Anak-anak sekolah di Jalur Gaza, Palestina/Humas ACT
Pendidikan sebagai salah satu hal mendasar bagi warga negara menjadi sesuatu yang langka di negara-negara yang terdampak konflik.
Di Palestina, misalnya, pendidikan menjadi hal yang terlalu mahal untuk banyak warganya.
Keterbatasan finansial baik yang dialami oleh lembaga pendidikan maupun pelajar dan mahasiswa menjadi penghambat utama berjalannya proses belajar mengajar di tanah Palestina yang terjajah.
Direktur Hubungan Internasional Kementerian Pendidikan Palestina, Ahmad Al-Najjar menjelaskan, pendidikan memiliki arti yang penting dalam perjuangan mereka memperoleh kemerdekaan.
"Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, warga Palestina menganggap pendidikan sebagai salah satu sarana dan senjata paling penting dalam perjuangan kami memperoleh kemerdekaan, serta untuk merebut kembali kejayaan dan harga diri kami yang dirampas. Baru-baru ini, sektor pendidikan menjadi sektor yang paling terdampak akibat kejahatan yang dilakukan oleh para Zionis, para penjajah Israel,†terang Ahmad dikutip dari siaran pers Aksi Cepat Tanggap (ACT). Jumat (22/2) pekan lalu, Ahmad An-Najjar berkunjung ke kantor ACT.
Ahmad An-Najjar menambahkan, Israel berusaha mengontrol aspek pendidikan di wilayah Palestina, termasuk dengan turut mempengaruhi pemotongan dana pendidikan.
"Israel turut mempengaruhi berkurangnya jumlah bantuan yang diberikan PBB untuk sekolah-sekolah di Jalur Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem. Anggaran yang diperlukan untuk operasional sekolah-sekolah di Palestina telah dipotong terlalu banyak. Sangat sulit untuk bahkan sekadar membayar gaji guru atau memenuhi kebutuhan dasar sekolah tersebut," jelas Ahmad.
Pada Januari 2019, UN News mengabarkan bahwa sekolah yang dikelola organisasi PBB untuk para pengungsi Palestina (UNRWA) tengah mengalami kesulitan akibat pemotongan dana. Meskipun sekolah-sekolah tersebut masih dapat kembali beroperasi setelah liburan musim panas pada September 2018, banyak dari para murid yang khawatir situasinya akan memburuk pada tahun 2019.
"Pada liburan musim panas, kami biasanya merasa senang, tapi kali ini kami takut dan bertanya-tanya apakah UNRWA akan menutup sekolah kami, dan apakah kami masih akan dapat pergi ke sekolah,†kata Raghd, siswa kelas 6, sekolah puteri Ar-Rimal di Jalur Gaza.
Tidak hanya pendidikan dasar, keterbatasan finansial juga mengahalangi akses warga Palestina untuk memperoleh pendidikan setingkat universitas.
Ahmad Al-Najjar menjelaskan, ada beberapa universitas di Jalur Gaza seperti Universitas Islam Gaza dan Universitas Al-Aqsa. Meski begitu, warga Palestina di sana tidak mampu secara finansial melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi.
"Jadi, sulit untuk mereka melanjutkan ke universitas. Banyak mahasiswa yang saya kenal mengalami putus kuliah akibat keterbatasan dana. Ada pula beberapa lulusan perguruan tinggi yang tidak mampu menebus ijazah mereka akibat adanya tanggungan biaya yang masih harus dibayarkan," papar Ahmad An-Najjar.
***