Berita

Prabowo Subianto dan Joko Widodo/Net

Adhie M Massardi

Membaca Realitas Politik

RABU, 17 APRIL 2019 | 08:45 WIB | OLEH: ADHIE M. MASSARDI

SESUNGGUHNYA berapa sih perolehan suara paslon 01 Joko Widodo-Amin dan paslon 02 Prabowo-Sandi? Bagaimana membacanya secara logika awam dan logika politik?

Untuk memperoleh gambaran (hasil) yang lebih realistis, sebaiknya kita pakai dasar perhitungan perolehan pilpres 2014. Karena peta sosial dan politiknya nyaris tidak berbeda, kecuali sekarang Joko Widodo berada di posisi petahana.

Pada pilpres 2014 Joko Widodo yang berpasangan dengan M Jusuf Kalla memperoleh 53,15% (70.997.833 suara), sedangkan Prabowo Subianto yang berpasangan dengan Hatta Radjasa meraih 46,85 (62.576.444 suara).

Kalau kita bedah hasil pipres 2014 itu, maka akan menemukan beberapa komponen (saham) yang memberi andil dalam perolehan suara.

Hasil yang diperoleh pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla terdiri dari: a. 30% daya tarik Joko Widodo yang ketika itu fenomenal (tapi tidak lebih besar dari 30% mengingat PDIP yang menikmati “Jokowi effect” hanya memperoleh 18,95%); b. 16% andil Jusuf Kalla (di luar faktor Jokowi dan PDIP, adalah JK motor pendulang suara, yang membiayai seluruh operasional parpol maupun ormas seperti NU dan Muslimat NU pimpinan Khofifah, makanya inisial JK juga akronim dari “jaringan & keuangan”), c. tambahan 5% faktor Ahok Basuki Tjahaja Poernama (etnis Tionghoa dan non-Muslim), d. sisanya 2,15 % saham dari pemilih baru dan swingvoters.

Perolehan suara pasangan Prabowo-Hatta yang 46,85% terdiri dari: a. 35% karena figur Prabowo sendiri, 5% suara dari Hatta Radjasa dengan parpolnya PAN, 5% saham parpol pendukung PKS, PPP, Golkar (dengan catatan di lapangan suara parpol pendukung sudah digerogoti tim Jusuf Kalla), sisanya 1,85% pemilih baru dan swingvoters.

Dengan membawa modal pilpres 2014, maka akan muncul konfigurasi peta suara baru yang bisa dibaca dengan mudah menjadi seperti ini:

Joko Widodo kalau diasumsikan tidak mengalami penurunan padahal banyak rakyat kecewa akibat nyaris program kampanyenya tak ada yang jalan kecuali infrastruktur (itu pun banyak bermasalah), tetap bernilai (suara) 30%. Tapi Joko Widodo berpotensi kehilangan 15% saham suara Jusuf Kalla yang sudah tidak jadi pasangannya lagi. Orang-orang JK malah aktif di paslon lawannya, 02.

Potensi hilang suara 2,5% (setengah dari pendukung Ahok) akibat Joko Widodo memilih berpasangan dengan KH Ma’ruf Amin yang menurut mereka orang paling bertanggungjawab menyingkirkan Ahok dari pentas politik nasional, padahal seharusnya justru yang menjadi pasangan Joko Widodo.

Dengan modal kotor 35,65% (minus 17,5% dari perolehan pilpres 2014), kalau toh akan ada tambahan suara dari KH Ma’ruf Amin dan NU, maksimal 5% (mengingat peta suara NU secara tradisional memang senantiasa terpecah apalagi ada sentimen “darah biru” karena kiai Ma’ruf bukan trah Jawa Timur-Madura).

Sedangkan tambahan dari pemilih baru dan kelompok milenial tak akan lebih dari 1,5% mengingat informasi digital soal kegagalan Joko Widodo memenuhi janji kampanye yang mereka peroleh membuat mereka tidak tertarik seperti pada pilpres 2014.

Jadi dengan matematika politik sederhana tapi sangat masuk akal dan realistis, paslon Joko Widodo-Ma’ruf Amin harus sudah puas dengan perolehan suara 42,15%.

Dibandingkan dengan Joko Widodo, capres Prabowo Subianto jauh lebih beruntung karena modal suara yang diperoleh dari pipres 2014 relatif masih utuh karena pendukungnya tetap. Paling berkurang 3% (suara partai PPP, PBB dan setengah Golkar), jadi 42,15%.

Akan tetapi, berbeda dengan Joko Widodo yang mengalami minus besar (17,5%), Prabowo pada pilpres 2019 berpotensi mendapat surplus dari pendukung Sandiaga Uno, cawapres yang mewakili generasi milenial.

Makanya, dari saham suara yang disumbangkan Sandiaga, ditambah migrasi pendukung Jusuf Kalla dan rakyat yang kecewa yang semula milih Joko Widodo, plus dukungan besar umat Islam, serta para pemilih baru dan swingvoters, niscaya tak akan sulit bagi paslon Prabowo-Sandi untuk mendulang suara minimal 56,85%.

Begitulah membaca kemungkinan hasil pilpres 2019 secara mudah, akurat dan realistis. Insya Allah tidak akan meleset jauh dari fakta.

Populer

Besar Kemungkinan Bahlil Diperintah Jokowi Larang Pengecer Jual LPG 3 Kg

Selasa, 04 Februari 2025 | 15:41

Jokowi Kena Karma Mengolok-olok SBY-Hambalang

Jumat, 07 Februari 2025 | 16:45

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

Alfiansyah Komeng Harus Dipecat

Jumat, 07 Februari 2025 | 18:05

Prabowo Harus Pecat Bahlil Imbas Bikin Gaduh LPG 3 Kg

Senin, 03 Februari 2025 | 15:45

Bahlil Gembosi Wibawa Prabowo Lewat Kebijakan LPG

Senin, 03 Februari 2025 | 13:49

Pengamat: Bahlil Sengaja Bikin Skenario agar Rakyat Benci Prabowo

Selasa, 04 Februari 2025 | 14:20

UPDATE

CM50, Jaringan Global dan Pemimpin Koperasi

Rabu, 12 Februari 2025 | 04:45

Telkom Salurkan Bantuan Sanitasi Air Bersih ke 232 Lokasi di Indonesia

Rabu, 12 Februari 2025 | 04:15

TNI Kawal Mediasi Konflik Antar Pendukung Paslon di Puncak Jaya

Rabu, 12 Februari 2025 | 03:45

Peran para Bandit Revolusioner

Rabu, 12 Februari 2025 | 03:19

Pengecer Gas Melon Butuh Kelonggaran Buat Naik Kelas

Rabu, 12 Februari 2025 | 02:59

DPD Apresiasi Kinerja Nusron Selesaikan Kasus Pagar Laut

Rabu, 12 Februari 2025 | 02:39

Telkom Beri Solusi Kembangkan Bisnis Lewat Produk Berbasis AI

Rabu, 12 Februari 2025 | 02:19

Pengangkatan TNI Aktif sebagai Dirut Bulog Lecehkan Supremasi Sipil

Rabu, 12 Februari 2025 | 01:59

Indonesia Perlu Pikir Ulang Ikut JETP

Rabu, 12 Februari 2025 | 01:48

KPK Diminta Periksa Bekas Ketua MA di Kasus Harun Masiku

Rabu, 12 Februari 2025 | 01:35

Selengkapnya