Pemohon paspor elektronik atau e-paspor terpaksa bersabar. Pasalnya, blangko kosong sejak awal November 2018. Akibatnya, masyarakat hanya bisa membuat paspor biasa.
Selasa siang (29/1), suasana Kantor Imigrasi Jakarta Selatan (Kanim Jaksel) sangat ramai. Ratusan orang terus memadati kantor di Jalan Warung Buncit, Mampang ini. Nyaris tidak ada kursi antrean yang kosong. Banyak yang berdiri.
"Setiap hari ada 600 pemoÂhon paspor di sini," ujar Analis Keimigrasian Pertama Kanim Jaksel, Achmad Julianto kepada
Rakyat Merdeka. Berdasarkan pengamatan, tak ada perbedaan, ada atau tidak adanya blangko e-paspor. Antrean tetap padat. Pemohon membludak. Mereka mengisi form yang tersedia.
Tidak ada pilihan lain. Pemohon terpaksa membuat paspor biasa. "Infonya, bulan Maret baru tersedia e-paspor," ujar Ibrahim, salah satu pemohon di Kanim Jaksel.
Tidak ada perbedaan form antara pemohon paspor biasa dan e-paspor. Mapnya juga sama, warna krem. Yang membedakan hanya stempel warna merah dibubuhkan di form permohonan e-paspor. Stempel e-paspor juga dibubuhkan di map.
Tapi, blangko e-paspor sedang kosong. Jadi, masyarakat hanya bisa membuat paspor biasa. "Mau buru-buru ke luar negeri. Jadi, buat yang tersedia saja," ucap Ibrahim di Gedung Kanim Jaksel.
Gedung Kanim Jaksel tingginya lima lantai. Lantai satu untuk lobby. Lantai dua, untuk pelayanan paspor bagi Warga Negara Indonesia. Lantai tiga, untuk pelayanan warga negara asing. Lantai empat, khusus tata usaha dan administrasi. Lantai lima, untuk pengawasan dan penindakan keimigrasian.
Menginjakkan kaki di lobby, harus melewati pintu detector. Tidak ada pemeriksaan ketat. Petugas hanya berjaga-jaga di depan pintu. Pemohon bebas keluar masuk. Tak jauh dari situ, tersedia dua ATM. Untuk memudahkan pembayaran.
Di ujung lobby, ada tiga biÂlik. Bentuknya terbuka. Empat petugas berjaga di tempat itu. Mereka sibuk melayani warga yang ingin mengadu atau memÂinta informasi.
Di sisi kanan lobby, terdapat tangga menuju lantai dua. Di sepanjang tangga, ditempel papan besar. Isinya, prosedur layanan antrean online. Caranya, daftar melalui aplikasi.
Selanjutnya, tunjukkan kode booking yang dikirimkan melalui email kepada petugas. Kemudian, ditukar dengan noÂmor antrean saat chek in.
Setelah itu, pemohon menungÂgu panggilan sesuai nomor antrean. Di tempat ini, pemohon harus melalui beberapa tahapan. Seperti, wawancara, pemindaian dokumen, persyaratan, pengamÂbilan biometrik, foto dan sidik jari pemohon, kemudian diberiÂkan tanda terima permohonan untuk melakukan pembayaran via bank/ATM.
Setelah beres, menunggu proses pengambilan. Tiga hari kerja untuk paspor biasa, tujuh hari kerja untuk e-paspor.
Sebelum tiba di lantai dua, terÂdapat papan informasi. Bentuknya kecil. Isinya, tarif permohoÂnan paspor. Paspor biasa 48 hal Rp 300 ribu, e-paspor 48 hal Rp 600 ribu. Bagi pengganti paspor yang hilang, harus membayar dua kali lipat. Paspor biasa Rp 600 ribu, e-paspor Rp 1,2 juta. Tarif tersebut masih ditambah Rp 55 ribu untuk jasa peneriÂmaan teknologi sistem informasi manajemen keimigrasian.
Sampai di lantai dua, antrean bertambah padat. Nyaris tidak ada kursi yang tersisa. Banyak pemohon berdiri. Di dekat tangÂga, tersedia meja recepsionis. Ada dua petugas yang berjaga. Mereka akan menanyakan kode booking pemohon usai mendafÂtar secara online.
Setelah mendapat nomor antÂrean, pemohon bisa duduk di ruang tunggu. Tempatnya di sisi kanan. Di ruang ini, pemohon menunggu untuk proses wawanÂcara dan pengambilan foto.
Ada 15 loket yang tersedia. Seluruhnya penuh. Pemohon bisa melihat proses wawancaradan pengambilan foto. Pasalnya, sekat dari kaca bening. Hanya poster kecil yang menghalangi.Isinya, macam-macam. Mayoritas menghimÂbau pemohon untuk mendaftar secara online. Lebih efektif dan tidak perlu antre.
Tidak ada waktu santai bagi petugas. Mereka terus melayani warga yang sudah antre sejak pagi. Ada tiga layar televisi besar di ruang yang cukup besar ini. Dua layar menampilkan nomor urut antrean. Sisanya, menayangkan siaran salah satu televisi swasta. Tayangan terseÂbut cukup mengobati kejenuhan saat menunggu.
Setelah seluruh proses wawanÂcara dan pengambilan foto selesai, pemohon dipersilakan pulang. Tiga hari kemudian, baru mengambil paspor. Loketnya terpisah. Tempatnya di sisi kiri. Masih di lantai dua. Suasananya sedikit lengang. Tidak banyak warga yang antre. Beberapa kursi yang tersedia pun kosong.
Kendati blangko e-paspor sudah tiga bulan kosong, tidak ada informasi apapun. Informasi yang tersedia hanya permohonan untuk pembuatan paspor biasa.
"Kami sudah informasikansoal blangko e-paspor kosong melaÂlui medsos," ucap Julianto.
Julianto menambahkan, informasi melalui twitter dan situs resmi Imigrasi dibaca masyarakat. Sehingga, tidak perlu lagi info melalui tempelan apapun di kantor.
Julianto menambahkan, blangÂko e-paspor kosong sejak awal November 2018. Terakhir kali melayani pembuatan e-paspor, lanjut dia, akhir Oktober 2018. Setelah itu, dihentikan karena sudah tidak ada blangko lagi.
"Kami menunggu pengiriman dari Ditjen Imigrasi," ucapnya.
Menurut Julianto, pihaknya sudah menginformasikan hal tersebut ke Ditjen Imigrasi. Selanjutnya, tinggal menunggu proses pengiriman. "Mereka yang lebih tahu. Kami hanya pelaksana," ujarnya. ***