Berita

Dahlan Iskan/Net

Dahlan Iskan

Other Belt

SENIN, 29 APRIL 2019 | 05:00 WIB | OLEH: DAHLAN ISKAN

MUKTAMAR kedua OBOR ditutup dengan komitmen baru: memperbaiki tata kelola. Antara lain akan lebih memperhatikan kelangsungan kemampuan pembayaran utang nasabahnya.

Dengan demikian stigma  'jebakan utang' lewat OBOR bisa ditepis.

Komitmen lainnya tidak kalah penting: proyek OBOR akan lebih memperhitungkan dampak lingkungan. Juga akan menerima skema keragaman sumber dana. Bisa saja proyek OBOR didanai bersama. Dengan mengikutkan dana dari negara lain.


Komitmen berikutnya: proyek OBOR tidak menjadi sumber korupsi. Terutama di negara penerima proyek. Itulah hasil besar muktamar One Belt One Road yang kedua. Yang dilaksanakan di Beijing selama tiga hari. Ditutup dengan konferensi pers Presiden Xi Jinping Jumat lalu.

Indonesia sendiri mendapat 23 proyek. Yang sifatnya business to business. Dari swasta ke swasta. Tidak melibatkan negara. Dalam istilah Menko Maritim Luhut Panjaitan: tidak akan membebani negara. Menko memang hadir di muktamar itu. Delegasi Indonesia dipimpin Wakil Presiden Jusuf Kalla. Puluhan pengusaha tampak di sana juga.

Bagi Tiongkok sukses itu bertambah: muktamar kedua ini lebih besar. Lebih banyak kepala pemerintahan hadir. Dari 29 menjadi 37. Lebih banyak negara yang datang: 150 negara. Termasuk peserta baru seperti Austria, Portugal, Thailand, Uni Emirat Arab, Italia dan Singapura. Saya baru sadar Singapura tidak hadir di muktamar pertama. Waktu itu Singapura punya masalah dengan Tiongkok. Soal Taiwan. India dan Amerika tetap absen.

Muktamar itu diakhiri dengan komunike bersama. Semua kepala pemerintahan menandatanganinya. Tanpa takut pada kerdipan Amerika.

Para pengusaha juga menandatangani MoU. Tidak hanya dari Asia. Juga Eropa, Amerika Latin, Pasifik Selatan dan Afrika. Banyaknya 283 proyek. Mencapai nilai 64 miliar dolar. Hampir Rp 1.000 triliun.

Tentu Xi Jinping mempromosikan proyek OBOR yang berhasil. Misalnya pembangunan pelabuhan Peraeus di Yunani. Yang ekonomi negara itu lagi sulit. "Di tahun 2007 pelabuhan itu tidak masuk 15 besar di Eropa," katanya. "Tahun lalu sudah menjadi pelabuhan terbesar ke 6," tambahnya.

Itulah yang dilihat Italia. Negara di sebelahnya. Yang akhirnya menyerah. Dengan mengajukan pembangunan pelabuhan Trieste ke OBOR.

Contoh lain di Serbia. Yang industri bajanya nyaris bangkrut. Pabrik Smederevi itu akhirnya dibangun ulang oleh Tiongkok. "Sekarang menjadi pengekspor terbesar di Serbia," kata Xi Jinping.

Soal tenaga kerja tidak disinggung dalam komunike. Mungkin lupa. Mungkin sudah masuk dalam bab 'lingkungan'. Yang jelas, dalam pemandangan umum, soal tenaga kerja ini mengemuka: perlunya peningkatan kemampuan tenaga kerja di negara penerima. Proyek-proyek besar Jepang, misalnya, tidak pernah ada masalah besar di bidang tenaga kerja.

What next?

Sebenarnya baik sekali kalau ada muktamar tandingan. Yang diadakan Amerika atau Jepang. Terserahlah di mana dilakukan. Apa pun namanya. Misalnya 'Muktamar Many Belts Many Roads'. Sponsornya bisa USAID Amerika atau JBIC Jepang.

Dua lembaga itu sangat bersejarah. Dalam ikut membangun negara miskin. Melalui bantuan pinjamannya yang jangka panjang. Yang bunganya sangat murah. Yang belakangan ini redup.
 
Kita pengin juga mendengar apakah ada pemikiran baru di sisi sana. Soal pemikiran baru itu saya sudah tahu: ada. USAID sudah dilebur ke dalam lembaga baru. Agar punya memampuan baru. Juga sudah ada alokasi khusus untuk pembangunan Asia Pacific.

Tapi seperti kebiasaan mereka, semuanya kalah cepat. Belum ada perkembangan yang terlihat di lembaga baru itu. Siapa tahu muktamar tandingan bisa mempercepatnya.
 
Kalau perlu pimpinan muktamarnya Spiderman dari Hollywood.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

UNJ Gelar Diskusi dan Galang Donasi Kemanusiaan untuk Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:10

Skandal Sertifikasi K3: KPK Panggil Irjen Kemnaker, Total Aliran Dana Rp81 Miliar

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:04

KPU Raih Lembaga Terinformatif dari Komisi Informasi

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:41

Dipimpin Ferry Juliantono, Kemenkop Masuk 10 Besar Badan Publik Informatif

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:13

KPK Janji Usut Anggota Komisi XI DPR Lain dalam Kasus Dana CSR BI-OJK

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:12

Harga Minyak Turun Dipicu Melemahnya Data Ekonomi China

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:03

Kritik “Wisata Bencana”, Prabowo Tak Ingin Menteri Kabinet Cuma Gemar Bersolek

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:56

Din Syamsuddin Dorong UMJ jadi Universitas Kelas Dunia di Usia 70 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:54

Tentang Natal Bersama, Wamenag Ingatkan Itu Perayaan Umat Kristiani Kemenag Bukan Lintas Agama

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:46

Dolar AS Melemah di Tengah Pekan Krusial Bank Sentral

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:33

Selengkapnya