MEDIA Israel berbahasa Ibrani Hayom, yang dikenal sangat dekat dengan Benyamin Netanyahu, membocorkan secara sengaja bagian-bagian inti dari isi kesepakatan abad ini atau "Deal of Century" yang digagas pemerintah Amerika di bawah Donald Trump.
Kecurigaan dibocorkannya secara sengaja poin-poin yang sementara ini ditutup sangat rapat, semakin menemukan pijakannya, merujuk pada sumber Kementrian Luar Negri Israel yang dikatakan Hayom sebagai sumber dari mana info didapat. Disebutkannya secara jelas sumber informasi tersebut, sebagai pesan agar para pembacanya percaya bahwa poin-poin yang diungkapnya memiliki akurasi dan sumber legitimasi yang tinggi.
Waktu yang dipilih juga bertepatan dengan saat ketegangan antara Amerika dan Iran mencapai puncaknya. Hal ini sebenarnya menjelaskan secara tidak langsung bahwa tujuan sebenarnya dari manuver militer Amerika yang melibatkannya gugus tugas angkatan laut termasuk kapal induk Abraham Lincoln dan angkatan udara termasuk bomber B-52, mendekati wilayah Iran.
Iran harus memahaminya bahwa ia tidak boleh mengganggu inisiatif Amerika terkait dengan gagasan kesepakatan abad ini antara Palestina dan Israel. Selain itu, untuk mengingatkan negara-negara Arab pro-Iran di kawasan Timur Tengah agar tidak bergerak jika tidak ingin berurusan dengan militer Amerika secara langsung.
Di antara poin-poin draft kesepakatan yang diungkapkannya, yang perlu mendapatkan perhatian antara lain: Pertama, pengakuan Yerusalem sebagai kota yang tak terbagi, dan sepenuhnya milik Israel. Meskipun keberadaan warga Palestina di kota ini tidak akan diganggu, sepanjang tunduk dengan aturan yang dibuat oleh otoritas dan administrasi pemerintah Israel. Di sisi lain Palestina harus membayar seluruh fasilitas yang dinikmati warganya, seperti sekolah atau fasilitas umum lain.
Kedua, pengakuan terhadap seluruh permukiman ilegal. Dengan kesepakatan ini, maka seluruh permukiman yang statusnya saat ini sebagai permukiman ilegal berubah menjadi legal. Konsekuensinya, Israel akan memiliki aparat keamanan dan akses jalan, serta fasilitas administratif lain untuk berada di semua wilayah negara Palestina di Tepi Barat. Kementrian Luar Negri Palestina di Ramallah menyebutnya sebagai bagian dari kebijakan apartheid.
Ketiga, negara Palestina baru yang diizinkan berdiri tidak boleh punya militer yang bertugas melindungi dan menjaga kedaulatan negara sebagaimana lazimnya sebuah negara merdeka. Jadi negara Palestina tidak boleh punya angkatan darat, angkatan laut, maupun angkatan udara. Semua tugas ini akan dititipkan kepada Israel. Palestina hanya boleh punya polisi yang dilengkapi dengan senjata ringan saja. Dengan kata lain, negara Palestina akan memiliki kedaulatan yang terbatas, dan masalah keamanan bergantung pada Israel secara permanen.
Keempat, adu-domba PLO dengan Hammas, Jihad Islam, dan faksi-faksi perlawanan lain. Perjanjian akan ditandatangani oleh Otoritas Palestina yang notabene kini dipimpin faksi Fatah di Ramallah. Sementara yang lainnya termasuk Hammas, Jihad Islam yang berada di Gaza harus mengikuti dan mematuhinya.
Kelima, adu-domba atau
fait accompli Palestina dengan negara-negara Arab lain, khususnya Mesir dan Yordania yang bertetangga. Dalam batas tertentu, perjanjian ini sudah dikomunikasikan dengan tetangga-tetangga Israel, khususnya Mesir dan Yordania. Keduanya dibuat menerima berkah atau setidaknya tidak merugikan. Sementara tetangga lain, seperti Suriah dan Lebanon ditinggal.
Keenam, Jared Kushner seorang pengusaha menantu Donald Trump yang konon beragama Yahudi dan sangat pro-Israel yang menjadi otak perjanjian sekaligus mewakili kepentingan keluarga mereka, memiliki kepentingan bisnis baik di Israel maupun negara-negara Arab yang kaya di kawasan Teluk. Tentu proposal yang dibuatnya tidak bisa dilepaskan dari interesnya.
Dengan uraian di atas, tampak jelas sejumlah perbedaan dan perubahan baik dari nomenklatur maupun spiritnya bila dibandingkan dengan perjanjian Oslo Accord yang melahirkan konsep
two states solution sebelumnya, yang telah ditandatangani pada 1993 di Washington,D.C oleh Yaser Arafat mewakili Palestina dan Yitzhak Rabin mewakili Israel, disaksikan oleh Presiden Amerika Bill Clinton sebagai mediator.
Gagasan
two states solution terasa lebih berimbang dalam mengakomodasi kepentingan Palestina dan Israel, sementara
deal of century sangat menguntungkan Israel dan sangat merugikan Palestina.
Lebih dari itu, jika dalam
two states solution Amerika menempatkan diri sebagai mediator aktif, sementara aktor utamanya adalah Palestina dan Israel. Pada
deal of century, Amerika menempatkan diri sebagai broker yang memegang senjata sambil mengancam pihak Palestina walaupun diiringi basa-basi seolah juga mengancam Israel.
Pengamat Politik Islam dan Demokrasi