Berita

Publika

Ada Apa Kiai, Kok Aneh?

KAMIS, 14 FEBRUARI 2019 | 15:35 WIB

ASTAGHFIRULLAH. Ini kalimat pertama saya sambil bergumam: Ada apa ini, kok orang mau salat Jumat harus bersurat dan meminta izin? Bukankah masjid adalah rumah Allah? Bahkan, Allah menerima umatnya tanpa harus disurati terlebih dahulu.

Kalimat kedua, saya bertakbir, Allahu Akbar, memuji kebesaran-Nya. Siapapun kita, rakyat jelata, ketua mesjid, bahkan presiden bukan siapa-siapa. Tak seorang pun memiliki kuasa atas yang lain.

Kalimat ketiga saya, innalillahi wa innailaihi rojiun, dari Allah kembali ke Allah. Setinggi apa pun kita, sebesar apa pun kita, semua akan kembali pada-Nya.


Mengapa saya perlu mengangkat ketiganya? Sungguh, saya mengingatkan pada diri saya sendiri dan kita semua bahwa kita adalah debu. Debu yang akan berserakan jika diterpa angin. Debu yang tak pantas jumawa, debu yang tak ada tempat untuk berlindung serta bersembunyi.

Aneh

Adalah KH. Hanief Ismail, ketua masjid Agung (Kauman) Semarang, tiba-tiba membuat geger. Membuat keanehan. "Kami tidak mengizinkan salat jumat dipolitisasi," katanya seperti telah ramai di medsos. "Lagi pula, saya belum diberitahu, belum ada surat dari timses Prabowo-Sandi untuk shalat jumat di sini!" katanya lagi yang juga sudah viral di dunia maya.

Dua kalimat itu meluncur untuk menanggapi rencana Prabowo akan bersalat Jumat di mesjid itu. Sementara bagi Prabowo salat Jumat bukan hal yang aneh.

Minggu lalu, kami salat Jumat di Hambalang karena Prabowo kedatangan tamu teman-teman buruh KSPI dan API Muhammadiyah yang jumlahnya sekitar 3.000 orang.

Jadi, agak aneh jika tiba-tiba KH. Hanief seperti kebakaran jenggot.

Betul dia adalah ketua mesjid, tapi dia tidak boleh melarang orang untuk salat. Bahkan, dia pun tidak boleh melarang seandainya timses Prabowo ingin mempolitisasi (saya yakin tidak, bahkan sang kiailah yang mempolitisasinya) itu jadi urusan timses itu pada Allah.

Maaf nih, saya beristighfar: Astagfirullah, mohon ampun kepada Allah, jika hati saya bersuudzon, atas kejadian ini. Jangan-jangan sang kiai takut pada sesuatu selain Allah.

Mengapa? Belakangan beredar rumor yang sumbernya patut dapat diduga dari toko sebelah yang mempertanyakan soal di mana dan kapan Prabowo terakhir salat Jumat.

Hal ini sengaja diluncurkan agar umat yang taat pada Habib Rizieq Shihab dan umat Islam lain yang secara masif makin solid mendukung Prabowo, jadi ragu. Bukankah itu politisasi?

Nah, sekali lagi saya mohon maaf pada kiai, jangan-jangan kiai takut masjid Agung Semarang menjadi titik pemantaban pada para pendukung Prabowo. Kiai takut bahwa paslon 02 ini menjadi yang paling pantas didukung. Ya, maklum, ini kan bulan politik, dan 'aliran' kiai memang berbeda dengan aliran Prabowo.

Artinya, sangat mungkin kiai mendukung paslon lain. Meski itu sih sebenarnya sah saja, tapi tampaknya sang kiai benar-benar takut masjid yang dipimpinnya menjadi tempat kebangkitan dan kesadaran umat, khususnya golongan sang kiai untuk memilih Prabowo dalam pilpres mendatang. Mohon maaf ya kiayi.

Kembali soal salat yang harus bersurat dan dilarang oleh ketua mesjid. Demi Allah, ini aneh. Sejak Indonesia dijajah Belanda dan Jepang, salat di mana saja di negeri ini tak harus bersurat.

Kita yang NU, tidak dilarang salat di mesjid Muhammadiyah, sebaliknya juga begitu. Jadi tidak lumrah jika tiba-tiba timses harus bersurat dan ketua masjid harus melarang.

