwan Dikasih Jabatan Strategis

Minggu, 21 Desember 2025 | 00:19

Putin Tak Serang Negara Lain Asal Rusia Dihormati

Minggu, 21 Desember 2025 | 00:05

Ditemani Kepala BIN, Presiden Prabowo Pastikan Percepatan Pemulihan Sumatera

Sabtu, 20 Desember 2025 | 23:38

Pemecatan Ijeck Pesanan Jokowi

Sabtu, 20 Desember 2025 | 23:21

Kartel, Babat Saja

Sabtu, 20 Desember 2025 | 23:03

Selengkapnya