Negara ini mengumandangkan ada tiga jenis kejahatan luar biasa yang harus diperangi juga secara luar biasa. Ketiga kejahatan luar biasa itu adalah korupsi, terorisme dan penyalahgunaan narkoba.
Untuk memerangi kejahatan narkoba, negara dinilai masih loyo. Bahkan, tempat penampungan orang jahat dan bersalah yang dikenal dengan penjara atau Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) malah jadi ladang pembuatan, peredaran dan distribusi barang haram itu.
Bisnis haram narkoba harus dibongkar dan ditindak dengan cara luar biasa atau extra ordinary, dimulai dari lapas-lapas dan rumah-rumah tahanan (Rutan).
Hal itu ditegaskan Wakil Ketua Gerakan Nasional Anti Narkoba (Granat) Jakarta Timur, Charles Hutahaean, Senin (17/2).
Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum Edukasi dan Advokasi Masyarakat Indonesia (LBH Lekasia) ini mengatakan, peredaran narkoba kini beralih dari pemain luar ke pemain dalam.
Jikalau sebelumnya, bandar-bandar dan para pengedar narkoba adalah orang asing, atau orang-orang di luar lingkungan institusi pemerintahan atau institusi negara, kini bisnis haram itu dikendalikan langsung oleh jaringan bisnis narkoba yang melibatkan orang dalam seperti petugas, sipir, pejabat, politisi bahkan Kalapas.
"Betapa jahatnya pejabat-pejabat di negeri ini, mengendalikan dan mengelola bisnis narkoba dari lingkaran Lapas. Bisnis haram ini telah merambah ke semua segmen masyarakat, ke anak-anak kecil hingga ke pelosok-pelosok pedesaan. Perang terhadap kejahatan bisnis haram narkoba ini harus dilakukan secara luar biasa, yang bisa dimulai dari pembumihangusan para pejabat atau petugas di lapas-lapas dan rutan-rutan," tutur Charles.
Menurut Charles, tidaklah sulit untuk menelisik para pemain bisnis haram narkotika itu.
"Bayangkan saja, kini marak di dalam lapas dan rutan ditemukan dan ditangkapi peredaran narkotika," terangnya.
Ia menilai sangat tidak logis apabila peredaran narkoba di lapas dan rutan yang terungkap itu hanya menyalahkan warga binaan atau napi maupun pengunjung yang besuk. Sementara, lapas atau rutan itu milik dan dikelola oleh negara. Penjagaannya juga tidak sembarangan alias ketat.
"Jadi, tidak usahlah berkelit dan berdalih bahwa mereka kebobolan atas lolosnya narkoba ke rutan atau lapas. Itu argumentasi omong kosong belaka saja
kok. Mereka, para petugas dan juga pejabat itu yang malah memainkan bisnis haram narkoba di rutan dan lapas
kok," kritiknya.
Pria yang membentuk Perkumpulan Pengacara Rakyat (Perak) ini melanjutkan, sudah terlalu banyak fakta dan bukti yang seharusnya bisa membuat para petinggi jera dengan kejahatan yang diselubungi itu.
Contoh konkrit, kata Charles, di Lapas Klas 1 Cipinang, dunia heboh dengan ditemukannya ruangan yang begitu mewah, dengan semua fasilitas, serta pabrik narkoba, seperti yang terungkap pada kasus gembong narkoba terbesar di Indonesia, Freddy Budiman.
Freddy Budiman, salah satu bandar narkoba terbesar di Indonesia. Freddy pertama kali masuk penjara setelah terbukti atas kepemilikan 500 gram methamphetamine pada 2009 lalu. Setelah bebas pada 2011, ia pun ditangkap kembali akibat kepemilikan metamphetamine serta alat pembuatan narkoba.
Freddy mendapatkan vonis mati setelah terbukti tertangkap mengontrol peredaran 1,4 juta pil ekstasi dari balik jeruji besi.
"Itu di Lapas Cipinang
loh. Di Ibukota. Apa mungkin dia bisa bebas melakukan itu tanpa setoran ke pejabat? Apa mungkin dia melakukannya tanpa sepengetahuan Kalapasnya?
Kan tidak. Kita ini bukan orang bego
loh," tegas Charles.
Pengacara Rakyat ini mengaku punya data dan informasi yang akurat, bahwa saat ini pun lapas Cipinang masih menjadi pusat bisnis haram narkoba.
Dia meminta aparat penegak hukum berperang melawan para pejabat yang mengomandoi bisnis haram narkotika itu. Sebab, remaja dan anak-anak kecil pun kini sudah sangat banyak menjadi pemakai. Ada juga dijadikan kaki tangan bisnis narkoba.
Jika tidak dilakukan perang luar biasa terhadap kejahatan narkotika, ia khawatir generasi muda dan generasi penerus Indonesia akan penyakitan dan mengalami keterbelakangan akut.
"Kita harus mau dan berani serta mampu memerangi kejahatan luar biasa ini, demi anak cucu kita yang lebih baik nantinya," ujarnya.
[wid]