Berita

Nasaruddin Umar/Net

Membaca Trend Globalisasi (38)

Karakter Khusus Nilai Universal Islam: Trend Jilbab (6): Jilbab sebagai Multi Fenomena

RABU, 16 JANUARI 2019 | 09:12 WIB | OLEH: NASARUDDIN UMAR

DALAM lintasan sejarah, jilbab bukan hanya tampil sebagai sebuah fenomena keagamaan biasa seba­gai penutup aurat, teruta­ma saat seorang muslimah hendak menunaikan iba­dah shalat dalam waktu 5 kali sehari semalam. Dalam kenyataannya jilbab juga sering tampil sebagai fenomena masyarakat tertindas atau terdiskriminasi. Dalam arti fikih, Jilbab bukan lagi fenomena kelompok santri atau kelompok marginal tertentu, tetapi sudah menjadi fenomena seluruh lapisan masyarakat. Tidak sedikit pengguna jilbab bertugas di front office kantor-kantor eksekutif, dan jilbab tidak lagi berkontradiksi dengan tempat dan suasana khusus, seperti tempat hiburan dan pesta. Tidak sedikit jumlah artis dan publik figur menggemari dan menggunakannya. Butik busana muslimah ikut serta menghiasi sudut-sudut ekslusif mal dan lobi-lobi hotel. Konon, jilbab salahsatu ko­moditi ekspor-impor semakin berkembang.

Apakah fenomena ini sebatas trend yang pu­nya jangka waktu tertentu, atau lahir dari sebuah kesadaran kolektif keagamaan. Murnirnikah itu sebagai sebuah kesadaran agama yang tum­buh dari bawah, atau lahir sebagai fenomena paternalistik, banyak kelompok atas dan seleb­riti menggunakannya kemudian menjadi iku­tan bagi lainnya. Murnikah sebagai mode atau terselip unsur resistensi atau ideologi sebagai salah satu bentuk reaksi atau perlawanan ter­hadap kekuatan luar, seperti dampak negatif arus globalisasi, westernisasi atau fenomena deislamisasi lainnya.

Apakah fenomena jilbab punya kans di dalam maraknya aspirasi Perda Syari'ah, atau seba­liknya, Perda Syari'ah menjadi faktor merebaknya fenomena jilbab, atau semacam gayung bersam­but, tren jilbab sebagai mode, privacy, dan sekali­gus resistensi, mendapatkan legitimasi struktural, atau tidak mustahil ada kekuatan politik yang in­gin memanfaatkan fenomena ini.

Sebetulnya, pertanyaan terlalu kritis terh­adap fenomena jilbab juga tidak penting. Bu­kankah salahstu ciri budaya bangsa dalam potret masa lalu adalah kerudung. Tidak perlu over estimate atau phoby bahwa fenomena ini bagian dari jaringan ideologi tertentu yang me­nakutkan. Jilbab tidak perlu dikesankan sep­erti "imigran gelap" yang selalu dimata-matai, seperti yang pernah terjadi di masa orde baru, fenomena jilbab dicurigai sebagai bagian dari ekspor revolusi Iran.

Pada sisi lain, kalangan feminis Barat-Sekuler juga seringkali menganggap fenomena jilbab se­bagai bagian dari politik masyarakat patriarki un­tuk melangkah-mundurkan perempuan kemudian menekan dan memanfaatkannya. Mungkin mak­sudnya untuk membela kaum perempuan ber­jilbab tetapi justru asumsi demikian menambah beban mereka, karena dianggap "pengganggu" dalam merealisasikan pilihan kesadaran mereka. Kenapa kita tidak membiarkan jilbab tumbuh se­bagai ekspresi pencarian jati diri seorang perem­puan. Tidakkah manusiawi jika seseorang me­nentukan pilihannya secara sadar?

Mungkin yang menjadi masalah pemaksaan atau institusionalisasi penggunaan jilbab. Suatu bentuk legislasi yang tidak didukung kesadaran logika dan nurani, selain kurang efektif juga bisa kontraproduktif. Ada contoh yang pernah ter­jadi di Turki. Ketika kekuatan ulama memaksa­kan syari'ah, termasuk busana muslim, ke dalam masyarakat yang belum siap, pada mulanya tam­pak dipatuhi, tetapi tidak lama terjadi arus balik, muncul gerakan Tanzimat yang dipimpin Mus­tafa Rasyid Pasya dan Sultan Mahmud II dalam tahun 1800-an, dan mencapai puncaknya pada refolusi Kemal Attaturk. 

Populer

Rocky Gerung Ucapkan Terima Kasih kepada Jokowi

Minggu, 19 Mei 2024 | 03:46

Pengamat: Jangan Semua Putusan MK Dikaitkan Unsur Politis

Senin, 20 Mei 2024 | 22:19

Dulu Berjaya Kini Terancam Bangkrut, Saham Taxi Hanya Rp2 Perak

Sabtu, 18 Mei 2024 | 08:05

Produksi Film Porno, Siskaeee Cs Segera Disidang

Rabu, 22 Mei 2024 | 13:49

Topeng Mega-Hasto, Rakus dan Berbohong

Kamis, 23 Mei 2024 | 18:03

Massa Geruduk Kantor Sri Mulyani Tuntut Pencopotan Askolani

Kamis, 16 Mei 2024 | 02:54

Aroma PPP Lolos Senayan Lewat Sengketa Hasil Pileg di MK Makin Kuat

Kamis, 16 Mei 2024 | 14:29

UPDATE

Rakernas V PDIP Serukan Kemenangan Pilkada Serentak 2024

Minggu, 26 Mei 2024 | 16:00

Alumni UIN Banyak Berkontribusi untuk Bangsa dan Negara

Minggu, 26 Mei 2024 | 15:42

Ijazah dan Raport Pegi Perong Jadi Barang Bukti Baru

Minggu, 26 Mei 2024 | 15:28

Rumah Sakit Anak di India Terbakar, Tujuh Bayi Tewas

Minggu, 26 Mei 2024 | 15:22

Pegi Perong Sempat Ganti Identitas saat Buron

Minggu, 26 Mei 2024 | 15:10

Megawati Diminta Tetap Jadi Ketum Hingga 2030

Minggu, 26 Mei 2024 | 14:55

Tidak Dibunuh, Tentara Israel Jadi Tawanan Hamas

Minggu, 26 Mei 2024 | 14:51

Rakernas V PDIP Serahkan ke Megawati Ambil Sikap Politik

Minggu, 26 Mei 2024 | 14:50

Faizal Assegaf: Sulit Bagi Megawati Tutupi Jejak Hitam Bersama Jokowi

Minggu, 26 Mei 2024 | 14:44

Dubes Najib: Saatnya Beralih dari Perpustakaan Konvensional ke E-Library

Minggu, 26 Mei 2024 | 14:32

Selengkapnya