Berita

Ilustrasi/Net

Nusantara

PASCA JATUHNYA LION AIR JT610

Didesain Aman, Tapi Belum Tentu Bebas Kerawanan

SABTU, 19 JANUARI 2019 | 12:41 WIB | LAPORAN: A KARYANTO KARSONO

. Hasil telaah salah satu “kotak hitam” pesawat Boeing 737 Max-8 Lion Air nomor penerbangan JT610 yang jatuh di Laut Jawa tanggal 29 Oktober 2018 mencuatkan beberapa pertanyaan serius.
 
Hasil pembacaan rekaman dari alat perekam data parameter penerbangan pesawat atau FDR (Flight Data Recorder) beberapa waktu lalu menunjukkan bermasalahnya interaksi penerbang dengan pesawat, terutama pada satu sistem otomatis pengaman pesawat.

Sistem yang dimaksud adalah Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS) yang terhubung dengan sensor kecepatan (airspeed indicator) dan sensor AoA (angle of attack).
 

 
AoA adalah sudut antara arah aliran udara dengan garis sumbu referensi horisontal penampang sayap pesawat. Sudut ini terbentuk saat pesawat dalam posisi menanjak atau menukik. Jika sudut ini terlalu besar, pesawat terancam kehilangan daya angkatnya atau lebih dikenal dengan “stall”.

Dalam kasus-kasus tertentu, terutama jika pesawat dalam keadaan menanjak dan penerbang kehilangan referensi visual (misal: saat terjadi kabut atau pesawat memasuki awan tebal) pengawasan terhadap AoA sangat penting agar pesawat tidak memasuki kondisi ”stall” dan jatuh ke bumi.

Pada kasus jatuhnya Lion Air JT610, merujukpada hasil telaah FDR sistem MCAS yang terpublikasikan, pesawaat naas itu berulang kali memberi koreksi sudut karena telah mendeteksi anomali AoA di mana pesawat “terdeteksi terlalu menanjak”. Akibatnya sistem tersebut otomatis mengambil alih kemudi pesawat dan mengatur bilah kendali horisontal untuk menukikkan pesawat, atau diistilahkan “automatic nose-down trim”. Penerbang (pilot maupun kopilot) yang menyadari bahwa pesawat sesungguhnya dalam posisi “normal”, berupaya menaikkan kembali arah terbang pesawatnya (commanding nose-up trim). Begitu terjadi beberapa kali hingga akhirnya pesawat menghunjam laut.

Pihak Boeing selaku produsen Boeing 737 Max-8 sendiri menyatakan bahwa sistem MCAS tersebut bisa dinonaktifkan (dan hal itu pernah dilakukan oleh beberapa pilot maskapai lain dalam kejadian terpisah). Jika hal itu dilakukan, maka pesawat akan diterbangkan oleh kendali manual penerbang sepenuhnya, tanpa fitur otomatis.
 
Filosofisnya, jika sistem kendali terbang otomatis rusak, maka pesawat masih bisa dikendalikan secara manual. Masih jadi pertanyaan besar, mengapa dalam kasus JT610 penerbang akhirnya “kalah” oleh sistem otomatisasi yang (ironisnya) didesain untuk menambah keamanan terbang tersebut.

Data FDR memang masih harus ditelaah lebih lanjut dengan ditemukannya “kotak hitam” satunya yaitu CVR (cockpit voice recorder) pada tanggal 14 Januari 2019. Banyak harapan bahwa telaah CVR akan kian memberi titik terang mengenai dugaan penyebab paling mungkin (most probable cause) jatuhnya JT610.

Apapun itu, kecelakaan Lion Air JT610 kian menguatkan pesan bahwa kendati didesain aman, namun pesawat terbang secanggih apapun belum tentu bebas kerawanan. Secara statistik, pesawat terbang adalah moda transportasi paling aman karena diregulasi secara ketat dan didesain secara amat detail. Namun semuanya tetap tergantung pada faktor manusia, bukan saja penerbangnya tapi juga seluruh sumber daya manusia terkait, mulai dari perancangan, perawatan maupun pengawasannya. [yls]

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

UNJ Gelar Diskusi dan Galang Donasi Kemanusiaan untuk Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:10

Skandal Sertifikasi K3: KPK Panggil Irjen Kemnaker, Total Aliran Dana Rp81 Miliar

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:04

KPU Raih Lembaga Terinformatif dari Komisi Informasi

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:41

Dipimpin Ferry Juliantono, Kemenkop Masuk 10 Besar Badan Publik Informatif

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:13

KPK Janji Usut Anggota Komisi XI DPR Lain dalam Kasus Dana CSR BI-OJK

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:12

Harga Minyak Turun Dipicu Melemahnya Data Ekonomi China

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:03

Kritik “Wisata Bencana”, Prabowo Tak Ingin Menteri Kabinet Cuma Gemar Bersolek

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:56

Din Syamsuddin Dorong UMJ jadi Universitas Kelas Dunia di Usia 70 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:54

Tentang Natal Bersama, Wamenag Ingatkan Itu Perayaan Umat Kristiani Kemenag Bukan Lintas Agama

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:46

Dolar AS Melemah di Tengah Pekan Krusial Bank Sentral

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:33

Selengkapnya