Berita

Publika

Harga Tiket Kursi Dan Kekagetan Politik

KAMIS, 14 FEBRUARI 2019 | 09:02 WIB

TERKEJUT karena ternyata tarif pesawat terbang domestik mahal! Tentu saja, karena basis moda transportasi ini memang paling mahal dibandingkan pilihan alternatif model transportasi lainnya.

Kelebihan yang ditawarkan adalah kenyamanan dan kecepatan, tentu sebagai faktor keunggulan pembedanya.

Hal itu menjelaskan mengapa bisnis transportasi udara tidak terlalu kompetitif, dalam kajian ekonomi maka kita mengenal halangan masuk industri -barrier to entry yang tinggi di sektor maskapai penerbangan.


Tentu saja karena nilai investasi teknologi yang tinggi, dan syarat perizinan yang rumit terkait dengan kebutuhan keselamatan transportasi.

Lalu kenapa lantas kaget saat harga tiket kursi pesawat, diketahui sedemikian mahalnya? Mekanisme ekonomi alamiah dalam relasi supply and demand untuk jenis pilihan moda transportasi sekunder, harusnya diberikan sesuai dengan transaksi pasar.

Apakah pesawat bersifat sekunder? Tentu saja, asumsi dasarnya transportasi darat dan laut adalah basis utama, mengingat bentuk kita sebagai negara kepulauan. Kembali ke visi kemaritiman adalah tajuk besar dari narasi pemerintah.

Bukankah pesawat memiliki kemampuan untuk menjangkau titik-titik yang remote dan terluar? Benar, tetapi kita kategorisasikan kebutuhan yang utama agar tidak tergeneralisasi lantas salah dalam mengambil keputusan. Kebutuhan pesawat mendesak bagi daerah dengan keterbatasan sarana transportasi, di luar jangkauan darat dan laut.

Sementara itu, moda transportasi pesawat seringkali diasosiasikan dengan kemajuan teknologi serta masyarakat, khususnya dalam interaksi dengan para pendatang baru mancanegara, mendorong sektor pariwisata dan multiplier effect terkait.

Sebut saja hotel, restoran, ritel terhidupi melalui tumbuhnya industri pariwisata, selain sektor transportasi udara itu sendiri.

Di sisi lain, kita juga berhadapan dengan abad disrupsi digital, di mana terdapat perubahan perilaku konsumen, diantaranya (a) pertumbuhan ekonomi leisure -hiburan, wisata dengan kriteria yang paling dasar adalah selfie untuk update sosial media, (b) e-commerce, di mana belanja online mengakibatkan ritel fisik mulai tergerus, pada poin ini ada tambahan multiplier yakni bisnis courier, termasuk kiriman via udara.

Jadi perlukah intervensi pemerintah? Sangat tergantung bagaimana dampak yang terjadi. Hal ini yang harus menjadi indikator terukur, bukan sekedar upaya untuk merebut simpati publik, apalagi ditarik ke jalur politik.

Setidaknya dua hal yang menjadi titik awal pemicu situasi ini, (a) terkait komponen bahan bakar avtur yang menjadi hak monopolistik, dan (b) pengenaan bagasi berbayar dari yang sebelumnya gratis.

Mengapa point (b) dalam kajian tersebut perlu dihitung? Tentu saja karena skema tersebut mengakibatkan add cost bagi penumpang, serta juga menghadirkan keharusan untuk melakukan penyesuaian biaya kiriman, bagi perusahaan kurir udara.

Situasinya tidak sederhana, dan tentu saja ada rasionalisasi dari mengapa mekanisme tarif maskapai menjadi sedemikian mahal.

Kompetisi dan Sustainability

Meski sudah diterangkan bahwa persaingan di dalam bisnis maskapai dicirikan melalui barrier to entry yang tinggi, sehingga pelakunya nyaris terbatas. Tetapi persaingan di antara mereka tidak kalah sengit.

Format bisnis dengan model Low Cost Carrier alias LCC yang murah meriah mengandalkan volume, kemudian akan berhadapan dengan FSC -Full Service Carrier dengan segala jamuan layanan.

Dengan begitu, maskapai juga harus dapat memastikan kemampuan dirinya untuk tumbuh dalam kerangka bisnis.

Salah satu yang perlu dipahami biaya investasi maskapai untuk sewa atau pembelian armada berbasis valuta asing, sementara pemasukan yang dihasilkan bernominasi rupiah.

Situasi tersebut mengakibatkan mismatch, ketidakseimbangan karena fluktuasi nilai tukar. Belum lagi menghitung biaya maintenance dan suku cadang tentu saja.

Demikian dengan bahan bakar avtur, yang masuk kategori bahan bakar non subsidi, dihitung secara komersial, dengan asumsi penggunanya, dalam hal ini konsumen maskapai udara, memang mereka yang memiliki ability to pay atas pilihan mode transportasi.

Celakanya, avtur juga berbasis valas. Maka situasinya menjadi makin runyam. Maskapai harus memiliki kemampuan untuk menanggung kemungkinan perubahan. Hal tersebut tentu bermuara kepada penetapan tarif, dan termasuk pengurangan fasilitas alias bagasi yang harus berbayar, dalam upaya menambah pendapatan.

Di titik tersebut harus kembali dievaluasi apakah model intervensi pemerintah menjadi suitable bagi industri yang sudah masuk secara keseluruhan di ranah privat.

Meski memang masih ada flagship carrier seperti Garuda dan Citilink yang menjadi korporasi milik negara.

Momentum kerjasama Sriwijaya Air untuk bergabung menjadi Citilink sebenarnya sudah menandakan beban berat bisnis maskapai udara.

Di ambang dilema, kekagetan itu semakin menjadi tentu saja karena pengembangan infrastruktur kita juga masuk kepada pilihan investasi bandara udara.

Lapangan terbang yang juga tidak murah biayanya, tentu saja membutuhkan return. Lalu bagaimana bila industri penerbangan tidak bergairah? Jelas memusingkan. Kalau diinstruksikan tiket harus turun, apa bentuk insentifnya bagi maskapai?

Pilihan terberat adalah berlaku untuk flagship carrier, tetapi tentu bukan tanpa masalah dalam kerangka operasional.

Kali ini harga tiket kursi itu bisa menjadi persoalan tiket bagi kursi kekuasaan, terutama bila tidak terkelola dengan mumpuni. Semoga saja masih ada jalan terbaik! [***]


Yudhi Hertanto

Program Doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Sahid

 

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

UPDATE

Tiga Jaksa di Banten Diberhentikan Usai jadi Tersangka Dugaan Pemerasan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:59

Bakamla Kukuhkan Pengawak HSC 32-05 Tingkatkan Keamanan Maritim

Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:45

Ketum HAPPI: Tata Kelola Sempadan Harus Pantai Kuat dan Berkeadilan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:05

11 Pejabat Baru Pemprov DKI Dituntut Bekerja Cepat

Sabtu, 20 Desember 2025 | 04:51

Koperasi dan Sistem Ekonomi Alternatif

Sabtu, 20 Desember 2025 | 04:24

KN Pulau Dana-323 Bawa 92,2 Ton Bantuan ke Sumatera

Sabtu, 20 Desember 2025 | 03:50

Mutu Pangan SPPG Wongkaditi Barat Jawab Keraguan Publik

Sabtu, 20 Desember 2025 | 03:25

Korban Bencana yang Ogah Tinggal di Huntara Bakal Dikasih Duit Segini

Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:59

Relawan Pertamina Jemput Bola

Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:42

Pramono dan Bang Doel Doakan Persija Kembali Juara

Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:25

Selengkapnya