Tiga kepala desa yang dikirim ke Tiongkok mendapat ilmu baru mengembangkan desa. Mereka bakal melakukan inovasi yang bisa meningkatkan kesejahteraan desa.
Ketiga kepala desa tersebut yaitu, Hardi Kepala Desa Poleonro, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, Sumaryono Kepala Desa Margasakti, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu, serta Alimuddin Kepala Desa Kandolo, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Sebelumnya, mereka dikirim oleh Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Eko Putro Sandjojo mengikuti acara forum kepala desa nternasional yaitu ASEAN Plus Three Village Leaders Exchange Program Yunnan, Cina, pada 5-11 Mei.
Seminggu di Tiongkok, membuat mereka semakin termotivasi untuk terus mengembangkan desa. Tiba di Tanah Air, ketiga sudah tak sabar menerapkan ilmu yang didapat dari acara forum itu.
Sumaryono, Kepala Desa Margaskati mengatakan, banyak pengalaman yang didapat selama belajar di Yunnan diantaranya bagaimana pengentasan kemiskinan di desa, membangun infrastruktur yang terintegrasi di desa.
Menurutnya, Desa Margasakti akan berinovasi dalam program integrasi yaitu akan membuat inovasi teknologi pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit menjadi produk minyak goreng, mentega, sabun, lilin dan sebagainya.
"Kami juga akan menerapkan desa wisata yang terinspirasi dari pemukiman Hebian Village di Yunnan, yang disitu nanti akan dikombinasikan antara sumber daya alam yang ada yaitu sumber daya air dengan wisata menopolitan dengan BUMDes, mudah-mudahan jadi pemicu desa-desa yang lain," ungkapnya optimistis.
Pada tahun 2019 desanya mengalokasikan dana desa dengan penyertaan modal Rp 350 juta dalam menunjang pembangunan pabrik pengolahan kelapa sawit menjadi minyak goreng yang diserahkan sepenuhnya pada BUMDes Maju Jaya Sakti untuk mengelola terutama pembangunan pabrik kelapa sawit.
Sementara, Kepala Desa Poleonro, Hardi mengatakan ada beberapa rencana yang akan dilakukan di desanya, pertama pengembangan produk unggulan desa berdasarkan potensi yang dimiliki seperti yang dilaksanakan di Thailand memadukan kegiatan pertanian dengan kegiatan pariwisata.
“Di tempat kami akan dilakukan pengembangan destinasi digital yang pusat pertumbuhannya itu ada di sektor pertanian. Destinasi digital itu desa wisata tetapi proses promosi dilakukan melalui media sosial. Dari ekowisata ini pengunjung bisa menggunakan moda transportasi delman dan singgah ditempat cinderamata. Ada juga kelompok musik anak muda untuk menghibur. Ini menumbuhkan semua sektor,†terangnya.
Rencananya tempat tersebut akan dibuka 2-3 kali seminggu. Di dalam destinasi digital tidak ada transaksi dalam bentuk tunai. Mereka membeli koin. Ini diharapkan betul-betul melibatkan banyak orang dan menghidupkan ekonomi kerakyatan. Potensi pasar yang akan ditangkap karena biasanya generasi milenial akan datang ke tempat-tempat seperti itu.
"Kami tidak lagi terlalu fokus membangun fisik dan infrastruktur tapi lebih fokus ke pemberdayaan masyarakat karena sangat banyak mendorong pertumbuhan ekonomi, lahirnya usahawan-usahawan baru, industri-industri baru, dan makin banyak aktivitas ekonomi. Harapannya destinasi digital ini menjadi pilar untuk meningkatkan perekonomian masyarakat,†jelasnya optimistis.
Begitu juga dengan Kepala Desa Kandolo, Alimuddin mengatakan, bukan persoalan kekurangan duit yang ada di desa tapi yang ada adalah kekurangan gagasan, ide, inovasi sehingga desa tertinggal. Karena itu, di desanya akan mencoba inovasi yang awalnya membuat gula aren, gula semut dari air nira dari tungku dimasak dengan kayu diindustrikan dengan menggunakan mesin. Jumlah produksinya pun meningkat dengan biaya operasioanl lebih efisien.
“Kalau meggunakan tungku, untuk memasak 50 liter air nira perlu waktu sehari full. Kalau menggunakan elpiji atau gas dengan mesin dengan 50 liter hanya cukup waktu 2 jam. Dengan modal 5 pohon aren saja mereka bisa hidup, menguliahkan anaknya. Di sana kami ada BUMDes, sudah mengeloal 3 unit usaha," ungkapnya.