Berita

Nasaruddin Umar/Net

Etika Politik Dalam Al-Qur'an (15)

Tidak Boleh Menghina Dan Menelantarkan Non-Muslim

SENIN, 11 FEBRUARI 2019 | 09:15 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

SANGAT tegas Al-Qur'an me­nyatakan: Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam/Q.S. Al-Isra'/17:70). Siapapun yang merasa anak cucu Adam tidak boleh menel­antarkan apalagi menghina kelompok non-muslim, apapun agama, kepercayaan, etnik, dan kewarganegaraan orang itu. Ayat lain juga menegaskan: Dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang beriman/Q.S. al-Syu’ara/26:114). Barangsiapa yang membunuh seorang manusia …, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang­siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya/Q.S. al-Maidah/5:32).

Sebuah riwayat dari Asma' binti Abu Bakar yang menanyakan prihal ibunya yang non-muslimah kepada Nabi, apakah boleh bersilaturrahim dengannya, lalu dijawab oleh Nabi: "Sambutlah ibumu dan bersilatur­rahimlah dengannya". (H.R. al-Hakim). Seperti kita ketahui, ibu Asma’ saat itu masih musyrik. Masih ban­yak keluarga Nabi yang juga masih musyrik, termasuk kakeknya sendiri, Abdul Muthalib, yang hingga wafat­nya tidak mengucapkan dua kalimat syahadat, tetapi luar biasa respeknya Nabi, sang cucu, terhadapnya.

Dalam kesempatan lain, Aisyah menceritakan suatu ketika kelompok Yahudi datang kepada Nabi sambil mengatakan: "Assamu 'alaikum" (Kebinasaan bagimu). Memang sepintas kedengaran dengan kata "Assalamu 'alaikum" (keselamatan bagimu). Aisyah menjawab­nya: "Wa 'alaikumussam walla'nah" (kebinasaan dan laknat Allah bagimu). Nabi menegur 'Aisyah, isterinya, dengan mengatakan: "Pelan-pelan wahai 'Aisyah, sesungguhnya Allah Swt menyukai kelembutan di dalam setiap persoalan". 'Aisyah menjawab: "Apakah engkau tidak mendengarkan apa yang mereka katakan kepadamu?" Nabi menjawab: "Kamu sudah menjawab mereka dengan "Wa ‘alaikumussam".

Dua kasus di atas cukup menjadi bukti bagaimana Nabi teladan umat Islam begitu ramah dan lembut memperlakukan orang-orang non-muslim. Ibunya Asma', sang mertua Nabi diminta untuk memperlaku­kan secara terhormat dan manusiawi kepada ibunya, sungguhpun ia seorang non-muslim. Bahkan Nabi meminta agar sering mendatangi untuk bersilaturrahim dengannya. Sekalipun berbeda agama, kalau kerabat tetap harus berprilaku baik dan respek terhadap mer­eka. Agama tidak boleh menjadi jarak antara satu sama lain. Yang penting di sini ada saling pengertian.

Kisah kedua, nyata-nyata kelompok non-muslim yang bertamu kepada Nabi menunjukkan itikad kurang baik, mendoakan Nabi binasa, lalu 'Aisyah membalas­nya dengan kalimat sepadan. Nabi bukannya menegur tamu yang kurang terpuji itu tetapi malah menegur isterinya agar tetap bersikap lemah lembut terhaap tamu. Nabi menyadari betul apa arti kemanusiaan dan bagaimana cara menaklukkan jiwa yang keras. Nabi sering membalas orang yang selalu melancar­kan serangan dengan cara-cara lembut, dan ternyata hasilnya sangat menakjubkan, orang-orang yang menyerang Nabi itu takluk dengan kelembutan Nabi. Seandainya Nabi melawannya dengan kekerasan yang sama maka tentu tidak bisa kita bayangkan apa yang akan terjadi. Itulah pelajaran kepribadian dari Nabi.

Jika setiap kekerasan dihadapi dengan kekerasan, jika setiap cemoohan dibalas dengan cemoohan, dan jika setiap penghinaan dibalas dengan penghinaan, maka ketegangan akan mewarnai kehidupan kita. Kadang-kadang kita memang harus menempatkan diri kita sebagai "kakak" yang kadangkala harus men­galah terhadap "adik". Jika ada orang menghina kita, anggaplah mereka itu "adik" dan kita sebagai "kakak". Pada akhirnya sang adik akan lebih membutuhkan figur sang "kakak". Yang menjadi masalah kalau tidak ada yang mau menjadi "kakak", semuanya mau menjadi "adik". Mari kita berupaya agar kita semua menjadi "kakak", supaya kehidupan di dalam berbangsa dan bermasyarakat tenteram adanya.

Perbedaan agama, kepercayaan, aliran, mazhab, dan ikatan primordial tidak boleh penghalang untuk menjalin silaturrahim satu sama lain. Perbedaan yang terjadi di antara makhluk Allah Swt harus dianggap sebagai sunnatullah, yang tak boleh dibantah oleh siapapun. Perbedaan harus dianggap sebagai sebuah rahmat, kalua perlu kita merayakan perbedaan itu. 

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

UPDATE

Pengukuhan Petugas Haji

Sabtu, 04 Mei 2024 | 04:04

Chili Siap Jadi Mitra Ekonomi Strategis Indonesia di Amerika Selatan

Sabtu, 04 Mei 2024 | 04:02

Basri Baco: Sekolah Gratis Bisa Jadi Kado Indah Heru Budi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 03:42

Pemprov DKI Tak Ingin Polusi Udara Buruk 2023 Terulang

Sabtu, 04 Mei 2024 | 03:24

Catat, Ganjil Genap di Jakarta Ditiadakan 9-10 Mei

Sabtu, 04 Mei 2024 | 03:22

BMKG Prediksi Juni Puncak Musim Kemarau di Jakarta

Sabtu, 04 Mei 2024 | 02:27

Patuhi Telegram Kabareskrim, Rio Reifan Tak akan Direhabilitasi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 02:05

Airlangga dan Menteri Ekonomi Jepang Sepakat Jalankan 3 Proyek Prioritas Transisi Energi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 02:00

Zaki Tolak Bocorkan soal Koalisi Pilkada Jakarta

Sabtu, 04 Mei 2024 | 01:35

Bertemu Wakil PM Belanda, Airlangga Bicara soal Kerja Sama Giant Sea Wall

Sabtu, 04 Mei 2024 | 01:22

Selengkapnya