Berita

Foto: Net

Bisnis

BPK-Proyek: Proyek Tol Laut Untungkan Ekspedisi Besar!

JUMAT, 22 FEBRUARI 2019 | 08:57 WIB | LAPORAN:

Program angkutan barang bersubsidi melalui jalur laut atau yang dikenal dengan proyek tol laut, hingga tahun keempat pelaksanaannya, dinilai belum optimal.

Disparitas harga antara kawasan barat dengan kawasan timur Indonesia hanya mampu dikurangi 10-15 persen.

Koalisi masyarakat yang tergabung dalam Barisan Pemeriksa Kondisi Proyek (BPKP) memaparkan, hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan, Kementerian Perhubungan menunjukkan proyek tol laut berada pada skala kurang dari 75 persen atau tidak efektif.


Pengurangan disparitas harga itu rata-rata hanya terjadi di kota-kota pelabuhan yang disinggahi kapal-kapal tol laut. Padahal kota-kota ini telah banyak dilayani kapal niaga swasta.

Di daerah Terluar, Tertinggal, dan Terisolasi atau 3T yang menjadi sasaran utama proyek, BPKP menemukan disparitas harga masih sangat tinggi, berkisar antara 40 persen hingga di atas 100 persen. Ini karena keterbatasan angkutan pelayaran rakyat, moda transportasi darat, dan akses jalan darat ke wilayah-wilayah tersebut

Ketua Presidium BPKP Rusmin Effendy mengatakan, alih-alih menguntungkan pengusaha kecil dan menengah, tol laut justru menguntungkan perusahaan ekspedisi besar.

Pasalnya, perusahaan-perusahaan itu memborong slot kontainer di kapal-kapal tol laut yang disubsidi negara dan kemudian menjual jatah kontainer itu dengan tarif lebih mahal daripada tarif subsidi.

"Inilah jahatnya perusahaan-perusahaan ekspedisi besar. Mereka memborong slot kontainer di kapal-kapal tol laut yang disubsidi negara. Setelah itu mereka menjual jatah kontainer itu dengan tarif lebih mahal daripada tarif subsidi," beber Rusmin kepada redaksi.

Padahal, sambung dia, dengan tarif angkut yang lebih murah 50 persen daripada kapal niaga swasta, kapal tol laut semestinya dimanfaatkan oleh pengusaha kecil dan menengah, terutama yang berada di kawasan timur Indonesia.

"Tapi faktanya mana?” tegas Rusmin.
 
Tak hanya itu persoalannya, menurut Rusmin, muatan balik kapal tol laut pun jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan muatan berangkat, yakni pada kisaran kurang dari 5 persen.

Ketiadaan sentra-sentra industri di kawasan timur juga dicermatinya menjadi faktor penyebab kecilnya muatan balik kapal-kapal tol laut.

Rusmin menyimpulkan, semua itu terjadi karena kebijakan proyek tol laut tak terkoordinasikan baik dengan sejumlah pemangku kepentingan seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta pemerintah daerah.

Proyek tol laut seakan berjalan eksklusif di bawah kendali Kemenhub. Akibatnya, manfaat proyek hanya dinikmati daerah tertentu dan kalangan tertentu.

"Jangan ada ego sektoral. Ini juga tak sejalan dengan slogan Presiden Joko Widodo yang pernah menyatakan bahwa pemerintahannya tak akan memunggungi laut," kata Rusmin.

Terkait hal tersebut, BPKP meminta pemerintah untuk meningkatkan koordinasi antar-kementerian dalam melaksanakan proyek tol laut. Karena ada banyak hal yang tak bisa ditangani Kementerian Perhubungan, seperti pendistribusian barang, pengendalian pasar, pemanfaatan hasil pertanian dan perikanan, dan pengembangan industri di kawasan timur.

Pemerintah pusat juga harus menginstruksikan pemerintah daerah untuk memprioritaskan tol laut, terutama dalam penjualan barang tol laut di daerah pedalaman dan pengangkutan hasil pertanian dan perikanan melalui kapal tol laut.

“Sekali lagi, tujuannya kan untuk masyarakat banyak. Pemerintah seharusnya memperbanyak angkutan pelayaran rakyat dari pelabuhan singgah ke pulau-pulau di sekitarnya serta memperbaiki akses jalan publik dan menambah moda transportasi darat ke daerah 3T," terang Rusmin.[wid]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya