Berita

Irmanputra Sidin/Net

Politik

Irmanputra Sidin Paparkan Alasan People Power Bukan Makar

SENIN, 20 MEI 2019 | 20:56 WIB | LAPORAN: DIKI TRIANTO

Pakar hukum tata negara, Irmanputra Sidin tak sependapat dengan beberapa pihak yang menyebut gerakan people power sebagai tindakan makar. Menurutnya, gerakan yang belakangan makin ramai hanya sekadar penyampaian pendapat yang dilindungi undang-undang.

"Inilah kekuatan rakyat, kedaulatan rakyat yang mungkin ada yang menyebut people power. Kedaulatan rakyat, pelaksanaan implementasinya tidak hanya melalui pemilu, tetapi juga dengan menyampaikan pendapat," kata Irman di akun Youtube UUD  TV, Senin (20/5).

Menurutnya, harus dibedakan antara penyampaian pendapat dengan gerakan makar. Dalam Undang-Undang Dasar 1945, dijelaskan dengan gamblang soal kebebasan berpendapat.

Bahkan ia menyebut bahwa kebebasan berpendapat sudah dijelaskan tiga kali dalam UUD 1945, yakni Pasal 28 UUD 1945, Pasal 28E UUD 1945 ayat 2, dan ayat 3 di pasal yang sama.

Tak hanya itu, reformasi tahun 1998 juga diakui telah melahirkan UU 9/1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat yang memberikan ruang selebar-lebarnya bagi warga negara Indonesia menyampaikan pendapat di muka umum.

"Bahkan UU ini akan menggolongkan kejahatan bagi siapa saja yang menghalangi atau merintangi mereka menyampaikan pendapaat ini," lanjutnya.

"Kemerdekaan menyampaikan pendapat akan berakhir ketika malaikat Izrail menjemput ruh kita sebagai manusia. Di situlah kemerdekaan menyampaikan pendapat selesai," jelasnya.

Besarnya kekuatan penyampaian pendapat ini, kata Irman, diimbangi dengan kekuatan pemerintah sebagai alat negara yang memiliki senjata, atau disebut juga government power jika dihadapkan dengan people power.

"Inilah keseimbangan yang dibuat oleh kedaulatan rakyat. Kekuatan pemerintah ini untuk kedaulatan negara yang diberikan oleh daulat rakyat juga. Karenanya kalau kita mengajak ruang kekuatan rakyat melawan kekuatan pemerintah dalam dialektika pemerintahan, maka ini tidak bisa diartikan sebagai makar," tutur Irmanputra.

"Dialektika pergantian pemerintahan itu diatur dalam UUD 1945 Pasal 7, 7a, 7b, Pasal 8 dan juga Pasal 24c UUD 1945. Presiden bisa berakhir karena berakhirnya masa jabatan lima tahun, atau mangkat dan sebagainya," tandasnya.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Pendapatan Garuda Indonesia Melonjak 18 Persen di Kuartal I 2024

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:41

Sidang Pendahuluan di PTUN, Tim Hukum PDIP: Pelantikan Prabowo-Gibran Bisa Ditunda

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:35

Tak Tahan Melihat Penderitaan Gaza, Kolombia Putus Hubungan Diplomatik dengan Israel

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:34

Pakar Indonesia dan Australia Bahas Dekarbonisasi

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:29

Soal Usulan Kewarganegaraan Ganda, DPR Dorong Revisi UU 12 Tahun 2006

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:25

Momen Hardiknas, Pertamina Siap Hadir di 15 Kampus untuk Hadapi Trilemma Energy

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:24

Prabowo-Gibran Diminta Lanjutkan Merdeka Belajar Gagasan Nadiem

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:16

Kebijakan Merdeka Belajar Harus Diterapkan dengan Baik di Jakarta

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:06

Redmi 13 Disertifikasi SDPPI, Spesifikasi Mirip Poco M6 4G

Kamis, 02 Mei 2024 | 10:59

Prajurit TNI dan Polisi Diserukan Taat Hukum

Kamis, 02 Mei 2024 | 10:58

Selengkapnya