Sekedar mengingatkan, Jokowi berulang kali salat bahkan memimpin shalat. Aroma politiknya sangat kental. Tapi, kok kiai tidak melarang, bahkan berkomentar saja tidak? Mengapa saya yakin aroma politiknya sangat kental?

Saya coba mengutip satu hadist: "Yang berhak menjadi imam salat untuk suatu kaum adalah yang paling pandai dalam membaca Alquran. Jika mereka setara dalam bacaan Alquran, (yang menjadi imam adalah) yang paling mengerti tentang sunnah Nabi  Shallallahu ‘alaihi wasallam. Apabila mereka setingkat dalam pengetahuan tentang sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, (yang menjadi imam adalah) yang paling pertama melakukan hijrah. Jika mereka sama dalam amalan hijrah, (yang menjadi imam adalah) yang lebih dahulu masuk Islam.” (HR. Muslim no. 673 dari Abu Mas’ud alAnshari  radhiyallahu ‘anhu).

Dalam riwayat lain, disebut juga mereka yang lafadznya paling baik. Jika mereka sama dalam amalan hijrah, (yang menjadi imam adalah) yang paling tua di antara mereka.

Dengan demikian, yang paling berhak menjadi imam shalat secara berurutan adalah:
1. Yang paling pandai membaca Alquran. Jika sama-sama pandai,
2. Yang paling mengerti tentang sunnah Nabi radhiyallahu ‘anhu. Jika sama-sama mengerti,
3. Yang paling pertama melaksanakan hijrah. Jika sama dalam hal hijrah,
4. Yang lebih dahulu masuk Islam. Jika bersama masuk Islam,
5. Yang lebih tua.

Mohon maaf, apakah Pak Jokowi memenuhi kriteria itu? Kiai bisa menjawabnya, sama dengan kita semua pasti bisa menjawabnya dengan baik. Tapi, kok saya belum mendengar kiai berkomentar tentang itu?

Seperti juga, ada beberapa salat yang dilakukan Jokowi dengan imam yang perlu dimundurkan. Mengapa itu dilakukan? Jawabnya juga sederhana: agar salatnya bisa difoto dan diviralkan. Tujuannya? Sekali lagi, kiai pasti tahu setahu kami semua.

Jadi, ketika kiai berkata: Melarang politisasi salat Jumat di masjid tempat kiai, saya tersenyum simpul. Kok ya kiai mau bicara begitu?

Demi Allah, tidak ada tempat bersembunyi di bumi ini dari Allah. Dan tidak sekali-kali Allah bisa ditipu. Kita boleh saja mengatakan apa saja dengan alasan yang baik, tapi Allah tahu yang sesungguhnya.

Semoga Kiai Haji Hanief Ismail segera menyadari kekeliruannya. Dan kita berdoa agar Allah melindungi negara kita dari orang-orang yang dzalim. Dan semoga Allah memporak-porandakan mereka yang berbuat zalim...

Dan, semoga Allah memberikan Indonesia pemimpin yang kuat dan bukan yang suka berpura-pura. Pemimpin yang tidak ingkar dengan janji-janjinya. Pemimpin yang tidak memusuhi umat Islam. Pemimpin yang cakap. Pemimpin yang amanah...
Aamiin ya Rabb.. [***]


M. Nigara
Wartawan Senior; Mantan Wasekjen PWI

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

UPDATE

Tiga Jaksa di Banten Diberhentikan Usai jadi Tersangka Dugaan Pemerasan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:59

Bakamla Kukuhkan Pengawak HSC 32-05 Tingkatkan Keamanan Maritim

Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:45

Ketum HAPPI: Tata Kelola Sempadan Harus Pantai Kuat dan Berkeadilan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:05

11 Pejabat Baru Pemprov DKI Dituntut Bekerja Cepat

Sabtu, 20 Desember 2025 | 04:51

Koperasi dan Sistem Ekonomi Alternatif

Sabtu, 20 Desember 2025 | 04:24

KN Pulau Dana-323 Bawa 92,2 Ton Bantuan ke Sumatera

Sabtu, 20 Desember 2025 | 03:50

Mutu Pangan SPPG Wongkaditi Barat Jawab Keraguan Publik

Sabtu, 20 Desember 2025 | 03:25

Korban Bencana yang Ogah Tinggal di Huntara Bakal Dikasih Duit Segini

Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:59

Relawan Pertamina Jemput Bola

Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:42

Pramono dan Bang Doel Doakan Persija Kembali Juara

Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:25

Selengkapnya