Berita

Elon Musk dan Li Keqiang/Net

Dahlan Iskan

Daniel Di Balik Byton

SABTU, 12 JANUARI 2019 | 05:01 WIB | OLEH: DAHLAN ISKAN

ELON Musk sampai ditawari KTP green card Tiongkok. Setelah serius ingin bangun mega-pabrik mobil listrik. Di luar kota Shanghai itu.
Yang menawari tidak kepalang  tanggung: perdana menteri Tiongkok sendiri. Li Kejiang. Yakni saat Elon Musk bertemu Li di kantor pusat pemerintahan di Beijing. Rabu lalu.

Itulah gaya Tiongkok dalam merayu investor. Khususnya investor raksasa. Yang serius. Yang strategis.

Tanah seluas sekitar 100 hektare pun diberikan. Di lokasi yang begitu mahal.

Tanah seluas sekitar 100 hektare pun diberikan. Di lokasi yang begitu mahal.

Padahal di Tiongkok sendiri industri mobil listrik lagi semarak-semaraknya. Termasuk hadirnya pemain baru. Yang juga raksasa: Byton. Masuk ke pasar sekelas Tesla Model 3. Yang bikin heboh itu. Terutama melihat siapa di balik Byton.

Tiongkok memang lagi perlu menunjukkan bukti: tidak menutup investasi asing 100 persen. Yang selalu dituduhkan Amerika.

Perusahaan asing selalu dipaksa berpartner lokal. Yang ujungnya mengecewakan mereka: pengalihan teknologi. Atau pencurian.

Melalui Tesla Tiongkok ingin menunjukkan bukti telak: Tesla Shanghai adalah 100 persen perusahaan Amerika.

Pun sebelum itu. Sebenarnya  sudah dikeluarkan juga ijin serupa. Tapi kepada Jerman. Untuk pembangunan pabrik kimia raksasa. Oleh BASF.
Lepas dari itu hadirnya Tesla Shanghai benar-benar menjadi tonggak baru. Bagi dunia mobil listrik di Tiongkok.

To be or not to be.

Yang akan bersaing habis-habiskan adalah para raksasa: BYD, Geely, Nio. Yang sudah lebih dulu eksis di pasar Tiongkok.

Bahkan seperti BYD sudah bertahun-tahun. Enam tahun  lalu pun saya sudah ke pabriknya. Di luar kota Hangzhou. Mencoba sendiri produk BYD itu.

Tapi akan hadir pula raksasa baru Tiongkok: Byton itu. Perusahaan dari Nanjing. Yang pernah jadi ibukota Tiongkok. Dengan produk sekelas Tesla Model 3. Yang layar monitornya lebih dramatik. Jauh lebih wow dari Tesla: seperti 7 iPad dijejer di daskboardnya. Ditambah satu seukuran iPad lagi. Di tengah kemudinya.

Tokoh di balik Byton ini adalah orang Jerman: DR. Daniel Kirchert. Dengan karir yang selalu melejit di BMW.
DR Kirchert sudah 'memandang ke timur'. Sejak muda. Sejak lulus perguruan tinggi. Ia nekad sekolah bahasa asing dulu. Bahasa Mandarin. Pilihannya di 南京大学. Nanjing University. Selama dua tahun.

Pulang ke Jerman Daniel sekolah lagi. Kalau masternya di bidang matematika, ia mengambil gelar doktor di bidang ekonomi.

Lalu bekerja di pusat BMW di Munchen. Karirnya naik terus. Sampai menjadi pimpinan BMW di Tiongkok. Dengan jabatan terakhir wakil presiden BMW.

Keahlian khususnya adalah  marketing. Analisis data. Ekonomi regional. Dan segala pasar yang tipikal Tiongkok.
Sebelum ikut mendirikan Byton Daniel sempat bekerja untuk Infinity. Nissan. Di Tiongkok juga.

Pemda kota Nanjing berada penuh di balik Byton. Juga puluhan investor lain. Termasuk Robert Bosch dari Jerman, Faurecia dari Perancis, raksasa otomotif FAW dari Tiongkok, Suning Holding, Harmony New Energy dan banyak lagi. Ada juga partner Aurora. Khusus untuk mobil tanpa kemudi.

Daniel memang penuh energi. Ia masih sempat nulis dua buku. Dan artikel-artikel di koran. Terutama tentang pertandingan basket.

Akhir tahun ini Byton sudah bisa berproduksi 200.000 pertahun. Minggu depan menbuka show room di Shanghai.

Mobil listrik Tiongkok sekarang pun sudah yang terbesar di dunia. Apalagi tahun depan. Atau tahun berikutnya lagi.
Kapan-kapan saya akan tulis juga: bagaimana pemerintah melindungi mobil listrik dalam negerinya. Terutama yang kelas lebih murah.

Tesla menjadi seperti panik. Yang awalnya seperti agak ragu masuk Tiongkok.
Lalu cepat ambil putusan. Minggu lalu baru ground breaking pabriknya di Shanghai. Akhir tahun ini sudah dijanjikan masuk pasar. Seperti sulapan.

Bikin pabrik mobil listrik memang tidak sesulit mobil bensin. Apalagi di Tiongkok.
Apa pun kerja SSW ini gila-gilaan. Membangun pabrik mobil raksasa hanya dalam waktu 12 bulan![***]

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

Kapolda Metro Buka UKW: Lawan Hoaks, Jaga Jakarta

Selasa, 16 Desember 2025 | 22:11

Aktivis 98 Gandeng PB IDI Salurkan Donasi untuk Korban Banjir Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:53

BPK Bongkar Pemborosan Rp12,59 Triliun di Pupuk Indonesia, Penegak Hukum Diminta Usut

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:51

Legislator PDIP: Cerita Revolusi Tidak Hanya Tentang Peluru dan Mesiu

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:40

Mobil Mitra SPPG Kini Hanya Boleh Sampai Luar Pagar Sekolah

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:22

Jangan Jadikan Bencana Alam Ajang Rivalitas dan Bullying Politik

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:19

Prabowo Janji Tuntaskan Trans Papua hingga Hadirkan 2.500 SPPG

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54

Trio RRT Harus Berani Masuk Penjara sebagai Risiko Perjuangan

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54

Yaqut Cholil Qoumas Bungkam Usai 8,5 Jam Dicecar KPK

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:47

Prabowo Prediksi Indonesia Duduki Ekonomi ke-4 Dunia dalam 15 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:45

Selengkapnya