Berita

Foto: Net

Publika

Urun Biaya Dalam Logika BPJS Kesehatan

SELASA, 22 JANUARI 2019 | 10:31 WIB

SEBAGAI langkah dalam strategi keuangan, maka mekanisme pengenaan biaya tambahan untuk sebuah layanan ekstra diluar standar ditetapkan, tentu tidak dapat dipersalahkan, terutama karena pilihan layanan telah melampaui hak dasar.

Sama seperti itu pula, sistematika berpikir dari mekanisme urun biaya yang akan dilakukan BPJS Kesehatan, meski perlu ditunggu turunan bentuk formulasi teknisnya nanti, karena masih menjadi diskusi para pihak pembuat kebijakan dengan berbagai stakeholder lainnya.

Meski dapat dibenarkan dalam kerangka kalkulasi pembiayaan kesehatan, namun ketika tujuan perlakuan tersebut difungsikan dalam upaya mengendalikan defisit layanan BPJS Kesehatan, maka kita perlu secara cermat memastikan bila langkah yang diambil memberi dampak optimal.


Jangan sampai, alternatif model penyelesaian dari kondisi jebolnya kas BPJS Kesehatan tersebut justru menimbulkan masalah baru yang lebih luas di tingkat operasional, yakni kisruh pelayanan antara pasien dan pihak rumah sakit beserta tenaga medis.

Hal ini harus diantisipasi agar solusi yang dihadirkan bagi permasalahan BPJS Kesehatan dapat bersifat permanen serta mampu memastikan keberlanjutan program kesehatan nasional itu sendiri.

Tentu saja, kompleksitas persoalan yang dihadapi BPJS Kesehatan terkait luas dan besaran layanan, akan membutuhkan perbaikan berkesinambungan, tetapi pemahaman terhadap substansi masalah mendasar dari apa yang dialami pada fenomena defisit program BPJS Kesehatan perlu ditempatkan sebagai fokus utama penyelesaian secara fundamental.

Lantas apa yang paling utama dari skema persoalan BPJS Kesehatan? Bagian mana dari identifikasi permasalahan yang menduduki peringkat tertinggi dalam prioritas persoalan?

Tata urutan masalah harus dipetakan, dan mulai merumuskan format jawaban, yang memberi dampak pareto bagi kontribusi penyelesaian secara dominan, kita bermain di level penuntasan hal besar.

Pada uraian, atas masalah yang dialami BPJS Kesehatan maka setidaknya terdapat beberapa masalah yang bersifat mayor dan mengemuka di antaranya, terkait (a) nilai premi tidak bersesuaian dengan kalkulasi aktuaria, (b) budaya terlambat membayar kewajiban dari pasien, (c) potensi inefisiensi pengelolaan program, (d) moral hazard -penyimpangan penggunaan di luar hak, dan (e) fraud -indikasi kecurangan untuk memperkaya pemberi layanan.

Bila kemudian ke semua indikator tersebut, dikorelasikan dengan timpangnya total premi berbanding nilai klaim, yang berakibat pada defisit menahun, maka perlu kacamata yang presisi melihat akar masalah.

Secara manajemen, pendekatan pengambilan keputusan dengan berdasarkan atas kumpulan masalah, dimulai dengan penetapan masalah terbesar dan terberat. Lalu apa masalahnya di persoalan BPJS Kesehatan?.  

Iuran Pangkal Soal

Benarkah premis dalam judul tersebut? Tidakkah terlalu menyederhanakan persoalan? Simplifikasi adalah bagian dari cara menyelesaikan masalah, meski tidak boleh jatuh pada over generalisasi secara berlebihan.

Mengapa iuran menjadi masalah yang utama? Karena pada penentuan premi, terletak beberapa kompleksitas.

Pertama: nilai iuran yang berada dibawah perhitungan aktuaria sebagai pendekatan berbasis simulasi kesehatan publik, membuat situasi defisit sebagai situasi yang tidak dapat dihindari dan sudah terprediksi.

Kedua: ketika iuran ditetapkan sedemikian rendah, maka efek psikologis bagi konsumen adalah meremehkan, kondisi ini menjelaskan perilaku budaya taat membayar premi menjadi terabaikan.

Ketiga: konsekuensi premi yang kecil adalah tarif pembelian yang sama kecilnya, pada akhirnya nilai beli itu diaksep oleh institusi rumah sakit tanpa dapat menolak, tetapi kemudian berpotensi untuk bersiasat melakukan kerangka menjaga profitability layanan, sebuah hal yang masuk dalam kategori fraud.

Keempat: premi yang rendah dapat sekaligus mengilustrasikan komitmen pemerintah pada makna yang lebih mendalam. Mengapa? Karena dengan penetapan nilai premi yang rendah, khususnya untuk keseluruhan penerima bantuan iuran, berarti pemerintah berupaya agar beban pembiayaan subsidi kesehatan tidak menjadi tanggungan penuh pemerintah itu sendiri, ini soal political will.

Meski kemudian dapat dipahami, cara berpikir terkait pengendalian defisit BPJS Kesehatan dengan pengenaan urun biaya kali ini, tetapi hal ini seolah hendak melepas masalah utama terkait nilai iuran, menjadi dimensi masalah lain, yang justru berkategori minor. Perlu dipahami bahwa pelayanan kesehatan, akan sangat terkait pada persoalan kualitas mutu untuk menghindari kesakitan dan kematian. Mampukah kita menjawab logika tersebut? [***]


Yudhi Hertanto

Program Doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Sahid


Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Pidato Prabowo buat Roy Suryo: Jangan Lihat ke Belakang

Senin, 08 Desember 2025 | 12:15

UPDATE

Dituding Biang Kerok Banjir Sumatera, Saham Toba Pulp Digembok BEI

Kamis, 18 Desember 2025 | 14:13

Kapolda Metro Jaya Kukuhkan 1.000 Nelayan Jadi Mitra Keamanan Laut Kepulauan Seribu

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:56

OTT Jaksa di Banten: KPK Pastikan Sudah Berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:49

Momen Ibu-Ibu Pengungsi Agam Nyanyikan Indonesia Raya Saat Ditengok Prabowo

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:41

Pasar Kripto Bergolak: Investor Mulai Selektif dan Waspada

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:31

Pimpinan KPK Benarkan Tangkap Oknum Jaksa dalam OTT di Banten

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:21

Waspada Angin Kencang Berpotensi Terjang Perairan Jakarta

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:02

DPR: Pembelian Kampung Haji harus Akuntabel

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:01

Target Ekonomi 8 Persen Membutuhkan Kolaborasi

Kamis, 18 Desember 2025 | 12:58

Film TIMUR Sajikan Ketegangan Operasi Militer Prabowo Subianto di Papua

Kamis, 18 Desember 2025 | 12:48

Selengkapnya